Pustaka
Bahasa Indonesia

Istri Rahasia Dokter Farrel

20.0K · Ongoing
Mommy Agam
26
Bab
182
View
9.0
Rating

Ringkasan

Memiliki suami seperti Farrel merupakan mimpi buruk bagi Febby. Bagaimana Febby berharap ini adalah pernikahannya yang pertama dan terakhir, hingga dia tidak pernah memberontak dan tetap patuhi dengan aturan yang Farrel berikan, meski kadang dia stidak, Farrel menikahi nya hanya karena terpaksa. Farrel tidak ingin Febby merusak rumah tangga kakaknya. Meski menjadi istri yang dirahasiakan, tapiedikit bertingkah karena kejenuhannya. Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya akankah keduanya tetap mempertahankan rumah tangganya atau memilih untuk berpisah? Nantikan kisahnya!

RomansaPresdirDokterIstriCinta Pada Pandangan PertamaBalas DendamPernikahanKeluargaCinta PertamaDewasa

Bab 1

Pernikahan telah usai. Pernikahan yang jauh dari kata ramai dan mewah. Pernikahan ini terjadi secara mendadak dan tanpa di rencanakan.

Tak ada senyuman di kedua wajah mempelai. Sang pengantin wanita - Febby Febianti hanya terlihat menundukkan kepala. Raut kesedihan, penyesalan dan amarah tampak menjadi satu di wajah oval tersebut.

Entah bagaimana nasibku setelah ini. Febby membatin setelah melirik sejenak pria yang masih berada di sampingnya, sedang menyelesaikan tahap terakhir pernikahan tersebut sebelum kemudian penghulu yang menikahkan mereka meninggalkan rumah bak istana tersebut.

Febby sangat tahu alasan pernikahan ini terjadi, tapi wanita berambut coklat itu tidak pernah menyangka jika pria yang kini telah sah menjadi suaminya akan mengambil langkah yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Pasalnya pernikahan ini sah di mata agama dan hukum, dan itu artinya ...

Febby menggelengkan kepala saat pikiran tentang pernikahan berseliweran di kepalanya. Hidup bersama, makan bersama bahkan tidur juga bersama. Semua kata bersama entah kenapa berkumpul menjadi satu dan membuat wanita bermanik coklat tersebut tidak mampu lagi membayangkannya.

Oh may! Tidak, tidak ... Pasti dia tidak menginginkan hal tersebut. Dia kan membenciku! Lihat saja lirikan matanya, dia seperti akan memakanku hidup-hidup. Febby bergidik ngeri saat matanya bertubrukan dengan lirikan mata suaminya.

Namanya Farrel Ricolas. Seorang CEO yang bergerak di bidang perhotelan sekaligus dokter ahli jantung di salah satu rumah sakit yang ada di Yogyakarta.

Farrel memiliki paras yang bisa di katakan hampir sempurna. Mata hitam pekat nan tajam, hidung yang mancung serta rahang yang tegas membuat Febby kadang mengagumi pria tersebut, meski berakhir dengan cacian karena kebenciannya.

Febby baru beberapa kali bertemu dengan Farrel. Meski begitu Febby tahu jika Farrel lebih tegas dan kejam di bandingkan dengan Alvaro.

Alvaro? Seseorang yang membuatnya nekad melakukan hal diluar Ilham dan berakhir dia menjadi istri dari adik lelaki tersebut.

Febby menghela nafas. Dia menyesali perbuatannya yang ingin merebut Al dan hampir melukai istri lelaki tersebut, hingga Farrel ikut turun tangan untuk menghentikan tindakannya. Namun penyesalan itu tidak ada artinya sekarang. Kini dia sudah terjebak didalam sebuah ikatan yang entah akan seperti apa ujungnya, dia bahkan tidak bisa berpikir tentang hal tersebut.

"Selain B, yang lain bubar." Suara berat itu membuat Febby seakan tertarik ke dunianya yang baru. Dunia yang terasa abu-abu.

Seketika ruang tamu yang tadinya menjadi saksi atas pernikahan antara Febby dan Farrel dilanda kesunyian. Febby yang notabenenya adalah wanita yang pemberontak dan cerewet kini terlihat mati kutu. Dia hanya duduk di sofa dengan bibir yang terkatup rapat. Sementara di depannya Farrel duduk dengan angkuhnya. Melayangkan tatapan bengis kepada Febby.

"Jangan besar kepala karena aku menikahimu. Kalau bukan karena Al dan Aurora aku tidak akan sudi melakukan hal ini. Cih!" decih Farrel. Dia geram dengan keputusannya sendiri. Entah kenapa Farrel mengambil langkah tersebut, dia pun tidak tahu.

"Jangan harap kamu akan menjadi ratu saat tinggal di rumahku. Justru rumah ini akan menjadi neraka bagimu," ucap Farrel kemudian meninggalkan rumah tersebut. Meninggalkan Febby dengan beberapa helai kertas yang berisi tentang tugasnya selama tinggal di rumah bak istana tersebut.

