Bab 13 Kalah Saing
Bab 13 Kalah Saing
Tidak ada yang tidak terpana dengan penampilan Anna saat ini. Selama kelas berlangsung, Anna tampak risih dan terus menunduk saat tahu bahwa teman-temannya sibuk berbisik-bisik untuk membicarakannya. Mereka semua amat terheran-heran bahkan saat Anna baru memasuki ruang kelasnya sepuluh menit sebelum mata kuliah resmi dimulai. Tatapan mata yang biasa meremehkan itu kini terganti dengan tatapan kagum saat Anna berjalan menuju tempat duduknya yang selalu berada di sudut ruangan—tepat di sebelah Bella.
Sang sahabat yang semula sibuk dengan bukunya itu pun menoleh kaget saat Anna berdiri di hadapannya. Perlu sepersekian detik bagi Bella untuk menyadari bahwa gadis yang baru saja menyapanya adalah Anna. Kini, saat kelas telah usai pun Anna masih harus dihadapkan pada situasi yang membuatnya risih setengah mati. Berhubung kelas usai lebih cepat, Anna pun mengajak Bella untuk pergi ke kantin. Anna bahkan baru menyadari jika sedari pagi perutnya belum terisi oleh makanan akibat ulah Vincent yang menyeretnya paksa bahkan menyuruhnya ini-itu seenak jidat.
Setelah memesan makanan, Anna dan Bella saling pandang dengan diselimuti keheningan. Canggung. Kata itulah yang dapat menggambarkan situasi di antara mereka kini. Seolah mereka adalah orang asing yang baru saja dipertemukan hari ini.
“Bel?”
“Huh?”
“Ada sesuatu yang ingin kau tanyakan?” tanya Anna ragu. Jujur, ia juga mulai merasa risih akibat Bella yang sedari tadi memandangnya tanpa henti tanpa berbicara sepatah kata pun.
“Banyak.”
“Kalau begitu tanyalah. Kau tahu? Aku sedari tadi risih dengan tatapanmu.”
“Maaf. Kau... penampilanmu... terlalu mengagetkan bagiku.” Bella menyeruput jusnya yang baru saja diantarkan sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. Ekspresi bingung jelas tergambar di riak wajahnya hingga kini Bella bahkan kesulitan untuk berbicara. “Beri tahu aku! Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Anna? Bagaimana bisa kau... maksudku... dandanan ini. Ayolah, Anna! Aku tahu ini bukan gayamu.”
Anna sudah menduga pertanyaan ini akan datang dari Bella, namun tetap saja Anna sudah merasa lelah bahkan saat ia belum menjelaskan apa pun. Anna kebingungan. Tidak mungkin ia mampu berkata jujur pada Bella tentang kejadian tak masuk akal yang berhasil menyeretnya pada kondisi seperti ini. Hey! Anna tidak mungkin berkata secara terang-terangan pada Bella bahwa ia telah menerima tawaran sinting untuk menjadi istri simpanan dari seorang CEO tempat mereka praktik, bukan?
Desahan lelah terlontar dari bibir Anna kemudian. “Aku tahu. Tidak hanya kau, namun aku juga bahkan masih kebingungan dengan segala situasi ini.”
“Maksudmu?”
“Apa aku terlihat aneh saat ini? Dengan gaun... dan riasan ini?” Alih-alih menjawab, Anna memilih untuk membelokkan topik pembicaraan.
“Tidak. Tentu saja tidak. Kau... menakjubkan! Sangat mengagumkan! Sungguh.” jujur Bella. Bella begitu antusias dengan penampilan baru Anna. Cukup canggung memang karena Anna tampak seperti seseorang yang tidak ia kenali, namun Bella berbahagia untuk itu. Mulai hari ini, Anna tidak akan mendapat julukan mengerikan lagi, bukan? “Hanya saja... aku terlalu terkejut dengan perubahanmu yang tiba-tiba ini. Kau... tidak tersinggung, kan?”
Anna menggeleng tegas. “Sama sekali tidak. Aku tahu. Ini benar-benar membingungkan, bukan? Oh ya, aku lupa berterima kasih padamu, Bella. Maaf.”
“Tentang apa?”
“Tentang menjaga orang tuaku kemarin. Maaf aku harus meninggalkanmu dengan tiba-tiba bahkan tidak sempat menghubungimu setelahnya.”
“Kau... dapat bantuannya? Untuk biaya rumah sakit orang tuamu?”
Anna mengangguk.
“Dari siapa?”
“Hm... salah satu keluargaku,” jawab Anna tidak terdengar yakin.
“Lalu... pria yang menyuruhku pulang kemarin—”
“Ia asistennya.”
“Oh? Pria aneh dan misterius itu?”
“Ya, dari salah satu keluarga jauhku.” Manik Anna berputar cepat untuk mencari sebuah alasan yang cukup masuk akal. “Aku juga baru mendapat kabar bahwa ternyata ia sudah sukses sekarang. Terlalu sulit menjelaskan situasinya. Yang jelas, ia berbaik hati untuk membantuku setelah aku menceritakan kondisi kedua orang tuaku.”
“Benarkah? Oh, syukurlah!”
Bella ikut lega mendengarnya. Gadis itu sempat kaget karena kemarin seorang pria dengan setelan serba hitam mendatanginya bahkan dengan terang-terangan mengusirnya yang tengah menunggu orang tua Anna di rumah sakit. Sempat mengira bahwa orang itu adalah penipu, namun selanjutnya datang seorang dokter dari rumah sakit yang meyakinkannya bahwa orang tua Anna sudah dalam kondisi stabil bahkan sang ibu sudah dalam masa pemulihan pasca operasi.
“Lalu... tentang penampilanmu? Bisakah aku menjelaskan sedikit penjelasan tentang perubahanmu yang begitu mendadak ini?” Bella masih penasaran akan penjelasan Anna yang belum juga menjawab inti pertanyaannya.
Anna kemudian menunduk sesaat sebelum meyakinkan diri untuk kembali menatap Bella. “Aku... hanya tidak ingin terus-terusan dihina oleh Amy.”
“Huh?”
“Kau tahu? Aku hanya sudah terlalu muak jika terus-terusan dihina dan ditindas seperti itu.”
Ini bukan sekadar alasan Anna belaka yang mengada-ada demi menutupi kebenaran pada Bella. Jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, Anna memang telah lelah jika terus-terusan diperlakukan bagai orang buangan oleh orang-orang yang merasa derajatnya lebih tinggi darinya, merasa superior—terutama Amy dan kawan-kawannya. Namun, selama ini Anna hanya mampu diam dan pasrah karena hanya ingin kuliah tanpa harus meributkan hal-hal yang hanya akan memperumit keadaan.
Anna harus sadar diri dengan posisinya. Berurusan dengan orang sekelas Amy memanglah bukan tandingannya. Namun, ucapan Vincent menyadarkannya bahwa ia juga mampu dan layak untuk dihargai. Bukankah Anna juga punya hak yang sama untuk dihargai oleh orang-orang di sekitarnya—termasuk Amy? Tidak peduli dengan status soaialnya, namun bukankah setiap insan memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk saling hormat dan dihormati?
Ya. Anna kali ini merasa harus memiliki prinsip demi kebaikan dirinya sendiri. Dengan mengubah penampilannya, ia juga harus mengubah pola berpikirnya yang kelewat insecure. Kini, ia tidak memiliki tempat bergantung. Setidaknya hingga kedua orang tuanya dinyatakan pulih total. Lalu bagaimana dengan Vincent? Oh, lupakan! Pria itu hanya memanfaatkan kelemahannya sebagai orang tidak berdaya demi menjeratnya dalam sebuah kontrak, bukan?
Benar-benar ironis! Jadi mulai sekarang, Anna harus mampu melindungi dirinya sendiri dengan baik.
“Jadi kau putuskan untuk merubah penampilanmu karena Amy?”
“Tidak semata-mata karena Amy, tapi ini juga demi kebaikanku.” Anna mengulas senyumnya yang terasa getir. “Aku... hanya ingin lebih dihargai, Bel.”
Mendengar pernyataan dengan nada tak biasa itu membuat Bella terenyuh. Pandangannya menatap dimpati lalu menggenggam tangan Anna demi memberinya sedikit kekuatan.
“Kau sepertinya nyaman sekali dengan gaya barumu, Anna?”
Genggaman tangan Bella harus terlepas saat Amy tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Anna. Gadis itu tersenyum sinis seraya menatap Anna dengan delikan tajamnya. Tentu saja Amy tidak datang sendiri, melainkan membawa dua orang temannya yang lain—Elsa dan Nathalie—yang duduk di hadapannya, langsung mengapit Bella hingga membuat gadis itu duduk dengan risih.
“Jika kau datang hanya untuk mengangguku, kuharap kau segera pergi dari sini, Amy!”
Amy and the gengs langsung bersorak—berpura-pura takut saat Anna menggertak.
“Sejujurnya, aku lebih menyukai penampilan biasamu, Anna,” lanjut Amy seraya memainkan ujung rambut Anna yang langsung segera ditampik kasar olehnya. “Tapi... aku baru saja mendengar berita yang mengejutkan. Hot gossip! Apakah kalian sudah mendengarnya, kawan-kawan?”
