Bab 23 . Apa yang Seharusnya Dilakukan Oleh Keluarga
Leo melipat kedua tangan di depan dada, menunggu apa yang akan diucapkan oleh istrinya itu.
"Aku yakin kamu akan memiliki Ibu yang baik dan menyayanginya. Tapi, kamu harus sabar, Anastasya, " ujar Jenna menatap gadis kecil yang berada dalam pangkuannya.
Lalu, Jenna mengabaikan tatapan suaminya itu dan mulai menyantap sarapannya. Ia tidak akan berlama-lama di ruangan ini, sebab Jenna kesulitan bernapas.
Leo tersenyum sinis, setidaknya ini kali pertama ia diabaikan oleh Jenna. Sama seperti Jenna, Leo pun kembali menyeruput kopi dan membicarakan perkembangan bisnis dengan Logan. Sedangkan Rosa, berdiri dari duduknya hanya untuk menuangkan kopi ke cangkir kosong milik Logan.
Jenna mencibir, beginilah perilaku sebenarnya dari anggota Keluarga Kim. Tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat cemas, terhadap kesehatan Tuan Besar Kim.
"Makanlah dengan perlahan, kamu bisa tersedak," Logan mengingatkan. Ya, duduk di hadapan Jenna, ia dapat melihat bagaimana wanita itu makan dengan begitu cepat.
Jenna mengangguk dan langsung mengangkat cangkir, meneguk teh miliknya, untuk membantu mendorong makanan yang tercekat di tenggorokan, turun.
"Ayo, kita ke halaman belakang," ajak Jenna kepada Anastasya yang masih berada di atas pangkuannya.
Gadis kecil itu melompat turun dari pangkuan dan mengulurkan tangan kepada Jenna.
Tersenyum, Jenna menyambut tangan mungil itu. Kemudian, mereka berdua berjalan meninggalkan ruang makan, pergi ke halaman belakang.
Di halaman belakang.
"Nona, kemarilah," panggil Paman Bong, saat melihat Jenna dan Anastasya, berada di halaman belakang.
"Ayo," ajak Jenna.
Mereka menghampiri Paman Bong, ternyata ada sarang burung di sana dan Anastasya begitu antusias. Di saat-saat seperti ini, Jenna dapat tersenyum. Ia berusaha melupakan beban hidup dan duka mendalam, tetapi hanya untuk sesaat. Ya, ia butuh ketenangan untuk menata pikirannya.
Paman Bong sibuk menjelaskan jenis burung apa yang ada di hadapan mereka dan Anastasya terus melontarkan pertanyaan. Jenna tersenyum. Ya, ia benar-benar tersenyum.
Kembali ke ruang makan.
"Apakah Anda menyukai Jenna?" tanya Leo langsung. Entah mengapa ia marah, karena Logan memberikan perhatian kepada istrinya.
"LEO!" tegur Rosa yang kesal atas pertanyaan itu. Saat ini, ia masih sibuk berusaha mendapatkan perhatian Logan Kim.
Lulu merasa pembicaraan akan berubah menjadi perdebatan, jadi ia memutuskan untuk pergi.
"Aku pergi, Bu," ujar Lulu dan berlari, keluar dari ruang makan tanpa menunggu jawaban dari ibunya itu.
"Apa maksudmu?" tanya Logan, dengan nada bicara yang begitu tenang. Ya, Logan Kim handal dalam menyembunyikan perasaannya. Hal itu juga merupakan salah satu alasan yang membuatnya sukses. Lawan bisnis tidak mampu membaca apa pun dari raut wajahnya. Namun, lain halnya dengan Logan, ia juga handal dalam membaca raut wajah orang lain. Saat ini, ia dapat melihat rasa cemburu dari Leo. Cemburu karena perhatian yang diberikannya kepada Jenna. Bukankah itu menggelikan, jika mengingat bagaimana perlakuan Leo terhadap Jenna.
"Maksudku, apakah Anda menyukai Jenna, sehingga jauh-jauh datang kemari dengan alasan untuk menyampaikan belasungkawa. Bukankah, Anda cukup menyampaikan melalui panggilan telepon?" tuduh Leo.
Seulas senyum dingin, terpahat di wajah tampan Logan Kim.
"Apakah kamu mengartikan perhatianku kepada Jenna, sebagai rasa suka? Biar aku jelaskan, apa yang aku lakukan adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga! Kalian bahkan tidak datang ke rumah duka atau mengucapkan rasa duka. Jadi, bukankah perlu seseorang dari keluarga yang menunjukkan rasa itu? Dan apakah kamu lupa, aku tidak pernah kesulitan mendapatkan wanita mana pun, dengan catatan jika aku ingin. Apakah aku terlihat ingin mendapatkan Jenna?" ujar Logan datar.
"Keluarga? Apakah Anda yakin, Anda adalah bagian dari Keluarga Kim?" balas Leo, penuh ejekan.
"LEO!" Kembali Rosa menegur putra tirinya itu.
Logan mengangkat sebelah tangan, sebagai tanda agar Rosa diam.
"Aku memiliki marga Kim, dibelakang namaku. Jadi, apakah kita keluarga?" balas Logan.
BRAKKK!
Leo memukul meja dan berdiri dari duduknya. Ia tidak pernah menyukai Logan Kim, yang terkenal angkuh.
Rosa buru-buru menghampiri Leo dan berkata, "Haruskah kalian bertengkar hanya karena Jenna? Sudah cukup!"
Leo merasa perkataan ibu tirinya itu benar. Jenna tidak pantas untuk diributkan. Jadi, Leo merapikan jasnya dan melangkah pergi, sambil berkata, "Aku akan pergi ke perusahaan."
Tinggallah Rosa dan Logan, berdua di ruang makan.
Jantung Rosa berdebar sedikit lebih cepat. Ia teringat akan masa-masa saat pertama jatuh cinta. Rasa itu tetap berkesan, walaupun ia berakhir menikah dengan pria yang lebih tua 22 tahun darinya, ya menikah dengan Tuan Besar Kim.
"Ehm, apa yang kamu rencanakan hari ini? Jika kamu tidak keberatan, aku berencana menemanimu," ujar Rosa lemah lembut dan duduk di kursi yang berada tepat di samping Logan Kim.
Logan mengangkat cangkir dan meneguk kopi pekat miliknya. Kemudian berkata, "Jika kamu begitu senggang, maka temani saudaraku di rumah sakit."
Lalu, Logan berdiri dan berjalan keluar dari ruang makan, menuju ke halaman belakang di mana putrinya berada.
Rosa menggigit bibir bawahnya begitu kuat, untuk menahan teriakan kesal yang sudah hampir terlontar. Di saat seperti ini, ia masih harus diingatkan kepada suami penyakitan itu. Rosa berharap pria itu segera mati, agar harta warisan segera dibagi. Ya, Rosa tahu surat wasiat sudah disiapkan sedari dulu dan porsi mereka semua, dibagi sama besar. Karena itulah, Rosa selalu bersikap baik di hadapan sang suami, walaupun terpaksa.
Di halaman belakang.
Kaki panjang Logan melangkah menghampiri Jenna Ren, yang sedang tersenyum. Ya, tersenyumlah, itu bagus untuk bayi dalam kandungan. Sebagai seorang ayah, Logan lebih dewasa perhatian terhadap wanita hamil. Hamil adalah hal yang sulit, dulu ia selalu menemani sang istri selama masa kehamilan. Jadi, ia merasa kasihan terhadap Jenna yang harus mengalami semua ini, padahal sedang hamil. Logan yakin perhatiannya timbul karena rasa iba, selain itu ia juga pernah mengalami masa-masa di mana diperlakukan buruk oleh tetua Keluarga Kim.
"Daddy!" pekik Anastasya saat melihat kehadiran sang ayah. Lalu, segera melompat ke dalam gendongan ayahnya yang hangat.
Anastasya berbicara tanpa henti, menjelaskan semua hal yang tadi dikatakan oleh Paman Bong. Gadis kecil itu amat cerdas dan Jenna kagum padanya.
Setelah berbicara panjang lebar, selama beberapa menit, akhirnya Anastasya diam. Logan tersenyum dan mengecup pipi bulat putrinya itu.
"Ikutlah dengan kami. Anastasya ingin pergi ke pusat perbelanjaan," ajak Logan.
"Maafkan Bibi, Anastasya. Bibi tidak bisa ikut, karena tidak begitu sehat," ujar Jenna langsung kepada Anastasya yang ada dalam gendongan sang ayah. Terkadang Jenna sulit menghadapi kebaikan Logan Kim. Ya, ia sadar Logan merasa iba, tetapi perhatian ini hanya akan membuatnya mendapatkan lebih banyak kesulitan. Jadi, Jenna memilih tidak menerima terlalu banyak perhatian.
Anastasya walaupun kecewa, tetapi dengan patuh mengangguk. Lalu, kedua tangan mungilnya terulur untuk memeluk leher Jenna. Tubuh Jenna tertarik lebih dekat ke arah Logan, yang masih menggendong Anastasya.
Paman Bong menatap ke arah mereka bertiga, dengan pelupuk mata yang mulai menghangat. Seandainya Nyonya nya itu menikah dengan Tuan Logan, maka pasti akan lebih bahagia, batinnya.