Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Farrel telah kembali berkutat dengan pekerjaannya. Jas putih panjang sebagai pakaian dinasnya selalu berhasil menarik perhatian banyak kalangan. Entah sesama dokter, petugas kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarganya.

Senyum tipis yang dia lemparkan kepada pasiennya setiap visit, sedikit bisa mengurangi rasa sakit penderitanya. Meski terkenal dingin, tapi jika berhadapan dengan pasiennya, Farrel selalu berhasil menarik perhatian. Untuk itu, para dokter dan perawat sangat senang jika shift dengan Farrel.

"Paman, paman!" Farrel mengurungkan niatnya masuk ke dalam ruangannya saat suara merdu yang sangat dia kenal memanggil namanya.

Farrel berjongkok menyambut kedatangan gadis kecil yang hampir setiap hari datang dan membawakannya bekal untuk makan siang.

"Lagi?" Farrel tersenyum, mengacak rambut lurus anak teman sejawatnya.

Gadis kecil itu mengangguk lucu, masih menyodorkan tas bekal berwarna abu ke depan Farrel. "Paman harus makan ya, soalnya ini Jeje yang bikin, Mama hanya membantu saja" ucap penuh harap gadis kecil yang ternyata bernama Jeje, dengan mata yang berbinar-binar.

"Benarkah? Wah, ternyata Jeje pintar memasak ya," pujinya lalu mengambil tas bekal di tangan Jeje. "Baiklah, kalau begitu Lama pasti memakannya sampai habis. Terima kasih ya."

"Sama-sama Paman. Selamat bekerja ya Paman, Jeje pergi dulu, bye!" Jeje melambaikan tangan dan berlari kecil meninggalkan Farrel yang telah berdiri menatap kepergian Jeje dengan raut wajah yang datar.

"Sampai kapan kau akan melakukan ini, Jingga?"

***

"Astagfirullah, Nona Febby." Bi Narti menutup mulut dengan apa yang di saksikan langsung oleh kedua pasang matanya. Meski setelahnya Bi Narti tak mampu menahan tawanya.

Bagaimana tidak, beberapa pengawal bertubuh kekar yang biasa tampak begitu gagah kini telah di sulap menjadi terlihat menggelikan akibat ulah nyonya rahasia pemilik istana tersebut.

"Bagaimana Bi, karya tanganku oke kan?" Febby terlihat begitu bahagia, lain halnya dengan beberapa pengawal yang jadi korbannya.

Mereka sebenarnya tak ingin jadi kelinci percobaan, terlebih lagi di dunia kewanitaan yaitu make up. Para lelaki itu tak habis pikir, kenapa harus mereka, kenapa bukan para wanita saja. Di rumah itu tidak kekurangan wanita jika hanya untuk di jadikan model.

Namun, para pengawal tidak bisa melakukan protes atau pun melarikan diri. Mereka tahu siapa wanita yang kini sedang membanggakan diri dengan hasil kerjanya. Meski Febby tidak dianggap oleh Farrel, tapi peringatan dari B sang asisten tak mampu membuat mereka berkutik.

"Nona Febby adalah nyonya kalian. Jangan membantahnya dan menyakitinya. Dia adalah orang yang harus kalian lindungi. Jika sesuatu terjadi padanya, kalian akan tanggung akibatnya." Seperti itulah bunyi peringatan B kepada seluruh pengawal.

Febby menutup mulut tertawa. "Bagus kan, Bi?" tanya kembali Febby merengek, sebab wanita paru baya yang berdiri sekitar satu meter darinya tak menggubrisnya justru sedang asyik menghapus cairan bening yang lolos di sudut matanya karena tertawa.

"I-iya Non, bagus, tapi ..."

"Tapi kenapa, Bi? Aku lihat semuanya oke oke saja?" Febby kembali mengamati satu persatu lelaki yang sedang berdiri tegak di depannya, tanpa merasa bersalah. Padahal lelaki di depannya telah meringis, merasa geli dan jijik. Bayangkan saja sendiri.

Bi Narti mendekat, mengambil blush on beserta kuasnya di tangan Febby lalu meletakkannya di meja. Garis senyumnya masih saja terlihat membuat para pengawal meringis, memohon pertolongan kepada Bi Narti lewat mimik wajah dan sorotan matanya.

"Sudah Nona, hasil karya Nona bagus kok, hanya saja akan lebih baik lagi jika Nona merias para wanita, bukan laki-laki, mereka jadi terlihat seperti ... waria," terang Bi Narti dengan nada yang sangat rendah di akhir kalimat.

Febby berusaha menahan senyumnya, melirik ke lima lelaki yang berbaris di hadapannya. Memang sih ini cukup menggelikan, tapi ini sangat menghibur dan mampu membuatnya tertawa puas dan melupakan semua bebannya. Ya, Febby selalu merasa terhibur dengan lelucon ataupun kerusuhan yang dia ciptakan.

"Kalau mereka di pakekan wig pasti tambah oke, Bi." Febby menaikturunkan alisnya, menggoda.

"Jangan Nona!" Kelima pengawal tersebut serentak protes, membuat tawa Febby semakin besar.

Bi Narti memukul lengan Febby karena merasa gemas. "Sudah, sudah, Nona Febby hanya bercanda saja," sanggah Bi Narti karena pengawal tersebut sudah grasak grusuk.

Baru saja Bi Narti ingin menarik Febby, tiba-tiba ...

"Apa yang sedang terjadi disini?"

****

"Terima kasih atas makan siangnya. Tapi Jingga---" Farrel menyodorkan bekal yang sudah kosong.

"Sama-sama," potong Jingga tersenyum. Wanita itu sangat senang karena Farrel menyambanginya di dalam ruangannya.

"Jingga, aku kan sudah bilang---"

"Aku akan tetap melakukannya, sampai aku bosan dan berhenti." Jingga kembali memotong ucapan Farrel hingga membuat lelaki berkemeja biru tua tersebut membuang nafas pelan.

Farrel dan Jingga merupakan teman sejawat. Jingga sudah menyatakan perasaannya kepada Farrel satu bulan yang lalu, namun dengan tegas Farrel menolak dengan alasan tidak pernah memikirkan tentang asmara. Farrel telah menyuruh Jingga berhenti, namun nyatanya wanita itu belum ingin mundur.

Sebenarnya Farrel merasa terganggu, tapi ia tidak mungkin jujur jika sebenarnya ia sudah menikah. Bisa-bisa Febby jadi besar kepala.

"Terserah kamu saja. Tapi sekali lagi aku tidak bisa membalas perasaan kamu Jingga." Farrel berdiri dari duduknya dan bersiap keluar.

"Aku berharap kamu berubah pikiran, Rel. Jeje sangat menyukaimu," ucap Jinggah ikut berdiri seraya tersenyum paksa. Jingga sangat berharap Farrel bisa menjadi ayah untuk Jeje.

Tanpa bersuara Farrel meninggalkan ruangan Jingga.

"Hatiku sudah terisi oleh wanita lain Jingga."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel