TRAGEDI DI KAWINAN MANTAN
“Gue bakal buat lo lebih cantik dari biasanya, Mbak Ci. Biar mantan lo klepek-klepek kagak jadi ngawinin bininya.”
Cia tersenyum. “Lo pikir setelah dia gak jadi ngawinin bininya, terus gue mau sama dia gitu?” Cia terkekeh. “Ogah.”
“Gue juga kagak ikhlaslah kalo lo mau sama dia lagi, Mbak. Seenggaknya dia bisa liat, cewek yang dia sia-siain tuh sebenernya berharga banget.”
Dengan mata terpejam, Cia tersenyum tipis. Qila selalu menjadi gadis muda yang penuh dengan semangat. Membantunya dalam urusan pakaian dan make-up. Cia bertemu gadis itu saat masih menjadi mahasiswa yang bekerja disalah satu salon milik sang Mami. Melihat dia yang pandai dalam berdandan dan cekatan, Cia akhirnya mencoba berkenalan untuk mengenalinya lebih jauh. Diputuskannya untuk langsung mempekerjakan Qila, bahkan sebelum dia wisuda. Gadis itu masih menjadi mahasiswa managemen di kampusnya.
Benar, Qila seorang mahasiswa managemen yang memiliki bakat mendadani seseorang. Perlu diingat, bahwa bakat dan jurusan pendidikan seseorang tidak melulu memiliki hubungan. Pendidikan sebagai penunjang karir sedang bakat adalah sesuatu yang disukai dan tentu saja akan sangat menyenangkan jika menghasilkan uang. Jangan menghakimi seseorang yang bekerja atau melakukan hal di luar jurusan mereka selama melanjutkan pendidikan. Sebab tujuan hidup masing-masing orang berbeda. Lakukan apa yang ingin kalian lakukan dan berhenti mengurusi akan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya. Biarkan. Dan lihat saja. Semua orang punya patokan tentang kesuksesan sendiri-sendiri. Jangan hanya karena dia tidak begitu mahir dalam bidang dijurusannya, lalu kalian menghakimi masa depannya akan buruk. Hei, Tuhan bahkan tak sejahat itu dalam menilai hamba-Nya. Sesama manusia tak perlu sombong seperti itu.
“Udah kuat hati banget mau dateng ke kawinan Ronal, Ci?” Mbak Remi yang baru saja masuk ke kamar Cia mulai menanyakan keyakinannya datang ke pernikahan Ronal.
Seperti yang sudah Cia tekadkan, dia tidak akan mundur hanya karena Ronal adalah sang mantan. Papi benar, jika tak lagi punya perasaan, Cia juga harus bisa meminimalkan rasa bencinya. Dengan menunjukkan bahwa dia baik-baik saja misalnya.
“Kuat, Mbak. Lagian aku tuh sebenernya udah gak ada perasaan apa-apa sama dia. Dan aku harus buktiin sama diri sendiri kalo aku bisa jadi gadis baik dengan gak membenci mantan brengsek kayak Ronal.”
Qila sudah bertepuk tangan penuh drama. Sedang Mbak Remi mencebik setelah mendengar ucapan berlebihan Cia yang hanya terkekeh. Mbak Remi adalah orang pertama yang dia kenal di Indonesia. Setelah kepulangannya dari Korea, Mbak Remi langsung menemui saat pertama kali Cia datang ke gedung agensi barunya di Indonesia. Dengan sangat baik hati Mbak Remi memperkenalkan dirinya sebagai menejer baru Cia di Indonesia. Sifat Mbak Remi yang juga sedikit boyish sama seperti Cia, membuat keduanya menjadi cepat dekat. Mbak Remi benar-benar seorang menejer yang baik dan sangat memperhatikannya sama seperti sang Mami.
“Emang lo gak ada niat mau cari pacar lagi, Mbak Ci?” tanya Qila mulai merapikan rambut Cia.
“Ada kok. Belum dapet aja. Maunya sih sama si Daven, tapi bisa digorok sama calon bininya gue.”
Keduanya terkekeh bersama. Sedang Mbak Remi hanya menggeleng mendengar celotehan tak jelas dari Cia dan Qila. Dilihat pantulan wajahnya di kaca setelah Qila menyelesaikan make-upnya yang luar biasa.
“Mbak sama Qila entar juga di sana, Ci. Daven sama calonnya juga dateng kali. Tau sendiri istrinya Ronal anaknya konglomerat. Banyak orang kenal sama dia.”
“Aku juga anak konglomerat kali, Mbak Rem. Tapi gak ada yang kenal tuh kalo gak Papi ngejemput di bandara.” Cia pura-pura tak terima.
“Iya deh anak Bapak Wiratama. Makanya jangan kelamaan di negara orang. Sampe gak ada yang tau Bapaknya punya anak.” Dan Mbak Remi menanggapinya dengan santai.
“Udah, ah.” Qila menengahi. “Mbak Rem, buruan sini aku dandanin juga.” Tanpa menunggu, Mbak Remi langsung menyuruh Cia berdiri dan duduk di depan kaca untuk di dandani Qila.
***
“Harus banget semuanya ikut, Mam?” keluh Declan pada sang Mama yang sekarang sedang berdandan ria di depan kaca.
Wanita paruh baya itu mendelik. “Harus, De. Ini nikahannya Citra Adiatma temen kamu jaman SMA,” jawab Mamanya kembali menambahkan bedak di pipi.
Jujur saja, Declan benar-benar sudah lupa siapa itu Citra Adiatma. Tapi melihat orang tuanya juga ikut serta di acara pernikahan ini, bisa dipastikan bahwa Citra itu anak dari salah satu rekan bisnis sang Daddy. Hah! Harusnya dia sudah menikah dan tinggal bersama si istri seperti kedua kembarannya, jadi dia tidak perlu ikut ke mana pun orang tuanya pergi. Lebih tepatnya, dipaksa untuk ikut. Dengan helaan berat, Declan menarik diri dari posisi rebahan di kasur untuk segera ikut bersiap.
***
Cia berdiri di depan gedung yang sudah ramai dengan tamu undangan. Diedarkan pandangan ke sekeliling. Dia mungkin akan bertemu dengan banyak orang yang mengenalinya. Beberapa dari mereka pasti tau tentang hubungannya dan Ronal di masalalu. Apalagi jika teman-teman Ronal semasa kuliah di Korea juga datang. Seperti yang dikatakannya pada Mbak Remi, dia sudah siap dengan semua itu. Cia harus menjadi wanita dewasa yang tidak terpengaruh dengan hal-hal semacam itu. Dia harus mengontrol emosi dan menjaga sikap.
Ditariknya napas dalam dan menghempaskan perlahan. Cia harus percaya diri dan memamerkan hasil make-up Qila dengan baik. Dengan rambut terikat rendah dan beberapa anak rambut yang sengaja dibiarkan keluar, juga gaun off shoulder kotak-kotak, Cia melangkahkan kakinya yang terbungkus high heels hitam dengan tinggi sedang ke arah dalam gedung.
Orang tuanya sudah lebih dulu datang. Dan akan lebih baik jika dia bertemu dengan mereka sebelum orang lain melihat. Atau dia harus segera mencari mbak Remi, Qila juga Daven dan calon istrinya yang pergi terpisah dengannya. Tak ada orang yang dia kenal setelah mencoba mencari di sekitar. Gadis itu akhirnya memilih mendekati meja besar yang menghidangkan banyak makanan. Setidaknya, dia bisa minum atau makan untuk menghilangkan rasa sepi. Cia mencomot salah satu macaroni yang ada di atas meja dan meraih gelas berisi cola yang juga terhidang.
Sementara di sisi lain yang tak jauh dari Cia berdiri, ada Declan yang juga tengah berusaha menenangkan diri di antara orang-orang ramai yang tidak dia sukai. Kepala Declan berdenyut pening sesaat setelah melihat banyaknya manusia yang hadir di acara pernikahan ini. Setelah sedikit berbasa-basi dengan relasi sang Daddy, Declan akhirnya memisahkan diri dari para orang tua yang sedang membicaraan soal bisnis dan investasi mereka. Dan dia tidak terlalu mengerti dengan apa yang dibahas. Declan terus mencoba untuk mencari cara agar bisa pergi dari sana segera. Sampai penglihatannya menemukan sesuatu yang membuat segala niatnya untuk kabur menjadi urung.