"Aku tidak butuh menjadi ratu di istanamu, tapi izinkan aku menjadi ratu di hatimu." Febby

***

BAB 1

Pagi-pagi buta Febby sudah siap melakukan serangkaian tugasnya. Di mulai dari menyapu, mengepel dan membantu bibi Narti di dapur. Kegiatan yang cukup menguras tenaga tersebut sudah enam bulan dia lakukan. Terhitung sejak Febby di nikahi oleh Farrel dan menetap di kediaman megah milik suaminya.

Meski awalnya Febby merasa tidak terima, tapi seiring berjalannya waktu Febby telah merasa enjoy melakukan hal itu, terlebih lagi ia melakukannya beramai-ramai dengan para pelayan lainnya. Hingga lambat laun Febby mampu beradaptasi dengan para pelayan dan juga beberapa pengawal yang bertugas di rumah tingkat dua tersebut.

Tidak hanya itu, setelah semua tugas rumah selesai, Febby juga harus melayani suaminya. Ya, Farrel meminta Febby melayaninya, di mulai dari menyiapkan air mandinya, pakaian, memasangkan dasi dan masih banyak lagi lainnya, tergantung dari permintaan pria tersebut.

"Sudah Nyonya, lebih baik anda istirahat dulu sebelum melayani Tuan Farrel," ucap Bi Narti, menghentikan Febby yang sedang mencuci peralatan memasak. "Ini ada jus buah untuk Nyonya," sambungnya kemudian, menyodorkan segelas jus buah guna untuk mengisi perut kosong Febby.

"Tanggung Bi," jawab Febby, menoleh menampilkan garis lengkungan ke atas yang membingkai wajahnya. Dia yang awalnya tidak pernah melakukan pekerjaan rumah kini menjadi terbiasa. Ternyata pekerjaan mengurus rumah sangat menguras tenaga. Terbukti, meski pendingin di rumah tersebut berfungsi dengan baik, tetap saja butiran keringat tampak di wajahnya.

Bi Narti menggeleng sambil tersenyum. Istri tuannya tersebut tergolong wanita yang cukup keras kepala. Meski begitu, Bi Narti menyukai Febby. Pembawaannya yang cerewet, tegas dan ceria seakan membawa suasana baru di rumah tersebut.

Namun Bi Narti cukup iba, sebab Febby yang notabenenya adalah nyonya mereka justru harus bekerja seperti dirinya dan para pelayan lainnya. Wanita itu bahkan tak pernah terlihat risih berbaur dengan mereka, tertawa bersama, makan bersama.

Selama enam bulan, banyak moment menyenangkan yang telah Febby ciptakan di rumah tersebut, termasuk tingkahnya yang kadang di luar nalar dan membuat semua orang tercengang.

"Bibi simpan di dalam kulkas ya. Jangan lupa nanti di minum," pesan Bi Narti sebelum kemudian meninggalkan Febby untuk mengambil pekerjaannya yang lain.

Tak lama berselang...

"Febby!" Suara teriakan yang berasal dari kamar atas mengejutkan Febby. Dia sangat tahu siapa pemilik suara serak-serak basah dan terdengar seksi, menembus ke gendang telinga. Siapa lagi kalau bukan suaminya. Lebih tepatnya, tuannya.

"Iya, Tuan!" balas Febby, segera mengeringkan kedua tangannya.

Ya, selama ini Febby memanggil Farrel dengan panggilan Tuan, seperti para pelayan lainnya. Meski awalnya enggan, tapi pada akhirnya Febby melakukannya. Melakukan apapun yang Farrel inginkan dan sesuai dengan aturan tertulis yang telah di berikan Asisten B padanya.

"Febby!" Sekali lagi panggilan itu menggema ke seluruh penjuru rumah dan itu sudah kerap kali terjadi. Para pelayan lainnya pun sudah terbiasa dengan keributan tersebut. Hampir setiap hari Febby di maki, dimarahi oleh Farrel, meski begitu para pelayan cukup lega sebab meski bermulut pedas tapi tak pernah sekalipun mereka melihat tuannya itu mengangkat tangan kepada istrinya tersebut.

Febby buru-buru melepaskan celemek yang melekat di tubuhnya dan berlari secepat mungkin, agar bisa ke sumber suara yang pastinya sudah menampakkan wajahnya yang bengis.

Benar saja, dari arah kejauhan Febby sudah melihat kilatan amarah dari mata Farrel. Tuannya yang meski belum membasuh wajahnya tapi tetap saja ketampanannya tak memudar sedikitpun.

Astaga, di kondisi seperti ini Febby masih sempat-sempatnya memuji suaminya.

"Kau tuli ya?" seru Farrel begitu Febby berdiri di hadapannya.

"Tidak Tuan," balasnya seraya menunduk. 'Kalau aku tuli mana mungkin aku ada di hadapanmu saat ini,' sambungnya di dalam hati.

"Masih berani menjawab kamu! Cepat siapkan air mandiku," perintah Farrel dengan nada yang tinggi.

"Baik, Tuan." Febby bergegas masuk ke dalam kamar Farrel. Kamar yang sangat luas dengan nuansa abu-abu. Selain luas, kamar tersebut di lengkapi dengan berbagai aksen mewah yang bisa menunjukkan jati diri pemiliknya. Berbeda dengan kamar yang dia tempati.

Ya, Farrel benar-benar tidak membedakan Febby maupun pelayan lainnya. Bahkan kamar yang di tempati Febby sekalipun sangat jauh berbeda dari kamar Farrel saat ini. Febby terkadang merindukan kamarnya di apartemennya dulu yang ternyata telah di jual oleh kedua orang tuanya.

~~~

Febby menahan nafas saat memasangkan dasi untuk Farrel. Bagaimana tidak, aroma pria tersebut betul-betul menggelitik indera penciumannya. Aroma yang sangat harum dan memabukkan, membuat Febby bahkan kadang lupa untuk bernafas.

"Lakukan tugasmu dengan baik, apa perlu aku menaikkan gajimu?" cerca Farrel saat melihat Febby menggantungkan tangannya.

"Ma-maaf, Tuan." Febby merutuki dirinya yang tidak fokus.

Febby cukup heran, kenapa dia harus melakukan pekerjaan ini? Bukankah Farrel bisa memasangnya sendiri? Bukankah Farrel sangat membeci dirinya? Tapi kenapa justru Farrel memerintahkan Febby untuk melakukan semua hal berkaitan dengannya, mengharuskan mereka untuk berdekatan bahkan hampir tidak memiliki jarak, seperti saat ini.

Apa mungkin karena Farrel ingin agar Febby mendapatkan tekanan dan menjadi gila? karena setiap kali Febby melayani Farrel, pria itu kerap kali membuat Febby mengingat kebodohannya di masa lalu. Bahkan hingga saat ini, Febby masih di hantui rasa bersalah.

Farrel mengerutkan keningnya, menatap jengah kepada Febby yang masih menyimpan tangannya di dasi yang telah terpasang sempurna. Secepat kilat, Farrel menghempaskan tangan Febby hingga ia sempoyongan.

"Jangan mengambil kesempatan!" cerca Farrel. Mengibaskan tangannya kebaju, seakan-akan ada debu yang menempel disana. "Menjijikkan!"

Febby menunduk sedih. Kata-kata hinaan tersebut sudah sangat sering terlontar dari suaminya. Wajar saja, semua orang akan mengatakan hal yang sama, kepada wanita yang terang-terangan ingin merebut suami orang.

Meski terkadang menyakitkan, tapi Febby menerima semua hinaan tersebut. Semua hinaan itu memang pantas dia dapatkan. Mungkin ini tidak seberapa, dibandingkan dengan wanita-wanita lain di luar sana yang bahkan mendapatkan cacian satu Negara karena menjadi perebut lelaki orang. Beruntung Febby hanya mendapatkan cacian tersebut hanya dari beberapa orang.

Diam-diam Febby pun pernah mendengar cacian tersebut dari beberapa para pelayan di rumah itu. Namun seiring berjalannya waktu, semuanya seakan terlupakan karena kebersamaan mereka.

"Maafkan aku. Aku menyesal melakukan hal yang memalukan itu. Aku benar-benar menyesal." Suara Febby terdengar serak. Febby tak mampu mengatakan hal lainnya selain maaf.

Febby berharap semoga saja suaminya itu bisa memaafkannya dan berhenti memakinya. Bukankah tidak ada manusia yang sempurna? Begitu juga dengannya, tapi bukan berarti dia tidak bisa berubah kan?

Febby berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik dan menerima pernikahannya dengan Farrel. Tapi bagaimana dengan Farrel? Apakah Farrel bisa melupakan kesalahannya dan menerima pernikahan tersebut? Febby sangsi akan hal itu. Bahkan hingga saat ini, pernikahan mereka pun masih menjadi pernikahan yang dirahasiakan. Ya, dia adalah istri rahasia seorang Dr.Farrel.

"Cih, sekalipun kau menangis meraung di hadapanku, aku tidak akan bersimpatik padamu perempuan. Jadi berhenti menampilkan wajah palsumu di hadapanku," cerca kembali Farrel tanpa merasa iba sedikitpun kemudian meninggalkan Febby yang tertunduk sedih.

"Sial, sial, sial!" maki Farrel seraya menutup pintu kamar tersebut dengan keras hingga membuat Febby terlonjak.

Meski Febby tidak lagi menimbulkan masalah di keluarganya, tapi tetap saja Farrel masih menaruh amarah kepada Febby, bahkan membencinya.

Setiap kali melihat Febby, dia selalu merasa marah. Entah karena masalah Al dan Aurora, atau karena dia adalah Febby? Ya, mungkin karena dia adalah Febby, tapi entahlah, Farrel sendiri bingung. Sampai saat ini pun Farrel belum menemukan jawabannya untuk itu.

Aku membencimu Febby.

~~~