Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BREAKFAST CONVERSATION

Declan melihat sekilas ke arah kamar utama yang masih tertutup setelah keluar dari ruangan tidurnya. Cia pasti masih lelah dan belum bangun. Sebaiknya dia menyiapkan sarapan sebelum Cia bangun. Gadis itu mungkin saja kelaparan karena dari semalam tidak memakan apapun. Declan sudah bisa menebak jika Cia melakukan diet untuk tetap menjaga bentuk tubuhnya. Belum lagi gadis itu seorang model. Cia jelas tidak akan makan di atas jam tujuh malam.

Baiklah, Declan akan memaklumi itu. Dan sekarang dia akan membuatkan gadis itu sarapan yang sehat. Jika disandingkan, Cia dan Declan adalah tipe orang yang sama. Declan juga menjaga pola makannya karena tidak mau membuat tubuh yang selama ini dibentuk hancur sia-sia. Declan akan lebih memilih memakan dada ayam untuk dijadikan lauk bersama nasi dan sayuran sebagai pelengkap.

Declan sudah menyangka akan begini hari pertama menjadi suami Cia. Dia tau jika gadis itu bahkan sedang memikirkan cara untuk bercerai darinya. Mari jalani dan nikmati saja. Declan tidak ingin pusing dengan segala rencana drama yang ada di kepala Cia saat ini. Lihat, sampai sejauh apa gadis cantik itu akan bertindak.

Sudah bisa ditebak, jika pernikahan mereka menjadi headline news dibeberapa berita cetak pun online. Declan bahkan mendapatkan japri dari menejer Cia, subuh tadi, yang memberitahukan bahwa mereka diundang ke salah satu majalah untuk melakukan photoshot dan sedikit wawancara. Declan yakin tak bisa istirahat dengan baik bulan ini, karena akan terus mendapat tawaran kerja bersama sang istri. Tapi rasanya itu bagus. Dia jadi bisa selalu dekat dengan Cia.

Ah, memikirkannya saja sudah membuat Declan tersipu. Brengsek sekali sifat lembutmu itu, Declan!

***

Sementara Cia sedang menghembuskan napas kuat sesaat setelah membuka mata. Kamar yang cenderung monokrom ini benar-benar menjadi ruangan yang menyambutnya saat terbangun dari tidur.

Apa yang terjadi kemarin memang benar-benar kenyataan. Lalu apa yang dia harapkan? Membuka mata dan mendapat kejutan bahwa pesta meriah resepsi pernikahan kemarin hanyalah mimpi? Ayolah, Cia. Siapa yang membuat asap ini menyebar ke mana-mana setelah kamu sendiri yang menyalakan apinya? Kali ini, dia harus menerima semuanya dengan baik. Sambil terus memikirkan cara bagaimana membuat pernikahan ini cepat berakhir tanpa membuat para orang tua dari belah pihak merasa malu. Baiklah, Cia. Semangat!

Cia sudah membersihkan diri dan mengganti pakaian tidurnya dengan memakai baju santai untuk berangkat kerja. Setelah mendapat japri dari mbak Remi, Cia langsung bersiap untuk melakukan jadwal hari ini.

Mbak DoRemi: Hari ini ada jadwal pemotretan untuk kamu sendiri di studionya kak Guna. Habis itu ada undangan dari majalah Couple sama suamimu. Mbak kasih tau, kemungkinan kalian shoot bareng mungkin bakal padet minggu ini. Just ready for it.

Tercium aroma masakan saat gadis itu keluar dari kamar. Dengan naluri perutnya yang memang lapar, Cia langsung berjalan menuju dapur. Terlihat seseorang yang memakai kaos hitam berlengan pendek sedang asik melakukan sesuatu dengan celemek yang menutupi tubuh bagian depan. Cia menghentikan langkah karena tidak menyangka dengan apa yang dilihat saat ini. Declan sedang membuat masakan dengan sangat teliti di sana.