Anna berusaha menulikan dirinya. Firasatnya mengatakan bahwa apa yang akan diucapkan Amy bukanlah hal yang baik, namun Amy terus-terusan mengoceh di sebelahnya yang ditimpali oleh kawanannya dengan beberapa teriakan bodoh. Akibatnya, meja Anna dan Bella yang semula tenang kini jadi pusat perhatian. Amy bahkan menahan tangan Anna di bawah meja agar gadis itu tetap duduk dan tidak kemana-mana.
“Kudengar... kau datang ke kampus dengan diantar sebuah mobil mewah?”
Deg!
Pertanyaan frontal Amy langsung menghantam jantung Anna.
“Apakah sekarang kau juga tengah menunggu mobil itu kembali menjemputmu?”
Anna hampir tergeragap sebelum mengendalikan dirinya secepat yang ia mampu. “Hentikan, Amy!”
“Santailah, Anna! Mengapa kau harus marah seperti itu? Aku hanya bertanya. Salahkah?”
“Berhentilah menggangguku! Urus saja urusanmu, Amy!”
“Kau tidak perlu sesensitif itu jika kau tidak melakukan kesalahan apa pun, bukan?”
Anna mengernyit bingung. “Kesalahan apa yang kau maksud?”
“Entahlah.” Amy sengaja menggantung kalimatnya dengan riak wajah yang super duper menyebalkan sebelum kembali menatap Anna dengan seringaian yang terpatri jelas di bibirnya. “Tapi... kau tidak mungkin melakukan hal-hal di luar batas, bukan? Seperti... menjadi simpanan seseorang pengusaha kaya, misalnya?”
Anna langsung melotot sejadi-jadinya dengan kedua tangan yang terkepal erat.
“Hei, jaga bicaramu!” Bella yang sedari tadi diam kini tidak tinggal diam dan menunjuk Amy di depan batang hidungnya dengan nada lantang.
Alih-alih terpancing emosinya, Anna kini terdiam di sana dengan mengatur napasnya. Ia tahu bahwa emosi tidak akan menyelesaikan apa pun. Jadi kini Anna harus pandai mengendalikan diri sebaik mungkin demi mengendalikan suasana yang sebenarnya makin menyesakkan dadanya tersebut. Manik hazel itu kemudian dengan berani mengarah pada Amy dengan tatapan menusuk. “Siapa pun yang mengantarku, kau tidak berhak untuk tahu, Amy! Mengapa kau tertarik sekali dengan kehidupanku?”
Amy terperangah. Tidak menyangka jika Anna akan membalikkan kata-katanya setenang ini.
“Aku tidak perlu menjelaskan apa pun padamu karena itu bukan urusanmu, Amy! Jadi bisakah kau berhenti mengurusi kehidupanku?”
“Yak! Berani sekali kau!”
Merasa Amy tersudutkan, Anna mengulas seringaiannya yang bahkan baru pertama kali dilihat Amy hingga gadis itu sedikit tersentak bahkan hampir gentar. “Berhentilah melampiaskan rasa kesalmu padaku, Amy!”
“Kesal? Aku? Hei, untuk apa aku kesal padamu?”
“Lalu mengapa kau harus repot-repot datang ke mejaku hanya untuk memprovokasiku?” Entah mendapat keberanian dari mana, namun Anna kembali melancarkan serangannya. “Jangan bilang... kau takut kalah saing?”
Deg!
Kini giliran Amy yang melebarkan matanya hingga hampir melompat dari tempatnya. Amy terlihat tergeragap dengan manik yang gemetaran. “H... hei, yang benar saja!”
“Maka buktikanlah jika tebakanku salah dengan berhenti mencampuri urusanku! Mulai sekarang, berhentilah mengusikku dengan tuduhan-tuduhan tak berdasarmu itu!” tukas Anna tegas yang langsung berdiri dan menarik lengan Bella. “Ayo, Bel! Kita pergi. Kurasa aku sudah kenyang dengan memberi sedikit ‘pelajaran’ di sini.”
Setelah menjadi tontonan gratis anak-anak kampus lain yang tengah berada di kantin, Anna langsung menyeret Bella untuk mengikutinya. Mereka berdua pergi dengan meninggalkan Amy yang merasa telah benar-benar dipermalukan di depan umum. Bahkan saat telah meninggalkan kantin, teriakan Amy yang mulai histeris terdengar di balik punggung mereka membuat Anna dan Bella saling pandang sebelum tersenyum puas setelahnya. Ini adalah kali pertama Anna bisa merasakan kemenangan telak atas Amy.
Rasakan! Siapa suruh dia yang mulai mencari gara-gara terlebih dulu?