CARI PACAR UNTUK TETAP TINGGAL, CARI PASANGAN UNTUK BETAH DI RUMAH
“Cia ke Korea lagi ya, Mi?”
Malam ini, Cia berkumpul bersama kedua orang tuanya. Hal yang jarang sekali terjadi mengingat keduanya sangat sibuk dan punya banyak kerjaan.
Cia dan orang tuanya adalah keluarga yang punya kehidupan pekerjaan masing-masing. Cia bersungguh soal ini, meskipun dia dan orang tuanya sangat sibuk, tapi keluarganya benar-benar keluarga yang harmonis. Orang tuanya menjaga hubungan rumah tangga dengan baik sampai saat ini. Saat mereka berada di rumah, secara otomatis mereka menjadikan waktu yang sedikit itu sebagai quality time bersama. Tidak ada keluarga sibuk yang kekurangan kasih sayang pada keluarga Cia. Gadis itu dan kedua orang tuanya saling memperhatikan satu sama lain dan begitu menyayangi. Ah, benar! Acacia Ivy adalah anak tunggal dari Bapak Wiratama dan Ibu Fortuna.
“Ngapain lagi ke sana sih, Cia? Udah baik-baik di sini sama Papi Mami kok.” Mami yang sedang membuatkan teh hangat untuk Papi melihat ke arahnya sekilas.
“Ya... lebih asik aja di Korea. Cia gak bisa beradaptasi sama orang-orang di sini, Mi.”
“Idih, sok banget deh, Ci. Inget kamu mami keluarin di Indonesia, Ci. Warga negaramu Indonesia. Gayaan gitu gak bisa beradaptasi sama negara sendiri,” balas Mami dengan nada menyebalkan.
Cia cemberut. “Ih, Mami. Malah diejekin. Cia serius.”
Mami terkekeh sambil beranjak dari dapur menuju ruang tengah tempat Papi sedang membaca koran elektroniknya. “Anakmu tuh, Pi. Mau ke Korea lagi. Gak betah katanya di Indonesia.” Mami menggeleng sambil melihat ke arah Cia dengan senyumannya.
“Kamu kan baru satu tahun ini balik ke Indonesia, Ci. Jangan langsung ambil kesimpulan gak betah dong,” ujar Papi menyeruput teh hangatnya.
“Orangnya pada jahat-jahat, Pi. Cia tuh gak bisa diginiin.”
“Lebay, Ci. Lebay.” Sang Mami mengejek dan Papi hanya tersenyum simpul sambil kembali dengan koran elektroniknya.
Cia mengerti benar jika kedua orang tuanya sudah tidak ingin dia jauh dengan mereka. Selama gadis itu tinggal di Korea, Papi dan Mami selalu berkunjung untuk melihat keadaannya. Cia bahkan tidak berniat kembali ke Indonesia meski Mami sudah sering membujuk. Dan Cia merasa dijebak. Beberapa bulan Mami dan Papi tidak mengunjunginya, lalu tiba-tiba sebuah kabar mengejutkan sampai pada gadis itu. Mami sakit! Papi bilang dia harus segera pulang ke Indonesia dan pindah kerja. Sangat berat untuknya yang sudah begitu nyaman tinggal di negara lain. Tapi Mami dan Papi tetaplah yang utama. Cia segera mengabarkan agensinya untuk kepindahan. Meski mereka berberat hati, tapi akhirnya mereka menerima pengajuan pemutusan kontraknya.
“Makanya nyari pacar, Ci. Biar betah.”
Celetukkan Mami membuat gadis yang sedang melahap yogurt langsung terbatuk. “Pacar apaan coba, Mi? Urusannya sama betah di mana?” Wajah berkerut tak setuju dengan ucapan sang Mami.
“Ya kalo kamu punya pacarkan enak, Ci. Kamu jadi betah di sini karena ada yang bisa diajakin jalan. Jadi kamu gak kerja mulu.”
Cia putuskan untuk tak merespons dan pura-pura tak mendengar. Cia tau bahwa Mami benar-benar ingin tau siapa orang yang dekat dengannya saat ini. Karena dia tidak pernah mengenalkan lelaki mana pun dengan Mami dan Papi selain Daven. Cia tidak ingin membahas ini. Tidak pernah ingin. Maksudnya, terlalu dini untuk membahas soal pasangan.
“Umur kamu udah 26 tahun lho, Ci. Jangan beralasan belum mikirin soal pernikahan, ya.” Tepat sekali. Mami sudah menjadi cenayang yang dengan begitu akurat membaca pikiran anak gadisnya itu.
“Mi, 26 tahun masih terlalu muda buat ngomongin pernikahan. Maksudnya, buat Cia begitu. Cia belum siap kalo udah bahas soal pernikahan. Lagi pula, Cia gak lagi deket sama siapa-siapa.” Cia harus membela diri.
“Terlalu muda buat kamu, terus Papi sama Mami makin tua. Pas banget itu, Ci.” Mami melirik-lirik drama ke arahnya.
Cia menghela. “Cia usaha nyari juga kok, Mi.” Akhirnya Cia benar-benar mengalah tanpa mendebat Mami.
“Atau jangan-jangan kamu masih inget sama si Ronal, ya? Mantan kamu yang matre itu.” Mami melihat Cia dengan tatapan menyelidik.