Cia terperanjat dan langsung menggaruk tengkuknya saat melihat Declan membalikkan tubuh dan menyadari keberadaannya. Pria itu hanya melirik sekilas, lalu menuangkan masakannya di atas mangkuk yang sudah tersedia di meja makan.

Apartemen Declan memang cukup besar, tapi tak punya banyak sekat. Dapurnya bahkan bisa dilihat dari ruang besar yang sepertinya tempat berkumpul karena ada satu set LCD untuk playstation. Seperti yang tadi aku sebutkan, apartemen pria itu bernuansa monokrom. Cia yang juga lebih menyukai ketenangan, sepertinya sangat cocok dengan warna yang tidak mencolok seperti ini. Lalu ada tirai besar yang ada di depan kamar utama. Cia tidak tau pasti ruangan apa itu, tapi mungkin itu juga kamar. Atau ruangan yang Declan pakai untuk tidur. Baiklah! Cia tidak peduli.

“Lagi dihukum?”

“Ha?” Cia langsung menoleh mendengar suara itu. Dilihat Declan yang dengan santai melepas celemeknya.

“Berdiri di pojokkan begitu kayak murid lagi dihukum,” ujarnya menunjuk ke arah Cia dengan dagu. “Sinian, sarapan. Gue udah masak sup rumput laut. Kayak makanan lo di Korea.” Declan menggerakkan tangannya agar Cia mendekat.

Declan langsung duduk dan lebih dulu meraih sendok untuk mencicipi masakannya sendiri. Ralat! Untuk menghilangkan gugup karena merasakan Cia sudah berdiri di samping kursi dan melihatnya dengan lekat. Ah, wangi alami dari tubuh gadis itu menyeruak segar dipenciuman. Sedang Cia sudah mengumpati dirinya sendiri di dalam hati. Jika tidak karena perutnya yang lapar, Cia tidak akan sudi berada di meja makan bersama Declan seperti ini. Ingat! Ini karena dia sedang lapar.

“Cobain,” suruh Declan menunjuk dengan sendok panjang di tangan. “Di Korea sup rumput laut biasanya buat merayakan sesuatu, kan? Anggep aja gue buatin ini ngerayain pernikahan kita,” sambung pria itu menutupi kegugupan dengan senyuman jahil.

Cia mendengus mendengar ucapannya. Tapi mengejutkan bahwa itu bukanlah dengusan kesal. Ada tawa kecil yang tertahan di sana. Cia bahkan tertegun sendiri dengan apa yang baru saja terjadi.

“Gak tau itu enak apa enggak. Soalnya gue baru belajar masak makanan Korea,” ujar pria itu meniup sup yang sudah ada di sendoknya. Terdengar suara Declan menyeruput kuah supnya.

Kini Cia pun mulai mencoba sup rumput buatan pria yang punya otot di setiap tubuhnya itu. Kejutan lain untuk Cia. Bagaimana bisa pria dengan tubuh kekar itu memasak makanan dengan sangat enak seperti ini? Cia bahkan bisa bilang bahwa masakan Declan sudah hampir menyerupai sup rumput yang sering dia makan di Korea waktu itu.

“Lo sering buat beginian?” tanya Cia akhirnya.

“Kan gue bilang pertama kali. Itu juga resep dari internet,” jawab pria itu kembali menyantap makanannya untuk menyembunyikan bibirnya yang berkedut hendak mencipta sunggingan. Sepertinya, masakan Declan kali ini cukup berhasil memberikan kesan baik pada Cia.

Cia mengerutkan dahi karena sedikit tidak percaya dengan pengakuan Declan. Benarkah orang yang baru pertama kali memasak suatu makanan bisa seenak ini? Bahkan hanya resep dari internet. Gadis itu bahkan tidak pernah masak seenak ini. Telur goreng buatannya saja pasti punya hiasan hitam dipinggirannya.

“Kenapa? Enak ya masakan gue?” tanya pria itu meliriknya dengan kerlingan mengejek. Cia menaikkan sudut atas bibirnya dengan wajah kesal. Pria itu malah terkekeh dengan lesung pipi di bawah matanya. “Gue suka masak aja sih. Di rumah, Mama plus Daddy sama dua sodara gue selalu suka gue masakin. Katanya enak. Gue juga jadi tertarik sama masak memasak. Ya udah, kayaknya itu bakat gue deh. Jadi masak apa aja enak gitu,” ceritanya dengan sesekali mengunyah makanan di dalam mulut.

Baiklah! Bagaimana Declan harus mengartikan tatapan Cia saat ini? Apa gadis itu sedang mendengarkannya? Atau malah memperhatikan banyak hal untuk melihat kelemahannya dan bisa dijadikan alasan untuk berpisah dari Declan? Atau Declan hanya terlalu banyak berpikir?

“Kita nikah terpaksa lho. Kenapa baik banget lo sama gue?” tanya Cia mulai mengubur segala keanehan yang terjadi padanya yang ternyata benar-benar menikmati cerita dari Declan barusan.

“Gak cinta bukan berarti harus membenci, kan? Jujur aja gue gak sesebel itu kok sama lo karena pernikahan ini, I. Gue cuma jalani apa yang ada di hadapan gue aja.”

Apa lagi sekarang? Setelah menikmati cerita dari pria itu, kini Cia membenarkan ucapannya? Pernikahan mereka memang terjadi karena sebuah kesalahan yang Cia buat sendiri. Tapi mereka adalah dua manusia yang tidak pernah mengenal ataupun bertemu satu sama lain sebelum kejadian itu terjadi.

Bagi Cia, Fashion show waktu itu menjadi event pertama yang membuatnya melihat pria itu. Declan hanya seorang model pria sama seperti yang lainnya. Dan Cia hanya tertarik karena Declan bersikap begitu ramah pada seorang Bude-Bude penjual nasi uduk. Tak lebih. Lalu pertemuan dipernikahan Ronal bukanlah rencana yang disengaja. Siapa yang mengira bahwa Declan juga berada di sana? Dan karena keegoisannyalah, mengakhiri mereka menjadi suami istri seperti sekarang.

Sedang bagi Declan, pernikahan ini sungguh sebuah kado yang sangat dinantinya. Cia yang tidak tau bahwa dia sempat melihat gadis itu di Korea tiga bulan lalu. Betapa Declan terpesona melihat model dari Indonesia yang tinggal cukup lama di negara penuh drama itu begitu bersinar di antara model lainnya. Kembali bertemu di warung nasi uduk dan sama-sama menjadi model di salah satu event, Declan langsung memutuskan mereka punya ikatan. Lalu pernikahan mantan kekasih gadis itu justru menjadi anugerah untuknya.

“Lo emang benci sama gue, I?” Declan tidak bisa menarik pertanyaan yang tiba-tiba saja terlontar. Baiklah! Biarkan pertanyaan ini mendapatkan jawaban.

Lihat, bagaimana wajah Cia menjadi kebingungan. “Ada untungnya gue benci sama lo emangnya?” Dia malah balik bertanya.

Entah kenapa Declan langsung tersenyum tak tertahan. “Tapi lo berniat buat pisah dari gue, kan?”

“Niatnya sih langsung mau ngajakin cerai.” Cia memang bukan gadis yang suka berbasa-basi. “Kenapa deh lo milih kata pisah daripada cerai?”

Declan merasa gadis itu ingin bermain-main dengannya. Dia memang tidak boleh terlalu cemas hanya karena gadis itu terus-terusan berpikir tentang perceraian, kan? Ini baru permulaan. Siapa yang tau jika suatu saat Cia malah menyukainya dengan amat?

“Suami yang ngomongin perceraian itu adalah mereka yang gak bertanggung jawab, Ivy. Dan kalo suami udah bilang cerai, rumah tangga udah gak utuh karena terhitung sebagai talak. Gue gak mau jadi suami durhaka, I.”

Cia cukup terkesan dengan jawaban Declan. Pria itu punya prinsip untuk hidupnya sendiri yang dipegang dengan segala keyakinan yang luar biasa. Cia tidak pernah bertemu dengan pria semacam Declan. Ah, lagipula, selama ini dia hanya pernah menjalani hubungan dengan Ronal.

“Jadi apa bedanya berpisah sama cerai?” Cia jelas ingin menguji sang suami. Sarapan menyenangkan karena banyak percakapan antara mereka.

“Berpisah itu gak harus bercerai. Bentar lagi juga kita pisah.” Cia mengerutkan dahi tak mengerti. Declan mengulum senyum karena gemas. “Yakan lo mau kerja duluan. Pisah jarak, deh. Entar deket lagi pas kita sama-sama photoshot di majalah Couple.”

Gadis itu mendengus kuat dengan wajah kesal tak dibuat-buat. Bola matanya bahkan sudah berputar malas. Declan tau Cia pasti ingin sekali memukulnya saat ini. Sayanya, mereka belum berada dikeadaan yang bisa dengan nyaman saling melakukan sentuhan.

“Garing. Males gue ngomong sama lo.” Diraih tas selempang kecil dan mulai beranjak dari tempatnya duduk. “Gue mau kerja. Thanks sarapannya.” Rambut panjangnya menari pelan saat gadis itu menghentakkan kaki. Sudut bibir Declan terangkat sesaat melirik ke arah mangkuk yang sudah kosong tak bersisa. Cia menyukai masakannya dan Declan patut berbangga karena itu. Tak sia-sia dia begadang melihat tutorial di youtube sampai subuh.

“Ivy.” Dia menoleh dengan wajah bertanya. “See you later,” sambung Declan melambaikan tangan dengan wajah dibuat menyebalkan.

Dan Declan jelas berhasil. Cia berdecak kesal sambil berkecak pinggang sekilas. Berbalik dengan cepat tanpa lagi menoleh. Lalu Declan? Jangan tanyakan seberapa lebarnya senyuman pria itu saat ini.

***

“Aduh, selamat ya penganten baru.”

“Gak ada libur nih buat menikmati masa pernikahan barunya?”

“Apa gak capek langsung kerja padahal baru malam pertama?”

“Anaknya pasti bagus. Papa Mamanya cantik sama ganteng begini.”

Masih banyak kalimat yang menyambut Cia sesaat setelah sampai di studio milik majalah Couple. Mbak Remi bahkan hanya bisa geleng-geleng dengan segala sambutan yang dia dapatkan. Qila juga sudah duluan kabur menuju ruang wardrobe yang akan dipakai dirinya dan juga Declan. Sedang Cia hanya bisa tersenyum tanpa menjawab setiap kalimat dari para karyawan majalah itu yang beberapa dari mereka sudah mengenalnya.

Cia sudah hampir kewalahan dan emosinya bahkan sudah akan meluap karena terus di serang dengan banyak pertanyaan sampai tidak bisa mengikuti Mbak Remi dan Qila.

“Hai, selamat siang.” Sampai suara itu terdengar dengan nada ceria.

Cia menoleh dan mendapati Declan tersenyum manis dengan membawa banyak kopi di tangannya. Jadi ini yang dilakukan pria itu sampai menolak datang bersamanya ke studio majalah ini?

“Bareng sama gue aja. Biar entar sekalian gue sama Mbak Remi ke kantor lo,” ujar Cia saat di jalan menuju majalah Couple.

“Gak usah. Gue masih ada urusan, I. Udah lo duluan aja.”

Huh! Harusnya dia cepat ke sini agar Cia tidak kebingungan sendiri menghadapi banyak perempuan gosip ini.

Declan membalas tatapan Cia dengan alis terangkat tak bersalah. Lalu kembali tersenyum pada banyaknya orang yang sekarang tengah mengerumuni istrinya. Setelah mendapat japri dari Mbak Remi, Declan yang saat itu masih memesan truk kopi pada Rescha, langsung beranjak untuk menyelamatkan sang istri.

Mbak Remi: Cepetan ke sini kalo kerjaan kamu udah selesai ya, De. Mbak takut istri kamu keluar tanduknya karena dapet banyak pertanyaan dari orang-orang di gedung ini

Pria itu sudah bisa menduga jika akan ada sambutan yang berlebihan dari para karyawan majalah ini saat mereka datang. Wajah Cia bahkan sudah merah menahan amarah. Menggemaskan! Rencananya untuk membeli kopi dan makanan ringan memang untuk mengalihkan perhatian yang diberikan terlampau meruah oleh para karyawan majalah ini pada mereka. Oleh sebab itu dia menolak ajakan sang istri untuk pergi bersama.

Beberapa bisikkan terdengar memuji ketampanan Declan. Tapi pria itu tak ambil acuh. Kepala Declan hanya memikirkan tentang bagaimana menenangkan Cia saat ini.

Pria itu tertawa renyah. “Saya bawakan kopi dan makanan untuk Mbak-Mbak semua.” Declan menyerahkan sepuluh kopi yang ada di tangannya kepada para karyawan majalah. “Makanannya silahkan di ambil langsung di bawah, ya,” sambungnya masih terus dengan senyuman.

“Mas De hayuk dong ikutan juga makan di bawah.”

“Biar bisa ngobrol banyak.”

“Iya, ayo ikutan, Mas De.”

Oh ya Tuhan. Cia sudah tidak sanggup dengan mulut rempong dan gaya genit dari para karyawan majalah ini. Cia langsung menoleh sesaat merasakan genggaman di tangannya. Dilihatnya pria yang sekarang masih tersenyum pada karyawan yang sedang curi-curi pandang ke arah jemari mereka yang terjalin.

“Saya udah pesen untuk makan di ruang wardrobe sama istri saya. Istri saya harus di make-up untuk pemotretan jadi mungkin tidak sempat untuk makan bersama. Silakan dinikmati makanan yang sudah saya pesan, ya.”

Terdengar nada kecewa dari para perempuan yang sebagian adalah ibu-ibu itu. Cia hanya bisa menghela napas lega karena akan keluar dari situasi tidak menyenangkan bersama para perempuan gosip itu.

“Ayo, sayang,” ajak pria itu menoleh ke arah Cia dengan senyuman lebar yang tidak bisa mengatakan apa pun selain mengangguk. Cia mengikuti langkah Declan menuju ruang wardrobe.

“Hebat banget akting lo, ya?” ujar Cia dengan suara lirih.

Dengusan pongah terdengar dari arah pria yang berjalan di sampingnya ini. “Gue cuma ngikutin permainan yang lo buat, I. Seengaknya gue harus profesional,” balasnya menoleh. “Lo hampir mau marah, kan?”

“Cuma hampir,” aku gadis itu. “Untung aja gak beneran. Sebel banget ditanyain banyak hal sama mereka. Kepo.”

Pria itu terkekeh. “Semua perbuatan punya konsekuensi. Dan ini jelas yang harus lo terima.”

Cia mendelikkan mata ke arah sang suami. “Lo nyukurin gue?”

Declan hanya mencebik dengan bahu yang menghendik sekilas. Ha! Harusnya Cia tidak terlalu percaya dengan sikap manis pria itu.

“By the way, genggaman tangan gue senyaman itu ya, I?” Cia menoleh dengan wajah bertanya. “Lo betah banget gitu,” sambungnya melirik ke arah tangan mereka yang ternyata masih terjalin.

Buru-buru Cia melepaskan genggaman itu. “Najis,” sungutnya langsung meninggalkan Declan yang tersenyum penuh kemenangan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel