Pustaka
Bahasa Indonesia

Istri yang Tidak Diinginkan

129.0K · Tamat
Sakura
125
Bab
3.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Wulan berkali kali menahan kesedihannya karena Ragel Samuel adalah sesuatu yang menyakitkan untuk dia miliki. Wulan melewati hari harinya dengan tawa meskipun menyimpan luka yang perih karena setiap harinya dia harus menonton kemesraan sang suami dengan kekasihnya. Hingga akhirnya Wulan bertemu dengan Devan yang benar benar bisa membuatnya tertawa dan melupakan kesedihannya. Bagaimana hubungan Sam dengan Wulan selanjutnya? Hal apa yang akan dilakukan oleh Sam saat mengetahui Devan yang jatuh cinta dengan Wulan?

RomansaPresdirBillionaireLove after MarriagePerceraianKawin KontrakPernikahanSweet

Ayo Kita Menikah!

Samuel memegangi kepalanya yang terasa berdenyut karena memikirkan perjanjian yang dicetuskan oleh orang tuanya minggu lalu. Masih terngiang dengan jelas semua perkataan orang tuanya di telinga Samuel.

“Sam, duduklah dahulu. Ada yang mau Ayah sampaikan,” ucap Iqbal Rinaldi yang biasa dipanggil Iqbal. Iqbal Rinaldi merupakan ayah dari Samuel.

Sam menuruti kata ayahnya dengan patuh. Sam langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi yang berada diruang keluarga tersebut tanpa prasangka apapun.

“Bulan depan kamu sudah harus menikah!” ujar Iqbal dengan wajah yang sangat serius.

“Menikah?” Seakan tidak yakin dengan pendengarannya, Sam mengulang perkataan ayahnya barusan yang terasa laksana bom yang meledak di jantungnya.

“Kamu bebas mencari wanita lain yang akan kamu jadikan istri, selain Jedar tentunya,” ujar sang ayah dengan pandangan mata yang menatap putranya lekat.

Mendengar ucapan ayahnya membuat kepala Sam menggelegar seakan mengeluarkan asap. Tetapi, Sam tetap berusaha untuk duduk setenang mungkin karena penjelasan Ayah tidak hanya sampai disitu.

“Apa maksud Ayah? Bukankah Ayah sangat mengetahui jika aku mencintai Jedar? Dan hal itu tidak dari kemarin, Yah. Akan tetapi sudah semenjak lima tahun yang lalu. Aku hanya ingin menikah dengannya,” jawab Sam dengan nada tinggi.

“Baiklah. Ayah tidak mau ribut denganmu karena berdebat denganmu tidak akan ada gunanya. Jika kamu memilih Jedar sebagai istri maka semua fasilitas kamu akan Ayah tarik!” jawab ayah tak kalah tinggi dari suara Samuel tadi. Dia menatap Sam dengan bola mata yang melebar seakan sedang membuktikan bahwa ucapannya tidak main-main.

Setelah mengatakan pernyataan barusan, sang Ayah langsung menghubungi asisten pribadinya yang bernama Ilhamdi.

“Bekukan semua fasilitas Samuel sekarang!” ucap Iqbal saat sambungan telepon sudah dijawab oleh seseorang di seberang sana.

“Baik, Tuan!”

Mendengar kata kata fasilitasnya akan ditarik oleh sang Ayah, seketika membuat kepala Samuel berdenyut nyeri. Mau jadi apa dia jika semua fasilitasnya ditarik oleh Ayah.

Tidak akan ada lagi yang mau dekat dengannya, apalagi Jedar pasti akan menghilang bak ditelan bumi melihat kehidupan Sam yang tanpa fasilitas mewah.

“Tunggu Ayah. Apa tidak ada penawaran yang lainnya?” tanya Samuel memotong pembicaran Iqbal dengan Ilhamdi.

“Silakan ajukan penawaran asalkan tidak termasuk Jedar didalamnya!” tegas Iqbal dengan sorot mata setajam belati seakan ingin membunuh Sam saat itu juga.

“Tetapi, apa tidak terlalu singkat waktunya?” tanya Sam dengan nada yang sudah mulai turun karena melawan ucapan Ayah sangat tidak akan mungkin bisa menang. Mengingat bahwa saat ini semua kendali ada pada Ayahnya.

Katakanlah bahwa kartu mati Sam berada ditangan sang Ayah. Sam tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika semua fasilitas yang dinikmatinya sekarang ditarik oleh Ayah. Bisa bisa dia akan menjadi gembel diluar sana.

“Tidak. Waktu satu bulan tersebut sudah sangat lama, mengingat kamu yang bebas memilih wanita yang akan menjadi pendampingmu!” tegas Ayah sambil memandang Sam lekat.

“Bagaimana jika tiga bulan, Yah?” tanya Sam kembali, karena Sam belum memiliki wanita yang akan dijadikannya istri.

“Baiklah, kalau begitu waktunya dikurangi menjadi tiga minggu saja,” jawab Ayah tanpa berpikir panjang.

“Jangan Ayah. Satu bulan saja,” jawab Sam cepat. Secepat kilat yang menyambar kepalanya karena mendengar perkataan Ayahnya.