Gadis dengan dandanan sederhana itu sedang terlihat kebingungan dengan sekitarnya. Dia sendirian tanpa siapapun yang dia kenali di sampingnya, sama seperti dirinya saat ini. Berdiri gadis itu di depan meja tempat camilan berada. Declan tersenyum tipis, wajah canggung sang gadis yang benar-benar menggemaskan. Segera Declan mendekat untuk berpura-pura memilih camilan di sana.
Kedatangan Declan yang tiba-tiba membuat napas Cia tertahan sesaat setelah menyadari kehadiran Declan yang sekarang ikut meraih cola di meja. Manik gadis itu membesar sekilas. Pria itu lagi! Cengkraman Cia pada gelasnya semakin erat. Pria dengan pakaian santai itu tengah memindai makanan yang sepertinya akan dia pilih untuk camilan. Jeans donker dengan sepatu semi formal dan kaos putih yang terbalut jas kotak-kotak. Rambutnya yang sudah kembali berwarna hitam, terangkat sempurna. Memperlihatkan dahi mulus miliknya. Pria itu akhirnya juga memilih macaroni sebagai camilan. Kepalanya terangkat, maniknya tepat menangkap sorot milik Cia. Dengan mulut mengunyah macaroni, dia masih mengunci tatapan gadis itu.
“Pacar Bang Tobi?” Suara pria itu terdengar.
Cia terbatuk karena tersedak air liurnya sendiri setelah mendengar pertanyaan dari Declan. Dilihat ke sekeliling, lalu kembali melihat Declan setelah memastikan tak ada orang lain di sana selain mereka. “Ngomong sama gue?” Cia menunjuk dirinya sendiri.
“Gak ada orang lain selain lo yang di depan gue, kan? Lo yang berdiri sama Bang Tobi waktu itu.”
“Gue cuma temenan sama Bang Tobi. Kita jadi rekan kerja waktu di Korea,” jawab Cia dengan dagu terangkat. Yang tidak Cia sangka ternyata Declan melihatnya saat itu? Heh! Tapi pria itu bahkan tidak menoleh ke arahnya.
Declan mendengus dengan kekehan. “Too much information.” Gadis di depannya itu terlihat semakin kesal. “Acacia Ivy, kan? Gue sempet ngeliat lo waktu itu di fashion show-nya Bang Guna. Dan ngeliat betapa hebohnya dia manggil nama lo.”
Ini lebih mengejutkan. Cia tidak tau bahwa Declan bahkan mengetahui namanya dan memperhatikan bagaimana Kak Guna menyambut waktu itu di acara fashion show. Cia tak melihat Declan memperhatikan, pria itu bahkan cenderung tak acuh pada sekitarnya waktu itu.
“Cia.” Belum sempat Cia mengatakan sesuatu pada Declan, sebuah suara menginterupsi. Pria itu memutar tubuhnya untuk melihat siapa pemilik si suara. Sedang Cia sudah menahan napas saat melihat Ronal dengan jas pengantinnya, diikuti kedua teman yang juga dia kenali sempat berkuliah di Korea. Hal yang Cia takutkan benar terjadi. Sebentar lagi hubungan masa lalunya dan Ronal akan terungkap. Para tamu sudah melihat ke arah mereka berdiri. Jelas karena si pemeran utama sedang berada di sana. “Kamu dateng?” Basa-basi yang tidak diharapkan.
“Sure. Menghadiri undangan itu wajib hukumnya,” jawab Cia tersenyum lebar.
“Meskipun mantan, tapi hubungan harus tetap terjaga ya, Ci?”
Dia, siapa namanya? Rudy? Ah, benar! Dasar RudyTabuti! Gue hapus juga lo biar menghilang dari dunia ini. Napas Cia mulai tak stabil. Dia tidak suka dengan situasi ini karena membuatnya ingin menangis.
“Makasih, Ci,” ucap Ronal dengan senyuman lebar.
Cia sebenarnya bisa melihat ketulusan dari wajah Ronal. Tapi sepertinya, kedua teman Ronal akan memperburuk keadaan. Dan Declan hanya bisa diam. Membiarkan dirinya terkejut sendirian setelah mengetahui kebenaran yang dia saksikan saat ini. Ronal, pria yang menjadi suami dari teman yang dia lupakan adalah mantan pacar dari seorang Acacia Ivy. Kebetulan yang takdir buat benar-benar luar biasa.
Declan sempat terkesiap saat menyadari mata Ronal kini beralih padanya. “Pacar kamu?” Ronal menunjuk Declan.
Oh, astaga! Keduanya langsung saling menatap. Declan berusaha meminta penjelasan, sedang Cia yang kini sudah kembali melengos nampak berusaha mencari alasan. Tidak! Declan tidak ingin terlibat terlalu jauh. Mata Declan melebar sekilas saat merasakan gadis itu beringsut ke arahnya, tersenyum dengan lebar sambil menggandeng lengannya dengan erat. Jangan bilang jika gadis ini berencana untuk-
“Dia calon suami aku, Ron.” Astaga! Belum sempat kalimat di kepala Declan selesai terucap, Cia sudah mengatakan hal itu dengan suara lantang. “Kita juga mau menikah dua bulan lagi kan, sayang?”
Mata Declan makin menyipit kala gadis itu menoleh ke arahnya dengan sorot memohon pengertian. Suasana gedung terasa menjadi sunyi. Seolah semua perhatian kini tertuju pada mereka. Mata Ronal membesar sekilas. Sepertinya dia sangat terkejut. Hei, Cia juga sama terkejutnya karena kalimat yang dia ucapkan sendiri. Telapak Declan mengepal kuat. Dia yakin bahwa gadis yang sekarang merangkulnya juga merasakan otot lengannya yang mengeras.
“Ivy.” Hanya nama gadis itu yang sekarang bisa Declan ucapkan. Dia terlalu terkejut, juga hal ini benar-benar mendebarkan. Sedang Cia hanya bisa menoleh tak mengatakan apapun. Sepertinya, dia juga tidak tau harus berbuat apa.
***
“Ya ampun, De. Kenapa gak bilang sih kalo udah punya pacar? Ibu tuh jadi seneng juga. Ibu bakal dapet mantu baru. Rasanya bahagia banget karena Ibu punya temen ngobrol lagi, apalagi ya...,”
Declan sudah tidak lagi bisa mendengar ocehan sang Mama yang tidak berhenti sejak keluar dari gedung pernikahan itu. Mamanya menjadi begitu bersemangat setelah pernyataan yang bahkan seluruh tamu undangan mendengarnya. Dilirik Daddynya yang tersenyum kecil sambil mengusap lengan sang Mama yang masih berbicara tanpa jeda. Declan langsung berpaling setelah merasakan Daddynya melihat dengan makna yang dia tidak bisa menebak.
“Dia anak Bapak Wiratama, De. Temen kerja Daddy sejak lama. Mereka keluarga baik. Karena hubungan kamu dan Cia sudah tersebar luas, sebaiknya besok kita silaturahmi ke rumah mereka untuk merencanakan pernikahan kamu sama Cia.”
Ah, jadi Daddynya juga percaya dengan kalimat serampangan dari gadis itu? Baiklah, itu bagus. Sebab Declan juga tidak ingin berusaha mencari alasan untuk menghentikan pernikahan ini. Juga tak perlu bersusah payah memberi penjelasan tentang bagaimana hubungannya dan Cia berjalan. Kedua orang tuanya sudah percaya. Itu yang terpenting.
Anggap saja dia sudah gila sekarang. Tapi Declan juga tidak bisa menampik jika sangat bersemangat untuk pernikahan yang sempat gadis itu umumkan di acara resepsi mantannya. Declan bahkan tidak peduli jika itu hanyalah ucapan yang tidak sengaja Cia ucapkan karena terlalu gengsi dengan mantannya yang sudah menikah. Toh, nasi sudah menjadi bubur. Nikmati saja meski tidak seenak mengunyah nasi utuh untuk dimakan. Benar! Declan menginginkan pernikahan ini.
***