Calon Suami
Sam mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit. Malam ini, Sam akan menyampaikan keinginannya kepada Wulan dan menjelaskan semuanya. Semoga saja Wulan bersedia menjadi istrinya.
“Selamat malam, Pak Mulyadi,” ucap Sam begitu kakinya memasuki ruangan rawat Keyza.
“Selamat malam, Pak. Terima kasih banyak, Pak!” ucap Pak Mulyadi karena dia tau bahwa Sam yang telah membayar biaya operasi Keyza.
“Sama-sama, Pak,” jawab Sam sambil berjalan menuju Keyza yang terbaring lemah.
“Hai, Key. Kenalin nama aku Samuel. Panggil Kakak juga boleh,” ucap Sam memperkenalkan dirinya.
“Baiklah, Kak Sam,” ucap Keyza dengan senyuman.
“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Sam dengan penuh perhatian.
“Sudah lumayan, Kak. Terima kasih,” jawab Keyza dengan seulas senyuman tipis di bibirnya.
Wulan yang berada di samping Keyza cuma diam saja mendengar interaksi Sam dan adiknya. Wulan sangat malas berbicara dengan Sam karena mengingat percakapan mereka siang tadi.
“Syukurlah kalau begitu. Semangat untuk sembuh ya, Key,” ucap Sam sambil tersenyum.
“Makasih Kak. Kakak baik banget,” puji Keyza yang membuat Wulan langsung mendelik ke arah lain. Menurutnya ucapan Keyza terlalu berlebihan menilai Sam. Padahal mereka saling tidak mengenal sebelumnya.
“Kamu harus semangat untuk sembuh. Karena semangat jauh lebih hebat dari obat Dokter.” Sam menambahkan ucapannya.
“Kakak keluar bentar, Dek,” ucap Wulan sambil turun dari kasur Keyza. Wulan bergerak dengan cepat seraya melangkah menuju pintu ruangan.
“Mau kemana?” tanya Sam sambil berjalan menyusul Wulan.
“Terserah saya dong, mau kemana. Bukan urusan Bapak!” ucap Wulan ketus.
“Baiklah kalau begitu. Minggu depan kita menikah. Dan semua tentang kamu akan menjadi urusan saya,” balas Sam dengan nada yang tidak kalah keras.
“Bapak kenapa, sih? Dari siang ngomong itu terus. Tidak bosan apa? Lama-lama kuping saya bakalan budek mendengarnya,” ucap Wulan kasar sambil duduk di kursi yang ada di taman depan Rumah Sakit.
Wulan menghembuskan napasnya dengan kasar. Pikirannya sudah kacau memikirkan biaya untuk Keyza, ditambah lagi dengan memikirkan semua ucapan Sam yang tidak masuk akal.
Wulan memejamkan matanya dengan pelan. Dia berusaha untuk menenangkan hatinya agar tidak menyinggung Sam.
“Mengapa harus bosan. Kan sebentar lagi kita bakalan menikah,” bisik Sam di telinga Wulan.
“Sekali lagi saya katakan. Saya tidak mau menikah dengan Bapak! Paham, kan artinya?” Emosi Wulan memuncak mendengar ucapan Sam. Dia menatap Sam dengan bola mata yang melebar. Rasanya dia ingin memblender pria itu sekarang juga.
“Kita lihat saja nantinya, siapa yang bakalan menang,” jawab Sam dengan tersenyum tipis.
“Baru kenal sudah ngajak menikah. Bapak pikir gampang apa?” ucap Wulan melihat kepada Sam.
“Semuanya bakalan menjadi gampang jika kamu tidak mempersulit keadaan. Tinggal ikuti aku saja, beres kan?” Sam melihat kearah Wulan yang pikirannya entah berada di mana.
Wulan meminta izin kepada Bapaknya untuk pulang sebentar menjemput barang-barang yang dibutuhkan. Wulan pulang sendirian saja karena saat Sam ingin menawarkan untuk mengantarkannya, Wulan malah tambah marah.
“Baiklah. Hati-hati dijalan. Ini sudah malam,” ucap Sam saat Wulan menolak untuk diantar
“Tidak usah sok perhatian. Dasar modus!” ketus Wulan tanpa melihat wajah Sam.
“Ya sudah. Silakan pulang. Lama-lama dirumahnya. Biar aku bisa bebas sama Bapak untuk membicarakan pernikahan kita,” tegas Sam sambil tertawa melihat reaksi Wulan..
“Coba saja kalau kamu berani. Bakalan saya gigit,” ucap Wulan yang membuat Sam bergidik ngeri melihat ekspresi wajah Wulan dengan giginya yang merapat. Bola mata gadis itu juga menatapnya dengan lebar.
“Jangan sekarang dong. Ntar aja kalau sudah nikah gigit gigitnya,” ucap Sam sambil tertawa karena Wulan melemparnya dengan botol air mineral yang dipegang gadis itu.
“Dasar orang sinting,” umpat Wulan sambil berjalan menjauh dari Sam.
Setelah kepergian Wulan, Sam menyampaikan semua maksud dan rencananya untuk melamar Wulan. Pak Mulyadi akan setuju jika Wulan juga setuju untuk dinikahkan. Pak Mulyadi tidak bisa memaksa anaknya, karena mengingat Wulan yang baru tamat SMA.
Berarti satu langkah Sam sudah aman. Yang penting restu orang tuanya sudah diperoleh. Selanjutnya tinggal menjinakkan macan betinanya lagi. Sam akan melakukan berbagai cara untuk meluluhkan Wulan.
Keesokan harinya dirumah sakit.
Pagi ini, Wulan sudah bersiap dengan pakaian putih abu abunya. Pakaian seragam yang sudah lebih dari dua bulan lamanya menghuni gantungan di dalam lemari. Hari ini merupakan hari terakhirnya memakai pakaian seragam Sekolah.
“Mau kemana, Lan,” ucap Sam yang baru muncul di pintu ruangan perawatan Keyza.
“Mau ke mall,” ucap Wulan ketus. “Sudah jelas pakai seragam Sekolah, masih bertanya mau ke mana.”
“Beneran, boleh ikut?” ucap Sam sambil tertawa karena tau kalau Wulan sedang marah padanya.
“Terserah Bapak saja. Jangan mengganggu saya. Saya pusing ngomong dengan Bapak. Ingat ya, ini masih pagi dan saya tidak mau bertengkar dengan Bapak,” ucap Wulan.
Setelah berpamitan dengan orang tuanya, Wulan pun pergi meninggalkan rumah sakit untuk mengambil ijazah di sekolah.
Wulan duduk di halte bus yang ada didepan rumah sakit, sambil memainkan hapenya tanpa melihat sekelilingnya. Sebuah mobil sedan mewah melintas di depannya sambil mengklakson klakson. Wulan acuh saja tanpa melihat sedikitpun. Karena mobil tersebut tidak kunjung berjalan, Wulan pun memandang ke sekelilingnya, ternyata dari tadi tidak ada orang lain di halte ini selain dirinya sendiri.
Wulan melihat ke arah mobil tersebut dengan alis terangkat. Melihat Wulan yang memperhatikannya dengan kening berkerut, Sam menurunkan kaca mobilnya. Seketika membuat Wulan sangat terkejut.
“Naiklah,” ucap Sam dengan suara lembut sambil menurunkan kaca mobilnya.
“Tidak usah repot-repot jika ada maunya,” jawab Wulan jutek.
“Maunya cuma satu kok,” ujar Sam sambil tertawa.
Melihat Wulan yang tidak bergerak dari tempat duduknya, Sam turun dari mobilnya.
“Cepatlah, ntar kamu telat,” ucap Sam.
“Jangan sok sibuk mengurus saya, Pak,” dengus Wulan.
“Jangan mencari masalah. Cepatlah!” desak Sam.
“Saya tidak mau!” jawab Wulan dengan nada keras.
“Jalan atau saya gendong?” ucap Sam yang sudah kehabisan akal untuk merangkai kata-kata.
Mendengar ucapan Sam yang tidak main-main, spontan saja Wulan langsung berdiri dan berjalan menuju mobil dengan cepat. Tingkah lucu Wulan tersebut malah membuat Sam tertawa.
‘Dasar perempuan aneh,’ batin Sam sambil menjalankan mobilnya kembali.
Sepanjang perjalanan, Wulan hanya diam. Tidak ada terdengar percakapan diantara mereka berdua. Sam juga fokus menatap jalanan yang mereka lewati.
“Saya sudah sampaikan kepada Bapak. Bapak menerima lamaranku. Jadi, sekarang ngomong baik-baik sama aku, karena aku adalah calon suamimu. Dua minggu lagi kita bakalan menikah!”
Wulan menoleh ke arah Sam dengan wajah yang terkejut. Mulutnya terbuka lebar hendak mengucapkan sesuatu.
“Calon suami? Saya nggak mau menikah dengan Bapak!” tegas Wulan dengan wajah kesal.
Sam menghentikan mobilnya di taman yang berada menjelang sekolah Wulan karena mendengar ucapan Wulan barusan.
“Ayo turun,” ucap Sam sambil menarik tangan Wulan.
“Saya mau ke sekolah, Pak. Mengapa turun di sini?” tanya Wulan yang terpaksa mengikuti langkah kaki Sam karena tangannya di pegang dengan kuat oleh pria itu.
“Kita harus bicara sekarang. Setelah selesai, baru ke sekolah!” tegas Sam sambil duduk di bangku yang tersedia di pinggir taman. Wulan hanya diam membisu mendengar ucapan Sam.
“Bapak sudah menerima lamaranku. Berarti sebentar lagi kita akan menikah secara resmi. Setelah pernikahan nanti, semua keinginan kamu akan saya penuhi. Kamu mau kuliah, kan?” ucap Sam sambil menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
“Saya akan membiayai semua biaya kuliah kamu sampai kamu tamat nantinya. Selain biaya kuliah, saya akan bertanggung jawab dengan semua kebutuhan kamu yang lainnya. Termasuk, biaya keluarga kamu yang disini. Semua fasilitas akan aku berikan nantinya.” Sam menyudahi penjelasannya dan melihat ke arah Wulan yang sepertinya biasa-biasa saja.
“Sudah lah, Pak. Saya capek dengar Bapak ngomong,” ucap Wulan. Sam malah dibuat melongo mendengar jawaban Wulan.
Sam menatap Wulan dengan terkejut. Dia tidak percaya dengan kalimat yang diucapkan oleh gadis yang duduk disampingnya itu. Padahal Sam tidak main-main dengan tawarannya.
“Kamu tidak mau dengan semua penawaran saya?” ucap Sam karena melihat Wulan yang diam tanpa kata. Gadis itu hanya mengangkat kedua bahunya dengan lesu.
“Kamu bisa kuliah dan tidak harus capek kerja ngumpulin uang buat bayar kuliah jika kamu mau menikah dengan saya,” bujuk Sam dengan suara lembut.
“Saya belum berpikiran untuk menikah, Pak. Ijazah saja belum diterima, buru-buru mau memikirkan menikah. Apa kata orang tua saya nantinya. Mereka sudah susah mencari uang sekolah saya selama ini, Pak!” jelas Wulan.
“Apa salahnya dengan menikah, Lan? Toh pada akhirnya kamu juga akan menikah bukan? Justru menikah denganku maka kamu akan bisa membahagiakan orang tuamu. Karena aku akan menuruti semua keinginanmu, Wulan. Ayolah dipertimbangkan terlebih dahulu,” rayu Sam dengan wajah memelas.
Sam terus membujuk Wulan dengan tenang hingga akhirnya gadis itu bersedia menikah dengannya. Sam tidak bisa melukiskan kebahagiaannya dengan kata-kata.
Setelah pembicaraan mereka selesai, maka Sam mengantarkan Wulan ke sekolahnya. Sam menghentikan mobilnya saat telah memasuki gerbang sekolah Wulan. Begitu mobil berhenti, Wulan segera turun dengan cepat.