Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sebuah Harapan

Bola mata Wulan hampir saja keluar dari tempatnya saat mendengar perkataan Sam barusan. Baru pertama kali bertemu sudah mengajaknya menikah.

“Bapak sehat kan?” tanya Wulan sambil menempelkan tangannya ke kening Sam.

“Emangnya mengapa? Orang sehat gini ditanyain. Kalau saya tidak sehat, pasti saya sudah menghuni salah satu ruangan di rumah sakit ini,” cetus Sam dengan kesal.

“Bapak mimpi apa semalam. Kok jadi ngigau gini,” sela Wulan dengan raut wajah yang sulit diartikan.

“Saya serius!” tegas Sam sambil memandang iris cokelat milik Wulan lekat untuk meyakinkan gadis tersebut jika dia tidak bercanda.

Saat sedang bercerita dengan Wulan tadi, Sam teringat tentang perjanjiannya dengan sang Ayah. Sam mendapatkan ide untuk menjadikan Wulan sebagai istrinya. Wulan melihat kepada Sam karena merasa aneh dengan ucapan pria tersebut.

“Saya tidak mau dengan Bapak,” ucap Wulan tegas.

“Mengapa?” tanya Sam dengan nada terkejut dan penasaran. Biasanya para wanita akan bersorak saat didekatinya. Ini tidak hanya didekati, bahkan diajak menikah malah menolak dirinya dengan terang terangan dan tanpa pikir panjang terlebih dahulu.

“Karena saya belum memikirkan hal itu. Saat ini yang ada di kepala saya bagaimana bisa mendapatkan uang untuk keperluan keluarga dan untuk biaya kuliah nantinya. Bapak jangan nanya yang macam-macam lagi. Saya pusing mendengar Bapak ngomong,” cerewet Wulan keluar dari mulutnya.

“Justru karena itulah, makanya saya menawarkan kepada kamu untuk mau menjadi istri saya. Saya jamin semua keinginan kamu bakal terpenuhi.”

Sam menghela napasnya dengan panjang dan menghembuskannya secara perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. Dia menatap Wulan lekat untuk meyakinkan gadis itu bahwa dia tidak bercanda.

“Kamu tidak perlu capek kerja untuk mencari biaya kuliah. Kamu cukup turuti kemauan saya, maka semua keinginan kamu bakal saya wujudkan menjadi nyata,” jelas Sam panjang lebar.

“Bapak yakin?” Wulan melirik ke arah Sam dengan heran.

Mereka baru pertama kali bertemu, tetapi sudah membahas masalah pernikahan. Jangankan saling mencintai, saling mengenal saja baru beberapa menit yang lalu. Bagaimana mungkin mereka akan menikah?

“Saya serius. Saya akan mengabulkan semua permintaan kamu, dengan syarat kamu mau menjadi istri saya,” ucap Sam mengulangi perkataannya untuk meyakinkan Wulan.

“Istri yang keberapa?” tanya Wulan lagi.

“Kamu maunya jadi istri yang keberapa? Yang pertama lah, kamu kira saya ini duda?” ucap Sam jengkel karena dari tadi menjelaskan tidak ada hasilnya.

‘Ini anak benar benar keterlaluan. Sepertinya stok jawabannya selalu ada saja.’ Sam membatin sendirian. Dia mulai kesal dengan jawaban Wulan yang tetap menolaknya.

“Bapak pikir menikah itu gampang? Kita tidak saling mengenal lho. Apalagi saling mencintai,” sungut Wulan dengan alis mata yang naik ke atas.

“Itu masalah gampang. Cinta bisa hadir setelah kita bersama.” Sam tetap dengan pendiriannya.

Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat karena mereka yang berdebat dari tadi. Sudah dua jam lamanya mereka duduk dan berdebat di kursi yang ada di depan ruangan operasi Keyza.

Wulan segera berdiri dan berjalan menuju ruangan operasi saat perawat membuka pintu ruangan operasi tersebut.

“Bagaimana keadaan Key, Dok?” tanya Wulan kepada dokter Alvin seraya mensejajarkan langkah kakinya dengan sang Dokter.

“Ikut saya ke ruangan,” ucap dokter Alvin sambil berjalan menuju ruangannya. Wulan berjalan cepat di samping dokter Alvin, tanpa menoleh ke sekelilingnya lagi. Wulan tidak mengetahui jika Sam juga ikut berjalan di belakangnya.

“Silakan duduk, Lan,” ucap dokter Alvin.

“Makasih, Dok,” ucap Wulan dengan tersenyum sambil menarik kursi untuk duduk. Wulan terkejut saat tangannya tersenggol oleh Sam.

“Bapak mengapa ada di sini?” tanya Wulan dengan nada heran bercampur kaget.

“Emangnya masalah?” jawab Sam acuh.

