Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PERTEMUAN DI WARUNG NASI UDUK

Cia paling menyukai kegiatan dan sibuk dengan jadwal-jadwal kerja. Rasanya stress menjadi hilang, dan paling penting, dia tidak perlu bertemu dengan banyak orang baru. Karena biasanya, dia akan bekerja dengan para fotografer atau kru yang sudah pernah ditemuinya beberapa kali. Sehingga Cia sudah mengingat wajah mereka dan bisa berinteraksi langsung dengan mereka. Saat catwalk? Memang ada banyak orang yang tidak Cia kenali. Tapi dia tidak perlu menyapa mereka dan cukup berjalan seperti apa harus pekerjaannya dilakukan.

Hari ini, Cia menjadi salah satu model yang akan memperkenalkan pakaian baru hasil rancangan salah satu designer yang juga berprofesi sebagai artis. Cia sempat bertemu dengan designer itu beberapa bulan lalu saat dihubungi olehnya sendiri untuk menjadi model dalam photoshot pakaian pengantin rancangannya. Sikap yang ramah dan apa adanya membuat Cia tidak kesulitan untuk berkomunikasi dengannya. Dia pria bertubuh sedikit tambun. Gadis itu bahkan hanya separuh dari tubuh designer itu. Tapi dia begitu telaten seperti wanita. Mungkin, karena itulah rancangannya sangat terkenal. Mungkin juga karena dia seorang artis. Acara itu akan dilangsungkan bersamaan dengan beberapa rancangan dari designer lain di sebuah acara televisi bertajuk, “Look, how I dress up”.

Siarna Media. Nama perusahaan televisi itu terpampang jelas di pintu masuk. Cia sempat beberapa kali berkunjung ke perusahaan televisi ini untuk menjadi model acara fashion yang disiarkan setiap minggu. Menyenangkan karena mereka orang yang ramah.

Setelah memarkirkan mobil di basement, Cia melihat jam tangan. Seperti biasa, dia selalu datang lebih dulu dari jadwal yang ditetapkan. Cia masih punya waktu setengah jam untuk berkeliling. Dia memutuskan untuk mencari sarapan di sepanjang jalan kecil di samping gedung.

Ada sebuah warung kecil paling ujung yang menjual nasi uduk kesukaannya. Nasi uduk adalah satu-satunya hal yang membuatnya sering rindu dengan Indonesia dan membuat Cia mentolerir diet yang dilakukannya tanpa memakan nasi. Tapi itu tidak berlaku untuk nasi uduk, dia sangat suka nasi dengan santan yang membuat citarasa itu. Dulu saat masih kecil, ada Bude paruh baya yang berjualan di ujung komplek rumahnya. Cia selalu menyempatkan mampir untuk sarapan di sana dan membeli satu porsi lagi untuk dibungkus dan menjadi makan siang. Setelah Cia kembali ke Indonesia, Bude itu sudah tidak jualan lagi. Kata Maminya, Bude nasi uduk itu sudah meninggal karena sakit.

Dengan mata berbinar, Cia langsung masuk ke warung itu dan duduk setelah memesan lebih dulu. Gadis itu tersenyum melihat wanita paruh baya yang menjual nasi uduk itu. Senyuman selalu diberikan untuk beberapa pelanggan yang baru saja datang atau sudah menyelesaikan makannya. Pakaian tradisional jawa yang biasa digunakan wanita paruh baya terlihat sangat pas dipakai oleh Bude penjual nasi uduk itu.

***

Pekerjaan sampingan yang menyenangkan. Lebih tepatnya, pria dengan mata sipit itu tidak suka menganggur dan berdiam diri di rumah.

Setelah menyelesaikan projek film pendek yang sempat membawanya pergi ke Korea tiga bulan yang lalu, kini Declan sudah kembali dikegiatan rutin yang biasa dia jalani. Menjadi model catwalk dan photoshoot untuk beberapa brand baju dari para designer yang kenal dengan kakak iparnya atau menjadi partner model untuk kakak iparnya itu.

Selain menjadi model jika dibutuhkan, Declan juga sibuk membantu para penyanyi yang berada di naungan agensi milik Langit. Dunia broadcasting sepertinya memang sangat pas untuknya. Bahkan dari sebelum lulus kuliah, Declan dan Langit sudah punya beberapa projek yang terselesaikan. Beberapa MV dari penyanyi orbitan agensi Langit, juga series film yang tayang di youtube. Respons yang didapat benar-benar menyenangkan.

Masih ada waktu beberapa menit untuknya bisa membeli sarapan. Sudah lama Declan tidak berkunjung ke gedung televisi milik sepupu Daddy ini. Siarna Media. Ada warung nasi uduk di belakang gedung yang dulu sering dia kunjungi bersama Langit. Declan harus ke sana dan menyapa sang Bude yang menjual nasi uduk itu.

“Bude!” teriakan Declan membuat Bude penjual nasi uduk beristighfar berkali-kali karena terkejut.

Cia yang juga masih menunggu pesanannya datang, ikut terlonjak di tempatnya duduk. Dilihatnya pria yang sekarang tertawa kuat meski berkali-kali mendapat pukulan cukup kuat dari si Bude penjual.

“Mas De. Bikin Bude kaget aja. Kebiasaan lho.” Dengan logat medok khas orang jawa, Bude nasi uduk sudah menormalkan wajahnya.

“Maaf, Bude. Kelewat konsentrasi sih ngeracik nasi uduknya. Sampe gak tau bujangan paling ganteng sejagad raya dateng.” Declan memang suka bercanda.

Sedang Cia sudah menyipitkan mata karena mendengar kalimat dari pria itu. Ini kali pertama bagi Cia melihat kepercayaan paling tinggi yang dimiliki oleh seseorang.

“Iya-iya. Mas De yang paling ganteng sejagad raya mau pesen nasi uduk?” Bude nasi uduk sepertinya sudah tak ingin melayani kejahilan Declan karena warungnya yang cukup ramai.

Declan tersenyum lebar, membuat tulang pipi pria itu terangkat sempurna. Setelahnya, Declan langsung duduk untuk menunggu pesanannya datang. Dilihat pesan dari Langit yang mengajak pergi bersama setelah dia menyelesaikan pekerjaan kali ini. Sedang Cia masih melihat pria itu dengan tatapan memaklumi. Sebenarnya, dia menyukai pria yang terlihat ramah dengan anak kecil dan orang tua. Melihat interaksi pria itu dengan Bude nasi uduk membuat Cia terpikir, masih ada pria yang seperti itu dijaman sekarang.

Cia langsung menunduk saat mata pria itu bertumbuk dengan miliknya. Hanya sekilas, karena saat gadis itu kembali menoleh, dia sudah tersenyum ke arah Bude nasi uduk dan mulai melahap nasi di depannya. Harusnya Cia juga sudah menyantap nasi uduk yang baru saja datang bersamaan dengan milik pria itu tadi.

Ada apa Acacia Ivy? Kamu mulai memikirkan tentang tipe ideal? Jangan mulai gila.

***

Sepertinya Cia sudah mulai gila. Sebab matanya terus melirik ke arah pria itu dengan frekuensi yang dia sendiri tidak menyangka jika terlalu sering.

Sungguh mengejutkan. Cia kembali melihat pria berambut emas di warung nasi uduk beberapa jam lalu di ruang tunggu model rancangan designer yang sama dengannya. Pria itu juga memakai pakaian serupa dengan para model lainnya. Sepertinya, dia juga berpartisipasi untuk fashion ini. Cia bisa merasakan betapa lembut rambut emas pria itu saat dia menyugar ke arah belakang dengan satu tangannya. Senyuman pria itu hanya sedikit terlihat, tak selebar tadi saat dia berinteraksi dengan Bude nasi uduk. Dia hanya diam di kursi sudut, sama seperti Cia, dan sesekali tersenyum saat melihat beberapa teman model lainnya membuat lelucon. Lengan kekarnya sedikit terekspos karena pria itu memakai baju tanpa lengan. Kulitnya lebih gelap dari pada pria disekitarnya. Eksotis kata orang jaman sekarang. Hah! Cia membuang pandangannya ke arah lain. Dia tidak bisa terus-terusan melihat pria itu secara diam-diam seperti ini.

Dan kini Declan sedang memijit pangkal hidungnya sekilas. Kepalanya mendingin dan menjadi sedikit pusing saat tau bahwa apa yang dilihatnya di warung nasi uduk tadi bukanlah sebuah halusinasi. Dia sempat tertegun sesaat maniknya menangkap wajah perempuan yang pernah dia lihat saat ke Korea waktu itu sedang menunduk canggung. Sepertinya, gadis itu sempat memperhatikan Declan beberapa saat sebelum mereka sekilas bertemu tatap. Sempat tak ingin ambil pusing dan berpikir bahwa dia salah melihat, Declan hanya terus menyantap nasi uduknya tanpa mengangkat kepala. Tapi kali ini, dia sudah tidak lagi bisa mengelak. Gadis yang tadi dilihatnya tanpa polesan make-up, kini sedang duduk manis di seberangnya tanpa banyak melakukan interaksi. Bisa Declan pastikan bahwa gadis itu juga menjadi model untuk acara fashion kali ini.

Duduk sendirian di kursi paling sudut dan hanya menyendiri mencari kesibukan agar tak banyak melakukan komunikasi. Sepertinya, mereka punya kesamaan tentang susahnya bersosialisasi. Declan hanya kurang pandai berkomunikasi dengan sepantaran, sehingga pria itu masih bisa mengambil pembicaraan pada orang lain yang punya umur lebih tua atau lebih muda darinya. Sebab Declan bisa menempatkan diri menjadi seseorang untuk para orang tua dan anak muda di bawahnya. Sedang Cia, gadis itu benar-benar tidak bisa bersosialisasi dengan siapapun. Hanya dengan melihat wajahnya saja, orang sering salah paham dan menganggap gadis itu tidak ramah.

Dan setelah tiga bulan pulang dari Korea hingga Declan bahkan sudah melupakannya setelah kembali ke Indonesia. Gadis itu malah muncul dengan sangat nyata. Gadis cantik yang kembali membuat Declan tidak bisa melakukan apa-apa selain terdiam. Dia, Acacia Ivy.

***

Three months ago in Korea

“Acacia Ivy? She looks so beautiful.”

“There’re no many models look very gergeous in every events. But she did.”

“Besides, she also has so many talents. She was once a model in some music videos and commersial films. She is not a native Korean, but she always gave her best so that her agency trust her very much.”

“They said that Ivy no longer works permanently in her agency and back to her hometown these past months. But she did this event voluntary to show her respect for the agency. What a wise girl.”

“I heared that Ivy won so many awards too.”

Declan menghela napas malas. Sampai kapan mereka akan berhenti membicarakan seorang model bernama Acacia Ivy itu? Declan muak karena sudah mendengar pembicaraan ini sejak para fotografer sudah mengambil tempat masing-masing untuk membidikkan kamera mereka pada semua model yang akan keluar dari event dunia tahunan ini. Declan memang bukan fotografer, dia hanya sedang melakukan survey untuk pekerjaan film pendeknya dengan melihat bagaimana perbedaan kehidupan model di luar dan di dalam negeri. Dengan bantuan Tobias, Declan akhirnya bisa datang ke acara ini. Meski tidak terlalu mengerti dengan ke-estetikan sebuah potret, tapi Declan cukup pintar untuk mengerti bagaimana foto harus di ambil menggunakan kamera. Langit selalu bilang bahwa hasil potretnya tidak terlalu buruk.

Kembali ke model yang dibicarakan oleh para fotografer ini. Declan jadi penasaran seperti apa rupa gadis yang sangat dipuji itu. Mendengar dari semua prestasi yang disebutkan, Declan bayangkan bahwa gadis itu pasti memiliki paras yang cantik, tubuh yang tinggi dan bagus, juga bersinar saat berjalan di selasar panggung catwalk. Semua mata akan selalu tertuju padanya dan seruan wah pasti menjadi hal pertama yang menyambutkan saat sedang tampil. Tapi pria itu jadi sangsi karena terlalu sering bahwa ekspektasi tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Cantik itu relatif, tampil menarik jelas keharusan bagi seorang model. Tapi untuk prestasi, tak semua orang punya prestasi yang bisa diakui banyak orang seperti ini.

Beberapa lampu sorot mulai bergerak karena acara sepertinya sudah akan segera dilaksanakan. Declan bersiap mengangkat kamera dan mulai membidik beberapa kali saat satu persatu model mulai berjalan di sepanjang selasar. Semua masih terasa biasa saja. Para undangan dan fotografer hanya saling berbisik sekilas untuk mengomentari baju yang dipakai model atau bahkan siapa model itu. Sampai pada seorang model yang memulai gilirannya untuk berjalan di selasar berkarpet merah itu. Dengungan suara orang berbisik terdengar mengalahkan suara musik yang menjadi latarnya. Gadis dengan tinggi proporsional, kulit putih, wajah elegan dan gerakkan gemulai itu sedang menjadi perbincangan sekarang. Declan terpaku. Tangannya tiba-tiba saja tak berniat untuk membidik apapun di depan sana selain menikmati wajah ayu yang benar-benar bersinar itu.

“Ivy always looks so beautiful. She fits on every clothes she wear.”

“Who is she?”

“Acacia Ivy. The model that I told you before.”

“So many compliments about her. After I saw her in person, I can say that she derserves it, indeed.”

Declan kembali mendengar banyak pujian tentangnya. Gadis yang sedang tersenyum kecil di sepanjang perjalannya melewati banyak manusia di kanan kiri selasar. Mata tajam seolah membius semua orang untuk menatap hanya ke arahnya. Declan tersadar saat kepalanya tiba-tiba pening. Jantungnya mendadak berdetak tak seperti biasa. Tangan Declan mendingin dan napasnya berhembus satu-satu. Ah, menjengkelkan. Tak lagi berniat mengambil potret, Declan langsung melangkah pergi dari acara fashion show yang masih berlangsung itu. Dan setelahnya, Declan tak bisa melakukan apa pun. Sepanjang perjalanan kembali menuju hotel, hanya nama gadis itu yang terus terngiang di kepalanya. Acacia Ivy.

***

Mata pria dengan lesung pipi di bawah mata itu melebar saat melihat bumper belakang mobil milik sepupunya itu terlihat penyok karena ulahnya yang sampai sekarang tidak mahir mengeluarkan mobil dari parkiran. Sampai saat ini, Declan bahkan masih bingung dengan pedal gas menuju arah depan dan belakang.

“De, beneran gak nyangka lho gue, lo masih sebego itu ngendarain mobil. Jangan-jangan lo nyogok ya waktu ngurus SIM? Gue harus bilang apa ke singa betina pemilik mobil ini, De? Sinting lo mah,” ujar Langit juga terlihat panik.

Ah, benar. Langit pasti jauh lebih cemas daripada Declan, sebab mobil ini adalah milik sang kakak perempuan yang sangat galak, Rescha namanya. Jika dia tau Declan-lah yang membuat mobil cantiknya ini menjadi penyok, dia juga pasti akan menjadi bulan-bulanan dari amukannya.

Dilihat Langit yang hanya terpaku melihat ponselnya yang berdering. Dia membalas tatapan Declan dengan sorot kosong. “Lo minta kunci mobil Bang Tobi sekarang juga, sebelum Kak Rescha bener-bener sadar ada yang gak beres sama mobilnya. Dia pasti minta jemput ini. Selain mobil dia sendiri, Kak Rescha cuma mau naik mobil Bang Tobi. Buruan sana!”

Tanpa lagi membantah, Declan langsung berlari kembali menuju ke arah gedung untuk menemukan keberadaan Tobias, kakak dari Langit, kembaran Rescha. Cukup sulit mencari pemimpin perusahaan televisi itu saat dia sedang tak berada di ruangannya. Sial sekali karena Declan malah meninggalkan handphonenya di mobil Rescha tadi. Dia harus berlari ke sana kemari. Tak apa. Asal Tobias segera bisa ditemukan.

***

“Cia.” Panggilan seseorang membuat gadis dengan rambut cat emas itu menoleh.

Cia langsung tersenyum saat melihat orang yang mendekat ke arahnya. Teman lama yang sempat menjadi rekan kerja di Korea. “Bang Tobiiiiii,” teriak Cia membalas rangkulan singkatnya.

“Masih teriak ya kalo manggil?” pertanyaan Tobias membuat Cia terkekeh.

“Finally ketemu lo, Bang. Long time no see and you still handsome on your early 30s.”

Wajah pria itu berubah muram dan Cia hanya kembali terkekeh menanggapi. “Bisa jangan disebut-sebut itu umurnya?” Dia bergaya seolah sedang marah. Dan Cia hanya mengacungkan dua jari membentuk huruf V.

Tobias adalah teman lama Cia yang dulu juga pernah bekerja menjadi model di Korea. Dua tahun Cia dan Tobias menjadi rekan, dan Tobias adalah orang yang paling nyaman untuk bisa diajak bercerita meski umurnya lima tahun lebih tua. Sudah dua belas tahun Cia dan pria ini tidak bertemu. Cia baru tau jika Tobias yang memimpin perusahaan televisi itu sekarang.

“Ikut acara fashionshow?” Cia mengangguk menjawab pertanyaan Tobias. “Super model mah masih aktiv karirnya,” puji pria itu terlihat tulus.

“Alhamdulillah. Gue udah tau kok kalo gue emang super model, Bang.” Cia menaikkan dagunya dengan cara humor. Tobias langsung mengacak kepala Cia yang berteriak kecil dengan akhir tersungut. Kini pria itu yang terkekeh.

Sementara tak jauh dari Tobias dan Cia berdiri, seseorang sedang mengatur napasnya untuk mencoba lebih tenang. Declan sedang tidak mengerti harus bagaimana saat melihat Tobias malah sedang begitu asyik bercakap dengan gadis yang sejak tadi muncul begitu saja. Harusnya Declan tidak perlu sepanik ini hanya karena kembali bertemu dengan gadis itu. Toh, Cia tidak mengenalinya. Melepas segala gugup yang tiba-tiba saja memeluknya, Declan akhirnya benar-benar mendekati Tobias.

“Bang Tobi.”

Cia dan Tobias menoleh ke arah suara yang baru saja memanggil. Sekilas kepala Cia mendingin setelah kembali melihat pria dengan rambut emas itu dihadapannya. Pria itu sedikit berlari dan tergopoh mendekati Tobias.

“Apa sih, De?” tanya Tobias dengan wajah terganggu.

“Minjem mobil.” Tangan pria berambut emas terulur.

“Buat apa?”

“Buat disetirin biar jalanlah, Bang. Buruan. Urgent ini.” Wajah pria itu tampak berkerut cemas.

“Kenapa sih? Ngomong dulu kalo mau kunci mobilnya.” Tobias memaksakan alasan.

“Langit make mobil Kak Rescha. Terus tadi gue yang bawa mobil. Apes banget, Bang, itu mobil nabrak pembatas parkiran dan bemper belakangnya rusak. Parah banget, Kak Rescha minta dijemput di kafenya sekarang.” Declan tak mendengar suara apa pun dari gadis itu. Tapi dia sangat sadar bahwa Cia sedang melihatnya dengan lekat yang berusaha untuk tidak menoleh sebisa mungkin.

“Terus sekarang Langitnya di mana?”

“Astaga Bang Tobi kayak Mama aja sih nanyanya. Dia di parkiran, buruan kunci mobil.”

Dengan wajah kesal, Tobias akhirnya menyerahkan kunci mobilnya pada pria berambut emas itu. “Inget, ya. Jangan lo yang bawa,” ancam Tobis yang dibalas dengusan oleh Declan. “Heran deh, bisa gitu dapet licence padahal nyetir masih bisa nabrak-nabrak.”

Declan hanya mengibaskan tangannya di depan Tobias dan langsung menarik kunci mobil dari tangan sang pemilik. “Bye.” Pria itu melabaikan tangannya lalu berlalu begitu saja.

“Siapa, Bang?” Cia tak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya.

Tobias terkekeh sambil menggeleng sekilas. “Declan, sepupu gue. Ribet banget sama adek gue.”

“Declan?” ulang Cia memastikan.

“Iya. Declan Alva Reuven. Papi lo kenal tuh sama bapaknya.”

Benarkah? Cia akan sangat terkejut jika memang sang Papi sudah kenal dengan keluarga pria itu. Kenapa dia baru tau sekarang? Declan Alva Reuven? Cia bahkan baru mendengar namanya. Kena...

Hei, Cia! Sejak kapan kamu peduli tentang seseorang? Terlebih, dia laki-laki, Cia!! Sadar!

Sedang Declan yang kini masih berlari kembali menuju parkiran berusaha untuk menghempaskan napas lega. Sebab sudah berhasil keluar dari situasi yang membuat rasa gugupnya seperti tak bisa dikendalikan. Sebab melihatnya kembali setelah tiga bulan itu, rasanya Acacia Ivy masih sama. Sangat bersinar.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel