Bab 4 Kesedihan
Di sisi lain seorang pria tampak termangu di ruangan kerjanya. pria itu masih betah duduk di kursinya sambil memegangi foto yang dia genggam.
Cklek
"Mau sampai kapan kau seperti ini Levin? "
"Leticia sudah meninggal, harusnya kau move on. " ujar seorang pria yang bernama Gabriel, asistennya.
Pria yang di panggil menoleh, melempar tatapan tajamnya kearah Gabriel. Gabriel sendiri menelan salivanya kasar melihat tatapan sang bos padanya.
"Sepertinya kau sudah bosan hidup Gabriel? " ujar Levin dengan nada datarnya.
"Oke aku tak akan bicara lagi. maafkan aku, " sahut Gabriel dengan cepat. Levin sendiri tak menanggapi, pria itu kembali fokus pada foto di tangannya.
Gabriel sendiri memilih ke luar dari ruangan kerja bosnya. Suasana kembali sunyi, Levin menatap nanar foto wanita yang sangat dia cintai. Dia masih belum bisa terima dengan kabar menyakitkan mengenai sang tunangan, Leticia Prissy.
tok
tok
Suara ketukan pintu membuat lamunan Levin buyar. Pria itu menyimpan foto Leticia ke dalam laci mejanya. Pria itu beranjak ke luar dan mendapati pelayan menunggunya.
"Maaf Tuan, nona Kanaya datang berkunjung bersama suaminya. " ujar pelayan. Levin berjalan melewatinya dengan ekspresi datar. Pria itu menemui tamunya di ruang tamu.
Kini mereka duduk berhadapan di ruang tamu. Suasana tampak dingin, Kanaya langsung menjelaskan perihal pertemuannya dengan Leticia kemarin.
"Kau yakin jika itu Leticia? " tanya Levin dengan wajah datarnya.
"Wanita itu mengaku bernama Amora, dia tak mengenalku sama sekali. " sahut Kanaya.
Levin tak mengatakan apapun. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan. Terlihat jelas jika Levin berharap tunangannya masih hidup. Terdengar suara helaan nafas panjang, berusaha menenangkan diri.
"Aku akan mencari tahu siapa wanita itu. Jika dia terbukti Leticia, aku akan membawanya pulang. " ujar Levin dengan sungguh sungguh.
Kanaya setuju dengan apa yang di ucapkan Levin. Dia dan suaminya lekas pamit. Sepeninggal pasangan suami istri itu, Levin mengeluarkan ponselnya dan menghubungi detektif yang dia sewa.
Hah
Levin berusaha menekan rasa sesak dalam dadanya jika mengingat sosok Leticia. Pria itu mengepalkan tangannya, dia merasa Tuhan tak begitu adil padanya.
"Rasanya tak rela jika aku kehilangan kamu Leticia. " ucap Levin pelan. Selama ini dia selalu menolak kehadiran wanita wanita yang berniat mendekati dan menggoda dirinya.
Drap
drap
"Levin. " seorang perempuan masuk ke dalam penthouse nya. Dengan senyuman manis, dia membawakan makanan untuk pria pujaannya.
Raut wajah Levin kembali datar melihat sosok Loris Andrea. Dia hanya diam saja saat melihat gadis di depannya asyik menyiapkan makanan untuk dirinya.
"Aku membawakan makan siang untuk kamu Levin! "
"Aku tak memerlukannya, mau sampai kapan kamu mengejar ngejar ku Riri? " ujar Levin dengan nada dinginnya.
"Apa kau sudah tak punya harga
diri! "
Riri terdiam, hatinya sakit dengan ucapan Levin barusan. Gadis itu memaksakan senyumnya, menawarkan makanan yang dia bawa untuk Levin.
Suasana hening melanda keduanya. Levin kembali membuka suara, pria itu begitu kasar saat berbicara. Rea sendiri lekas bangkit, dia pun pergi dari sana tanpa peduli makanan yang dia bawa tak di makan Levin.
"Pelayan." teriak Levin dengan keras. Salah satu pelayan datang mendekat.
"Buang makanan ini. " ujar Levin. Pelayan langsung menuruti perintah sang majikan. Levin menghela nafas panjang, dia sama sekali tak peduli dengan Rea. Pria itu memilih bangkit, dia pergi ke ruangan kerjanya lagi.
Di sisi lain Riri menangis di taman. Dia tentu saja sakit hati dengan nada bicara Levin yang begitu kasar padanya. Selama beberapa bulan ini dia telah berjuang meraih cinta Levin namun selalu mendapatkan penolakan berkali kali.
"Sudah sangat lama Vin, kau masih stuck dengan masa lalumu. Haruskah aku menyerah begitu saja sebelum mendapatkan cinta
kamu? "
Riri hanya bisa menangis sendirian di taman. Dia meluapkan kesedihan dan sakit hatinya di sana. Dia merasa menjadi gadis paling bodoh. Dia berulang kali mendapat penolakan namun di paksakan untuk tetap bertahan.
Sekali lagi, dia mencoba berjuang meraih cinta Levin meski itu terdengar mustahil. Riri sangat tahu siapa wanita yang sangat di cintai Levin dari dulu hingga sekarang.
"Sekali saja Vin, cobalah buka hatimu untuk aku. " gumam Riri penuh harap. Riri mengusap wajahnya kasar, berusaha menghilangkan rasa sesak dalam dadanya.
Gadis itu tak akan menyerah begitu saja. Dia kembali berjuang meraih cinta pria pujaannya. Keheningan kini melanda Riri, gadis itu menikmati suasana di taman.
Dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Riri mengeluarkan benda itu dari tasnya. Dia mendesah pelan, memilih mematikan nya tanpa menerima panggilan telepon.
Beberapa menit berlalu, Riri pergi dari sana. Dia masuk ke mobil dan melesat kencang. Gadis itu memilih pulang ke apartemennya. Tiba di sana dia segera turun dan masuk ke dalam.
Skip
Kamar
Riri menaruh tasnya di atas meja, dia langsung pergi ke kamar mandi. Setelah menuangkan aromaterapi, dia lekas melepaskan pakaian kemudian masuk ke dalam jakuzi.
Ucapan Levin kembali terngiang, Riri tersenyum kecut. Sakit hati, tentu saja dan kini dia tengah merasakan nya. Gadis cantik itu memejamkan mata, menikmati waktu santainya saat ini.
Riri berharap dengan berendam mampu menenangkan pikirannya yang tak karuan. Setengah jam berlalu, dia segera ke luar setelah memakai handuk. Gadis itu segera memakai piyama kemudian menjatuhkan diri di atas sofa.
"Mungkin pada akhirnya aku akan menyerah. Perjuangan yang aku lakukan hanya sia sia dan tak di anggap! "
"Kau tahu Levin, aku sangat mencintai kamu. Mau sampai kapan kamu tak bisa move on dari Leticia. " gumam Riri lirih. Dia tak bisa membayangkan jika dirinya yang berada di posisi Leticia, dia akan menjadi gadis yang paling bahagia.
Huh
Riri kini menatap langit langit kamarnya. Semua nya hanya angan angan dalam benaknya. Entahlah apa dia akan berhasil meluluhkan Levin hingga pria itu bisa move on nantinya.
Riri kembali bangun, dia mengambil ponselnya. Dia memutuskan mengirim pesan pada Levin, pesan berisi permintaan maaf. Gadis manis itu harus kembali menelan kekecewaan saat pesannya tak di balas sama sekali.
Tak menyerah!
Riri kembali mengirim pesan pada pria pujaannya itu. Dia sangat berharap pesannya akan di balas oleh Levin.
Tring
From Levin
Bisakah kau berhenti mengangguku!
Senyuman di bibirnya lenyap kala membaca pesan balasan dari Levin. Kedua mata Riri tampak berkaca kaca saat ini. diapun memilih menaruh kembali ponselnya.
"Rasanya sakit, kenapa patah hati itu begitu menyakitkan! "
"Selama ini kau hanya menganggap aku sebagai penganggu Levin. " gumam Riri lagi.
Dia menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Tak lama terdengar suara isakan tangis. Siapapun yang mendengarnya pasti akan merasa iba.
.