“Ya masalah besar lah. Bapak bukan keluarga saya,” sungut Wulan dengan emosi yang mulai terpancing.

“Kamu yang sabar ya, sebentar lagi aku bakalan jadi keluarga kamu kok,” jawab Sam acuh. Dia berbisik tepat di telinga Wulan. Dokter Alvin hanya tersenyum mendengar ucapan Sam.

“Dasar aneh. Dosa apa aku kemarin, mengapa hari ini dipertemukan dengan orang seperti Bapak,” ucap Wulan dengan kesal.

“Bagaimana keadaan Key, Dokter?” tanya Sam lebih lanjut tanpa menjawab lagi ucapan yang dilontarkan Wulan kepadanya.

“Operasinya berjalan lancar. Tinggal menunggu siuman. Paling cepat empat jam lagi Key akan sadar. Selanjutnya tinggal pemulihan. Mudah-mudahan akan sembuh total,” terang dokter Alvin dengan seulas senyuman di wajahnya yang tampan.

“Terima kasih banyak, Dokter. Trus, berapa semua biayanya?” tanya Wulan lagi. Biar Wulan juga bisa mencari jalan untuk mendapatkan biaya operasinya.

“Semuanya sudah dibayar lunas, Lan. Jangan dipikirkan lagi biayanya. Sekarang yang terpenting adalah kesehatan Keyza. Bukankah begitu?” jelas dokter Alvin yang membuat Wulan melongo seperti orang kehabisan tiket konser.

“Siapa yang bayarin, Dok?” tanya Wulan heran.

Karena mereka tidak mempunyai keluarga lain. Rasanya sangat mustahil ada orang yang membayar biaya operasi yang pastinya tidak sedikit.

“Dari donatur rumah sakit,” jawab Dokter Alvin sambil melirik ke arah Sam yang duduk disebelah Wulan.

“Apakah saya bisa bertemu dengan orangnya, Dok? Saya mau mengucapkan terima kasih karena dia telah menyelamatkan nyawa Keyza,” jelas Wulan dengan air mata berlinang.

“Orangnya pasti mendengar ucapan kamu, Lan. Namanya juga donatur tidak mungkin juga disebutkan jati dirinya, kan?” terang dokter Alvin berlagak menyimpan rahasia.

“Sekali lagi terima kasih, Dokter Alvin. Semoga saja saya bisa membalas kebaikan donatur tersebut. Semoga rezeki donatur terus berlimpah. Diberikan keberkahan atas hartanya, semoga cepat ditemukan jodohnya jika dia masih sendiri,” ucap Wulan serius dengan memanjatkan berbagai doa yang penuh dengan kebaikan.

Sam yang mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulut Wulan hampir saja meledak tawanya. Mungkin jika mereka tidak diruangan dokter Alvin, sudah bisa dipastikan Sam bakalan tertawa ngakak.

“Masak donatur dikaitkan dengan jodoh segala. Apa hubungannya coba?” Sam berbicara sendirian mendengarkan ucapan Wulan barusan.

“Itu sebuah do’a, atau ucapan terima kasih?” tanya Sam dengan menahan tawanya.

“Terserah Bapak saja. Yang penting, saya tidak berdo’a untuk Bapak. Paham!” ucap Wulan dengan emosi yang meledak ledak karena dari tadi bertengkar terus dengan Sam.

Wulan berdiri dari tempat duduknya. Dia lantas berjalan keluar meninggalkan ruangan dokter Alvin.

“Terima kasih, Dokter Alvin,” ucap Sam sambil bersalaman setelah Wulan menghilang dari pandangan matanya.

“Sama-sama, Sam. Kamu baik sekali. Mereka memang sangat membutuhkan bantuan kamu karena Keyza sudah lama menderita penyakit ini,” jawab dokter Alvin.

“Hanya kebetulan saya ada uang, Dok,” ucap Sam pelan karena dia tidak ingin orang lain mengetahui kekayaan yang dimilikinya.

Setelah selesai berbincang dengan dokter Alvin, Sam keluar dari ruangan bernuansa abu abu tersebut. Sam memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke rumahnya.

Sam mengendarai mobilnya selama lima belas menit dari rumah sakit menuju rumahnya. Sam tersenyum sendirian mengingat percakapannya dengan Wulan tadi.

“Apa jadinya ntar kalau benaran dia menjadi istri aku. Bisa-bisa rumah bakalan penuh karena cerewetnya,” ucap Sam sendirian. Tanpa sadar, senyuman manis terus terukir di wajahnya yang sangat tampan.

Sam berdiri memandang perkebunan hijau di sekeliling rumahnya sambil memikirkan rencana selanjutnya.

“Semoga saja Wulan mau menikah dengannya. Besok sudah harus dapat kepastiannya, mengingat waktunya yang sudah sangat mepet.” Sam bergumam sendirian dengan pandangan mata yang menerawang jauh.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel