PART 03
Sementara dua pria muda yang mengikutinya bertubuh tinggi, putih,dan memili face lebih mirip orang Korea. Rambut keduanya dicat warna pirang anjing. Jaket kulit hitam yang dikenakannya tetap tak mampu menyembunyikan otot kedua lengan mereka yang besar dan kokoh. Jadi keduanya mirip-mirip anggota mafia. Atau bisa jadi keduanya adalah sepasang body guard-nya laki-laki yang ber-tuxedo.
Saat laki-laki berpenampilan kaum jetset itu melangkah mendekati si wanita, Jasman langsung menduga mungkin ia adalah suami dari si wanita cantik itu. Atas dugaan itu, ia pun lantas kembali pada layar gawainya. Bang Emde Mallaow baru saja memosting sebuah cerpen. Ia selalu menyukai setiap postingan dari laki-laki yang masih satu daerah dengannya itu. Kebetulan juga Bang Emde Mallaow termasuk seniornya juga, karena beliau pernah kuliah di kampus yang sama juga dengannya.
Konsentrasi Jasman agak teralihkan oleh suara berat laki-laki di depannya terhadap di wanita muda yang didatanginya.
"Maaf, karena aku akhirnya menemukanmu juga, perempuan bodoh...!" Suara pria itu dingin, berat, tanpa tekanan, mengandung daya amarah dengan ekspresi wajah berang.
Jasman sebenarnya tak ambil peduli, karena toh sama sekali bukan urusannya. Bahkan ia berusaha untuk tidak mau mencuri dengar dengan ucapan laki-laki terhadap si perempuan. Namun karena jaraknya tak jauh, maka kata-kata laki-laki itu tetap jua tertangkap dengan baik oleh telinganya.
"Sampai ke ujung dunia pun kaupergi menghindar, aku akan tetap menemukanmu! Aku tidak akan pernah berhenti untuk mencari dan mendapatkanmu lagi. Kamu tidak akan pernah melepaskanmu! Karena itu, kamu tidak bisa pergi begitu saja dari kehidupan aku. Ingat itu!" Suara berat namun tegas di laki-laki mengisyaratkan bahwa si perempuan agar tidak lagi menghindarinya.
"Sudahlah Mas...!" jawab si wanita dengan suara halus dan pelan dan tetap tegas. "Melanjutkan hubungan kita tidak akan membawa kebaikan apa pun, selama orang-orang di sekitar Mas menolak mentah-mentah keberadaanku di samping Mas. Lagi pula, selama ini aku sama sekali tidak merasakan cintanya Mas terhadap aku. Jadi Mas, lupakan aku. Mas harus legowo dan membiarkan aku pergi dengan nyaman dari kehidupannya Mas buat selama-lamanya. Buang jauh-jauh egonya Mas. Sebab kapan pun, aku tak akan pernah kembali dalam kehidupan..."
"Tidak! Tidak bisa!" potong si pria dengan suaranya yang meninggi, membuat mata semua orang yang ada dalam kedai itu tertuju kepadanya.
Demikian juga Jasman. Ia memandang ke punggung si laki-laki itu, karena saat itu laki-laki itu sedang berdiri membelakanginya.
"Kamu jangan membuat kesabaranku hilang dengan keputusan sepihak mu. Kamu selalu menghindar untuk bertemu aku. Sekarang akan menemuimu di sini. Aku harap, kamu jangan membuatku kecewa dan marah. Jangan bersikap bodoh! Selama ini sudah memintamu baik-baik, kenapa kamu masih juga keras kepala?!"
"Sudah cukup Mas!" bentak si wanita. Terpancing juga emosinya jarupanya. "Selama ini aku sudah cukup bersabar bersama Mas. Namun jika batas perjanjian itu sudah berakhir, tentu aku pun sudah bebas untuk menentukan arah hidupku sendiri! Jadi, selama ini aku menghindar untuk bertemu lagi dengan Mas itu sudah tindakan yang wajar dan tepat. Seharusnya Mas paham, bahwa aku benar-benar sudah ingin pergi buat selamanya dari kehidupan Mas!"
"Baik!" ucap si pria, "Tapi ada beberapa hal penting yang harus kita bahas dan selesaikan. Setelah itu kamu boleh pergi pergi ke mana pun yang kamu mau, entah ke neraka sekalipun!"
"Ya monggo, Mas bicarakan saja sekarang!"
"Tidak! Kita harus bicarakan di tempat lain. Kamu harus ikut dengan kami!"
"Kami...?"
Belum sempat si wanita cantik menyelesaikan ucapannya, dua orang pria muda yang berdiri memeluk dada di belakangnya mendehem nyaris bersamaan lalu melangkah ke depan dengan sikap tenang dan santai. Keduanya memang tidak berbicara, namun sorot mata dan tampang tenang mereka seolah-olah memberi sinyal pada si wanita cantik bahwa mereka sangat berbahaya, sangat kejam dan tak berperikemanusiaan. Tampang-tampang pembunuh berdarah dingin.
Saat salah satu dari dua body guard itu berkata dengan pelan dan berat, "Ayolah Nyonya, ikut kami. Jangan membuat bos kami jadi hilang kesabarannya!"
Lalu body guard satunya lagi menambahkan, “Bos kami adalah orang yang sangat penyabar. Tapi kesabaran manusia tetap ada batasnya. Itu yang harus Nyonya waspadai.” Lalu mendekatkan pipinya di samping pipinya si wanita cantik dan berkata dengan suara pelan, “Kami mampu melenyapkan apa pun tanpa bekas, wuiisshh, seperti asap, jika bos kami menginginkannya. Karena itu...ayuk, ikutlah kami, Nyonya...!”
Si wanita dengan suara tinggi menolak: "Tidak! Saya tidak mau ikut kalian!"
"Pokoknya kamu harus ikut!" si laki-laki ber-tuxedo setengah membentak dan memaksa. "Aku peringatkan kamu sekali lagi, tolong jangan membuat kesabaranku menjadi benar-benar hilang! Aku bisa bertindak tanpa welas terhadap kamu di sini!"
"Kamu mesti gitu, Mas," ucap si wanita cantik yang dipanggil dengan sebutan Nyonya Muda itu. "Katanya Mas mencintai aku dan gak mau kehilangan aku, tapi kamu selalu menyakiti aku secara lahir dan batin! Aku ini manusia, Mas, bukan seonggok boneka seperti dulu sering Mas bilang! Jadi, apa pun yang akan Mas lakukan terhadap aku di sini, aku tetap tidak akan mengikuti Mas lagi! Titik!!"
Si pria menghela nafas panjang dan mengusap wajah gusarnya, lalu, "Mau ikut aku baik-baik tidak! Kalau tidak mau ikut secara baik-baik, terpaksa aku akan menyeretmu! Mau!"
"Mas bunuh aku pun aku tak akan ikut!" si wanita bersikeras menolak.
"Oh begitu ya? Baik!" Habis berucap demikian, laki-laki berjas tuxedo mencengkeram pergelangan tangan kanan si wanita dengan kuat dan hendak menyeretnya.
Si wanita sontak memberontak dan berteriak, “Laki-laki bajingan tak beradab!”Lalu dengan sebuah keberanian yang luar biasa ia menggigit tangan si pria kuat-kuat.
Mendapat gigitan yang kuat itu, membuat si pria ber-tuxedo berteriak nyaring dan melepaskan cengkeraman tangannya.
"Benar-benar perempuan iblis!" ucapnya geram. Bersamaan dengan itu ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan akan dilayangkan pada kepala atau pelipis si wanita. Si wanita menjerit keras sembari menunduk dan melindungi kepalanya dengan kedua tangan halusnya.
Namun saat tangan besar dan berbulu itu akan menghantam keras bagian kepala si wanita cantik dan menggegerkan otaknya, tiba-tiba satu tangan yang jauh lebih kekar mencengkeram tangan si pria ber-tuxedo dari arah belakang. Si pria ber-tuxedo merasakan tangannya seolah-olah terkena cengkeraman jemari tangan sebuah robot baja, sehingga ia benar-benar nyaris tak mampu menggerakkan tangannya.
Saat ia menoleh, satu wajah seorang pria nyaris menempel dengan wajahnya, tersenyum sinis, dan melototinya dengan tajam, sembari menyindir, “ Hei, dengar, Tuan Arogan! Seorang waria pun tidak akan mau menzalimi seorang wanita yang lemah, lebih-lebih di muka umum seperti ini!"
Lalu tanpa mampu dielakkan oleh pria ber-tuxedo, satu gumpalan besar ludah si pemuda bertengger di wajahnya.
Si Tuan Arogan pun langsung mengatupkan kedua matanya rapat-rapat. Amarahnya langsung membakar rongga dadanya akibat mendapat perlakuan dan hinaan yang demikian rupa itu dari seorang pemuda asing itu. Dengan kasar ia melepaskan pergelangan tangannya dari cengkeraman sang pemuda asing, yang tak lain adalah Jasman, dengan sebuah sentakan keras, bahkan berkali-kali. Namun cengkeraman tangan si pemuda tetap kuat pada pergelangan tangannya. Maka sadarlah si Tuan Arogan, bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang pemuda berilmu sangat tinggi.
Ketika Jasman melepaskan cengkeraman tangannya, si Tuan Arogan, langsung mengusap air ludah yang menempel di wajahnya, sebelum berkata, "You ini siapa, berani ikut campur urusan saya! Kurang ajar sekali! He, mau sok jadi pahlawan kesiangan, ya!?"