Ah, kenapa nama pria brengsek itu harus Mami sebut di depannya? Menyebalkan. Cia jadi teringat kenangan bersamanya. Ronal, pria yang selama lima tahun menemaninya, menjadi kekasih gadis itu selama Cia di Korea. Cia dan Ronal bertemu saat pria itu menjadi salah satu mahasiswa fotografi yang magang di agensi Cia. Karena sama-sama berasal dari Indonesia, Ronal terus menghubunginya untuk menanyakan beberapa kata yang tidak bisa dia baca dalam kalimat hangul, huruf asli Korea. Ronal juga mengaku tidak terlalu pandai berbicara bahasa Korea karena baru satu tahun berada di negara penuh drama itu.
Intensitas pertemuan Cia dan Ronal menjadi sering. Menghabiskan waktu akhir pekan bersama, bekerja dengan saling membantu satu sama lain dan Cia sadari dia menjadi lebih dekat. Cia dan Ronal akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan. Ronal pria yang penuh dengan perhatian. Meski Cia bukan tipe perempuan yang terlalu suka perhatian, tapi dia menghargai cara Ronal memperlakukannya. Awalnya semua baik-baik saja. Sampai Ronal menyelesaikan pendidikan di Korea. Pria itu, astaga, tiba-tiba saja dia mengatakan bahwa selama ini hanya memanfaatkan Cia agar bisa bertahan hidup selama di Korea tanpa mengeluarkan uang pribadinya.
Dengan wajah tidak bersalah dia bilang bahwa selama ini perasaannya hanya sebatas seorang teman pada Cia. Pengakuan yang dia ucapkan adalah sebuah kesalahan. Lima tahun dan itu semua hanyalah kesalahan??! Benar-benar buruk! Cia menampar pria itu dengan segenap kekuatannya yang menahan airmata saat itu. Setelah memastikan sudah mengakhiri hubungan sialan itu, gadis itu langsung pergi dan tidak lagi menghubungi Ronal.
“Cia udah gak punya perasaan apa-apa sama dia, Mi. Jangan dibahas,” katanya dengan suara rendah. Sang Mami kini hanya diam. Benar-benar tak lagi membahas soal Ronal. Cia jadi tidak enak, Mami pasti mengira sudah menyinggung perasaannya. Tidak, Cia tidak marah dengan sang Mami. Hanya saja, Cia tidak suka dengan pembahasan pembicaraan kali ini. “Maafin Cia, Mi,” Cia tidak ingin Mami merasa bersalah. “Cia ke kamar dulu, ya.” Gadis itu berdiri dari tempatnya duduk dan mulai beranjak menuju kamar. Sampai suara Papi membuat langkahnya terhenti.
“Cia, bulan depan Ronal menikah,” Papi menggantung ucapannya dan meneliti respons sang putri yang masih datar. “Membenci dan melupakan itu hal yang berbeda. Akan lebih baik jika melupakan tanpa harus memperbesar kebencian.”
Papi memang selalu punya cara sendiri untuk menyampaikan maksudnya. Cia diam dan hanya mengangguk pelan. Papi benar. Saat ini Cia sudah melupakan Ronal, tak ada lagi yang rasa tertinggal untuknya. Tapi kebencian, masih sangat memenuhi hati gadis cantik itu jika Ronal menjadi sebuah topik dalam pembicaraan.
“Melupakan dan pendamping baru hubungannya erat banget kok, Ci.”
Cia menghela. Membalas senyuman Mami yang mengembang setelah mengucapkan kalimat ajaibnya. Pendamping hidup. Baiklah! Itu akan menjadi masalah lain dalam hidup seorang Acacia Ivy.
***
“Mau pergi lagi, De?”
Langkah lebar yang sempat membuat barang-barang yang Declan bawa di tubuhnya bergerak menjadi terhenti karena suara itu. Dia mendekat ke arah sang Mama sedang membuatkan air hangat untuk Daddynya. “Selamat pagi, Mama sayang.” Dikecupnya pipi sang Mama dengan senyuman lebar.
Dengan delikan, Mamanya melihat ke arah jam dinding dan mendengus kuat. “Ini baru jam empat subuh, Declan. Azan subuh aja belum kedengeran.”
Declan merapatkan kedua bibirnya sambil tersenyum. Jika sang Mama sudah begini, dia tau bahwa apa yang dikerjakannya sudah salah. “Itu tapi Mama udah nyiapin air hangat buat Daddy. Lagian aku bisa solat subuh di kantor, Ma.”
“Ada aja alesannya. Daddy lagi gak enak badan, makanya Ibu buatin air hangat untuk di minum.”
Cengiran Declan berikan pada sang Mama. Dia tidak ingin membuat Mamanya harus marah-marah di hari yang masih terlalu pagi ini. “Aku punya banyak kerjaan lain setelah matahari muncul ke permukaan langit, Mama. Dan kerjaan kantorku masih banyak. Jadi ini cara satu-satunya biar semua bisa terselesaikan.”
“Kamu mending cari istri deh biar betah di rumah, De.”
Alis Declan menyatu sempurna. Ini sangat tiba-tiba dan random. Mamanya malah mengatakan sesuatu yang kini membuatnya ingin terkekeh. Namun ditahan karena Declan tidak mau mendapatkan pukulan keras sang Mama di pagi yang masih terlalu dini ini. Istri? Declan bahkan sudah dua tahun menjomblo setelah putus dengan pacar terakhirnya. Dan sekarang dia sedang tidak memikirkan soal pasangan.
“Mama ngaco’ pagi-pagi. Udah, ah. Aku pergi dulu, ya. Dah, Mama sayang.”
Segera Declan berlalu untuk menghindari ceramah lain dari sang Mama. Bisa-bisa Declan tidak akan menyelesaikan satupun dari pekerjaannya jika harus mendengarkan petuah mengenai pasangan dari Mamanya. Dan itu benar-benar menakutkan.
***