“Bagus,” jawab Iqbal sambil tersenyum puas.

‘Akhirnya kamu masuk kedalam perangkapku, Sam,’ ucap Ayah didalam hatinya.

Setelah sekian lama memikirkan bagaimana caranya agar Jedar bisa lepas dari Sam, akhirnya orang tua Sam mendapatkan cara ini. Meskipun mereka tidak mengetahui wanita seperti apa yang akan menjadi pendamping anaknya, karena semua diserahkan kepada Sam.

Drett!

Ponsel Sam yang berada di atas meja bergetar. Getar ponsel tersebut seakan mengembalikan nyawa Samuel yang telah melayang jauh dari tadi.

Pak Mulyadi : Maaf, Pak! Hari ini saya tidak bisa masuk bekerja, karena anak saya sedang dirawat di rumah sakit dari semalam

Samuel : Baik, Pak

Mobil yang dikemudikan oleh Sam memasuki pelataran parkir Rumah Sakit. Sam bergegas menuju Resepsionis untuk menanyakan keberadaan anak Pak Mulyadi.

Setelah mendapatkan informasi dari reseptionis, Sam berjalan menuju ruang rawat Dahlia. Ruang rawat Dahlia merupakan ruang inap untuk pasien yang menderita penyakit dalam.

“Bagaimana keadaannya, Pak?” tanya Sam setelah melihat keadaan Keyza.

“Masih belum siuman dari semalam, Pak,” jawab Pak Mulyadi dengan raut wajah yang sangat sedih.

Setelah menjawab pertanyaan Sam, Pak Mulyadi di panggil perawat. Pak Mulyadi mengikuti langkah kaki perawat yang menuju ke ruangan Dokter yang menangani Keyza.

“Silakan duduk, Pak!” ucap Dokter Alvin dengan sangat ramah dan wajah yang dihiasi senyuman.

“Terima kasih, Pak!” jawab Pak Mulyadi sambil mendudukkan diri di kursi yang berada di depan meja Dokter Alvin.

“Keadaan Keyza sudah sangat kritis, Pak! Jalan satu satunya yaitunya melalui operasi. Jika tidak di operasi, takutnya penyakitnya akan menggerogoti bagian tubuh yang lainnya.” Dokter Alvin menjelaskan keadaan Keyza yang tidak kunjung siuman dari semalam.

“Tetapi, Pak….” ucapan Pak Mulyadi menggantung diudara karena kepalanya sedang memikirkan uang dari mana untuk biaya operasi yang tidak sedikit.

Pak Mulyadi berjalan gontai menyusuri lorong rumah sakit. Otaknya berputar putar dengan sangat hebat memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan biaya operasi yang tidak sedikit.

“Bagaimana, Pak?” tanya Devita istri Pak Mulyadi.

“Kata dokter, mungkin sebentar lagi Key akan sadar,” ucap Pak Mulyadi berbohong. Tidak tega rasanya untuk menyampaikan apa yang dikatakan Dokter. Pak Mulyadi akan memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi Keyza.

“Bisa kita bicara sebentar, Pak?” ucap Sam sambil berjalan menjauh dari ruangan tersebut.

“Apa yang disampaikan dokter, Pak?” tanya Sam begitu mereka sampai di tempat yang agak jauh dari ruangan Keyza dirawat.

“Jalan satu satunya cuma melalui operasi, Pak,” jawab Pak Mulyadi dengan wajah tertunduk.

“Trus mengapa tidak dioperasi sekarang?” tanya Sam dengan kening berkerut.

“Biayanya belum ada, Pak. Operasinya baru bisa dilakukan jika sudah melunasi biayanya.” Pak Mulyadi menjelaskan dengan suara bergetar menahan himpitan beban berat di dadanya.

Begitu mendengar penjelasan Pak Mulyadi, Sam bergegas menemui dokter. Setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawat Keyza, Sam menuju bagian Administrasi untuk melunasi biaya operasi Keyza. Setelah Sam membayar semua tagihan biayanya, dokter pun memasuki ruangan rawat Keyza.

“Operasi harus dilakukan sekarang juga, Pak!” ucap dokter Alvin kepada Pak Mulyadi. Mendengar kata operasi membuat istri Pak Mulyadi langsung terisak karena memikirkan biaya yang besar dan juga keadaan anaknya.

“Kami belum mempunyai uang untuk melunasi biayanya.” Suara Pak Mulyadi tercekat di tenggorokannya.

“Sekarang di operasi dahulu. Untuk biayanya bisa Bapak pikirkan nanti setelah operasi selesai,” sahut dokter Alvin sambil memberikan perintah kepada perawat untuk mendorong hospital bed Keyza.

Begitu sampai di ruangan operasi, perawat langsung menutup pintunya dan Pak Mulyadi beserta istrinya duduk di kursi tunggu pasien yang ada di depan ruangan operasi tersebut.

“Bagaimana keadaan Key, Pak?” tanya Wulan dengan napas yang masih ngos ngosan karena berlari dari depan rumah sakit.

Wulan merupakan anak tertua Pak Mulyadi yang baru bulan lalu menyelesaikan masa putih abu abunya. Sambil menunggu ijazah keluar, Wulan bekerja di sebuah restoran di desa tetangga. Wulan tidak mengetahui keadaan adiknya jika tidak di hubungi oleh Ibuk.

“Sedang di operasi Dokter di dalam, Nak,” jawab Pak Mulyadi.

“Mudah-mudahan Key segera sembuh, Pak. Kita cuma bisa berdoa, semoga dilancarkan,” ucap Wulan sambil menggosok gosok punggung Bapaknya seakan memberikan kekuatan.

“Iya, Nak,” jawab bapak dengan senyum yang dipaksakan.

“Biayanya belum tau dari mana, Lan,” ucap Ibuk dengan suara terisak.

“Sekarang jangan pikirkan biayanya. Kita tunggu saja bagaimana operasinya. Setelah itu, baru kita pikirkan biayanya, Buk,” ucap Wulan dengan senyuman hangatnya.

“Sekarang yang terpenting adalah kesehatan Keyza, Pak,” ucap Wulan dengan suara yang sangat tenang.

Sam yang baru datang langsung bergabung dengan keluarga Pak Mulyadi. Keningnya berkerut menoleh ke arah Wulan.

“Silakan dimakan, Pak,” ucap Sam sambil memberikan dua buah kantong plastik yang berisi nasi, aneka buah dan juga minuman untuk keluarga Pak Mulyadi.

Sam sangat yakin bahwa Pak Mulyadi dan juga istrinya belum makan dari kemarin. Makanya, selesai melunasi biaya operasi tadi, Sam mencari makanan keluar.

“Terima kasih banyak, Pak. Maaf sudah merepotkan!” ucap Pak Mulyadi dengan rasa berat.

“Sama-sama, Pak,” ucap Sam sambil duduk disebelah Wulan.

“Bapak sama Ibuk ke ruangan dahulu, Nak,” ucap Ibuk kepada Wulan.

“Baik, Buk. Biar Wulan yang nungguin Keyza di sini,” jawab Wulan dengan cepat.

“Kamu sudah makan?” tanya Bapak.

“Sudah, Pak. Tadi sudah makan sebelum berangkat kesini.”

“Saya kesana dahulu, Pak. Ini kakaknya Keyza, namanya Wulan,” ucap Pak Mulyadi sambil memperkenalkan putrinya kepada Sam.

Setelah Pak Mulyadi menghilang di lorong rumah sakit, Sam menoleh kearah gadis yang duduk disampingnya.

“Kamu masih sekolah?” tanya Sam.

“Dalam statusnya iya, tetapi dalam prakteknya tidak,” ucap Wulan tanpa menoleh kepada Sam.

“Maksudnya?” Sam merasa aneh dengan jawaban yang diberikan Wulan. Keningnya berkerut tajam menatap ke arah Wulan.

‘Pakai kata status dan praktik segala. Emangnya rumah bersalin apa?’ Pikir Sam sendirian.

“Maksudnya adalah dalam statusnya saya masih pelajar Kelas XII SMA karena ijazah masih belum keluar. Paham?” jelas Wulan dengan nada yang tidak bersahabat sama sekali.

“Ooo begitu rupanya, bilang dong dari tadi,” ucap Sam cuek tanpa memikirkan nada yang tidak bersahabat dari mulut Wulan. Hatinya terasa ada yang menggelitik saat mendengar jawaban judes dari bibir gadis itu.

“Dasar aneh,” bisik Wulan sendirian.

“Kamu baru sampai di sini?” tanya Sam sambil memperhatikan Wulan. Dari segi wajah Wulan terlihat sangat cantik dan terkesan natural tanpa polesan make-up diwajahnya.

“Iya, Pak. Baru dapat kabar dari Ibuk tadi pagi, makanya langsung kesini,” jelas Wulan dengan suara yang tidak sekeras tadi.

“Emangnya kemarin kamu di mana?” tanya Sam yang mulai tertarik untuk mengobrol dengan Wulan.

“Aku bekerja di Restoran yang berada di Desa sebelah. Daripada diam dirumah, kan lumayan bisa bekerja selagi nunggu ijazah keluar,” jelas Wulan dengan seulas senyuman manis di bibirnya.

“Kapan ijazahnya keluar?” tanya Sam lebih lanjut.

“Besok mungkin sudah bisa diambil.”

“Apalagi rencana setelah itu?” ucap Sam penasaran.

“Belum tau. Mungkin mencari pekerjaan agar bisa menabung, karena aku ingin kuliah nantinya,” ucap Wulan sambil memperhatikan Sam yang juga melihat ke arahnya.

“Kalau mau kuliah mengapa kerja?” tanya Sam penasaran karena Sam tidak mengerti dengan jawaban yang dilontarkan Wulan.

“Trus kalau tidak kerja, uang dari mana untuk kuliah?” bukannya memberikan jawaban, Wulan malah balik bertanya kepada Sam dengan nada yang terdengar kesal.

“Dari saya! Ayo kita menikah,” kata kata itu keluar begitu saja dari mulut Sam tanpa keraguan sedikitpun.