Bab 3
"Hahaha." Suara tawa menggema dengan spontan di dalam sebuah mobil sport hitam. Di belakang kemudi Farrel tak mampu menahan tawanya saat melihat ponselnya. Sebuah pesan di kirim oleh B.
Sebuah gambar di mana menampakkan para lelaki yang tampak seperti wanita dan di depannya telah berdiri Febby lengkap dengan senyumnya.
"Febby, Febby. Kau selalu saja berulah." Farrel menggelengkan kepala pelan sambil mematikan ponselnya. Dia tidak habis pikir dengan istrinya itu, semenjak tinggal di sana hampir setiap hari Febby berulah. Ada saja tingkahnya yang bisa membuat riuh di rumahnya.
Entah itu, turun tangga melalui troli tangga. Naik di atas genteng untuk melihat langit, memanjat pohon bahkan pernah sekali Febby mengajak semua pelayan dan pengawal main bola di halaman belakang hingga membuat rumah itu kosong sampai membuat Farrel dan B bingung. Meski begitu, tak sekalipun Farrel menegurnya. Dia membiarkan Febby melakukan apa yang wanita itu inginkan, selama tidak menggangu dirinya.
"Seandainya saja dia... ah sudahlah!" Tawa yang tadi telah lenyap dan berubah menjadi wajah yang dingin. Farrel dengan cepat pun menekan pedal gas mobilnya dan meninggalkan halaman Rumah sakit.
Sudah beberapa hari ini Farrel menyetir sendiri sebab B yang biasanya merangkap sebagai supirnya kini harus mengerjakan sesuatu dan dia tidak ingin orang lain yang menjadi supirnya.
Farrel menyetir mobilnya dengan santai. Saat ini dia tidak punya tujuan lain selain pulang ke rumahnya. Banyak berkas dari perusahaan yang harus dia kerjakan.
Tiba di traffic light, Farrel berhenti karena lampu merah. Dari samping dia melihat seseorang yang dia kenal. Spontan bibirnya terangkat beberapa sentimeter, mata elangnya berbinar seakan ingin menangkap mangsa.
"Pucuk di cinta, ulam pun tiba."
*******
"Farrel, Farrel!" Pintu rumah terbuka dengan kasar di sertai dengan suara teriakan seorang wanita.
Febby yang tadinya sedang bersiap masuk kamar mengurungkan niatnya. "Siapa ya?".
Tanpa berpikir lagi Febby langsung ke ruang tamu dimana telah duduk seorang wanita. Jika di lihat-lihat usianya cukup muda. Penampilannya pun sangat modis dan cukup seksi.
Siapa wanita ini? Monolog Febby dalam hati. Semenjak tinggal di sana, ini kali pertama ada seorang wanita yang mendatangi kediaman suaminya. Padahal jelas di hari pernikahan Farrel mengatakan kepadanya jika dia adalah pemain wanita, untuk itu Farrel melarang Febby untuk tidak mencampuri urusan pribadinya.
Apa wanita ini kekasihnya? Febby kembali bergumam dalam hati seraya lebih mendekat.
"Maaf, anda siapa?" tanya Febby dengan sopan.
"Di mana Farrel?" tanya wanita itu tanpa menjawab pertanyaan Febby. Dia berdiri di depan Febby dan bola matanya berkeliling menatap seluruh rumah, berharap dia menemukan sosok yang sudah lama ingin dia temui.
"Tuan Farrel belum kembali dari Rumah sakit," jawab Febby.
"Oh, kalau begitu aku tunggu saja. Dan kamu, tolong buatkan jus segar untukku," perintahnya kepada Febby. Wanita itu duduk kembali dengan angkuhnya dan memainkan ponselnya.
"Siapa sih dia? Seenaknya saja menyuruhku. Tidak tahu apa kalau aku pemilik rumah ini." Febby yang tadinya kesal kini tersenyum kecil dengan pemikirannya sendiri.
"Ya, pemilik rumah yang dirahasiakan dan entah sampai kapan."
Kalau boleh jujur, Febby ingin pernikahan yang dia jalani ini berjalan seperti pernikahan pasangan lainnya. Makan bersama, saling bertukar cerita, liburan bersama, hidup dengan rukun tapi karena keadaan, dirinya dan Farrel tidak bisa melakukan hal itu, meski jika dirinya ingin.
Febby awalnya biasa-biasa saja kepada Farrel, tapi begitu mendengar banyak kisah Bi Narti dengan Almarhum suaminya, Febby jadi tertarik membina rumah tangga yang harmonis bersama Farrel. Tak bisa Febby pungkiri Farrel menarik di matanya. Pembawaannya yang dingin dan juga parasnya yang mendekati sempurna membuatnya dengan cepat mengagumi suaminya tersebut. Terlebih lagi saat dia tahu jika sebuah ikatan pernikahan bisa menjadi ladang pahala untuknya sebagai seorang istri.
Ya, sedikit demi sedikit Febby belajar tentang ilmu agama setelah sekian lamanya dia melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Semua berkat Bi Narti yang tanpa lelah menjadi guru baginya. Ada hikmah dibalik setiap peristiwa yang terjadi dan bagi Febby menikah dengan Farrel dan bertemu Bi Narti adalah hal yang patut dia syukuri.
Kini Febby sedang mencoba menarik perhatian Farrel dengan semua tingkahnya, meskipun hingga detik ini Farrel tidak pernah berkomentar tentang itu.
Febby membuang nafas kasar. Dia belum juga beranjak dari tempatnya berdiri. Hingga ...
"Hei, aku menyuruhmu membuat jus untukku, kenapa malah bengong. Cepat buatkan untuk---"
"Apa yang Nona lakukan disini?" Belum selesai ucapan wanita itu B datang dari lantai atas. Tatapan tidak suka jelas terlihat dari wajah asisten berwajah kebule-bulean tersebut.
"Cih kau lagi!" decihnya. "Apa lagi, tentu saja aku mencari Farrel karena aku merindukannya. Kau tidak perlu ikut campur." Wanita bergaun beige itu menatap menantang kepada B.
Febby yang berdiri di tengah-tengah kedua orang tersebut menatap bingung. Keduanya seperti musuh yang siap mengangkat senjata dan saling melukai.
"B, dia siapa?" Pertanyaan Febby membuat B secepat kilat menatapnya dan langsung mengendurkan urat-urat wajahnya yang sempat menengang.
"Bukan siapa-siapa Nona. Lebih baik Nona ke kamar dan istirahat," pinta B dengan sopan membuat wanita di depannya heran.
"Cih dengan tamu kau tidak ada sopan-sopannya, dengan pembantu kau berbicara begitu lembut."
"Dia bukan pembantu biasa, dia itu ---"
"B cukup!" Febby langsung memotong ucapan B sebelum asisten suaminya itu keceplosan tentang hubungannya dengan Farrel. Bisa-bisa B di pecat jika membeberkan hal tersebut.
"Maaf Nona," tutur B pelan.
"Kalian selesaikan saja urusan kalian. Aku ke belakang dulu." Baru saja Febby ingin melangkah tiba-tiba ...
"Geisha!"
Wanita yang bernama Geisha itu langsung berlari cepat ke Farrel yang berdiri di depan pintu dan memeluk leher Farrel lalu mencium kedua pipinya. "Aku merindukanmu Farrel sayang!"
***