Ringkasan
TAMAT (70 BAB) Follow IG @authorphoenix_ Berdiri di sisi atap gedung rumah sakit swasta ternama, milik keluarga sang suami. Jenna Ren yang mengenakan pakaian rumah sakit, dengan lengan bercucuran darah, akibat jarum infus yang dicabut asal, pandangannya kabur karena air mata dan berdiri goyah. Bahkan di saat ingin mengakhiri hidupnya, Jenna masih harus menyaksikan sang suami yang turun dari mobil bersama wanita jalang itu. Ya, di ketinggian 7 lantai, Jenna dapat melihat segalanya dengan jelas. Namun, pada detik itu juga, akal sehat sedikit menyadarkannya. Jika dirinya mati, bukankah membuka jalan bagi wanita jalang itu untuk dapat menikah dengan suaminya. Jika dirinya mati, maka mereka akan bersenang-senang, bukan? Kesadaran itu menjadi awal dari titik balik kepribadian Jenna Ren. Setelah diperlakukan begitu buruk, sampai mengalami keguguran, Jenna memutuskan tidak akan mati sebelum membalas perlakuan mereka semua, terutama sang suami dan wanita jalang itu. Mengurungkan niat bunuh diri, Jenna pergi dari rumah sakit, menuju rumah besar Keluarga Kim, rumah suaminya. Menemui Tuan Besar Kim, berlutut dan berkata, "Berikan aku kekuasaan, agar aku mampu membalas mereka semua. Aku mohon.... "
Bab 1 . Hamil
Di lantai atap rumah sakit.
Jenna dengan kaki goyah, mulai memanjat dinding pembatas atap itu. Gedung rumah sakit ini tidak terlalu tinggi, hanya memiliki 7 lantai, tetapi jika melompat, maka Jenna yakin ia pasti akan mati. Walaupun tidak tinggi, tetapi gedung rumah sakit ini begitu luas.
Namun, dari begitu banyak sudut gedung ini, Jenna menaiki sisi atap yang tepat menghadap ke arah depan rumah sakit.
Mata Jenna menatap jauh ke atas langit, air mata sudah berhenti mengalir. Kedua kakinya sudah menapak di atas dinding pagar. Perlahan, Jenna merentangkan kedua tangan, lebar. Memejamkan mata, merasakan terpaan angin dan hangatnya pancaran sinar mentari. Namun, perasaan Jenna tetap sama, ya ia hanya merasa begitu hampa, kosong.
"A-Anakku.... N-Nenek.... Apakah kalian menunggu kedatanganku?" bisik Jenna dengan suara yang begitu pelan. Seulas senyum putus asa menghiasi wajah pucatnya.
Kembali menundukkan kepala, Jenna perlahan membuka mata.
Seakan tidak cukup penderitaan yang diterima, ia yang ingin mengakhiri hidup, kembali harus melihat sang suami dengan wanita lain. Ya, dari ketinggian gedung itu, Jenna dapat melihat semua dengan jelas. Tatapannya tertuju pada lahan parkir rumah sakit.
Semua kemalangan ini, bermula 7 bulan yang lalu.
***
Tujuh bulan yang lalu.
Jenna Ren duduk di kloset toilet, perusahaan tempatnya bekerja selama 5 tahun belakangan ini.
Tangannya gemetar, saat melihat dua garis merah pada alat tes kehamilan yang baru dibelinya. Mendorong kacamata yang merosot, Jenna menatap lekat sekali lagi ke arah dua garis itu. Berharap, salah lihat.
Namun, dilihat berapa lama, bahkan berkali-kali, tetapi hasilnya tetap sama.
Panik! Ya, panik dan mulai berkeringat dingin, Jenna berdiri dan menaikkan celana panjangnya. Menggigit kuku dan mulai ketakutan. Apalagi saat mendengar langkah kaki orang-orang yang masuk ke dalam toilet.
Buru-buru, Jenna memasukkan alat tes kehamilan ke dalam saku celana kerjanya dan membuka pintu ruangan dalam toilet. Lalu, buru-buru keluar tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Kehadirannya tidak terlihat, bahkan tidak penting. Lima tahun bekerja di perusahaan ini, mungkin mereka yang sering melihatnya tidak tahu siapa namanya.
Jenna Ren adalah sekretaris dari CEO, King Company, Leonel Kim. Perusahaan yang bergerak di bidang perhiasan, fashion, perhotelan dan pusat perbelanjaan, serta di bidang properti. King Company adalah perusahaan terbesar di kota dan negara ini, dengan ratusan cabang serta ribuan pegawai.
Berlari kembali ke ruang kerjanya, di lantai yang sama dengan pimpinan tertinggi perusahaan ini. Menarik kursi putar dan duduk di balik meja kerjanya. Mengatup kedua tangan yang gemetar, Jenna berusaha menenangkan diri.
Bagaimana bisa begitu bodoh? Setelah kejadian satu bulan lalu, ia sama sekali tidak memikirkan kemungkinan ini. Cinta satu malam dan berakhir hamil. Jenna curiga, saat haid nya tidak kunjung datang dan saat hendak menuju perusahaan, ia singgah ke apotik untuk membeli satu alat tes kehamilan. Kecurigaannya benar.
Kedua kakinya terus bergerak tidak berhenti, ia begitu panik dan tanpa sadar menatap ke arah dinding kaca di sampingnya. Menatap ke arah bosnya, Leonel Kim. Ayah, bayi yang ada dalam kandungannya.
"Arggghhhh!" pekik Jenna tertahan dan mengacak rambutnya yang memang sudah kusut.
Satu bulan yang lalu, ya satu bulan yang lalu, seperti biasa Jenna mengantarkan kontrak untuk bosnya itu di klub malam terbesar di kota. Saat itu, ia baru diputuskan oleh sang kekasih yang kesal karena Jenna lebih mementingkan pekerjaan daripada hubungan mereka. Merasa frustasi, Jenna minum cukup banyak alkohol saat menunggu kontrak ditandatangani.
Sebenarnya alasan yang membuatnya dapat bekerja selama 5 tahun adalah karena kerja kerasnya yang seperti seorang budak. Siaga 24 jam dan melakukan semua hal untuk CEO itu. Mulai dari menyemir sepatu sampai membersihkan aquarium raksasa di ruang kerja pria itu. Bahkan dalam tas tangan, berisi semua barang bosnya. Malam itu, Leonel Kim mabuk berat dan Jenna yang juga merangkap sebagai sopir dadakan, sama mabuknya. Penjaga klub memanggilkan taksi untuk mereka. Menuju apartemen mewah di tengah kota, untuk mengantar bosnya itu pulang.
Jenna yang juga sesekali diperintahkan untuk membersihkan apartemen itu, sudah tahu letak ruangan di apartemen dan langsung membawa bosnya ke dalam kamar. Entah mengapa, saat terjatuh bersama bosnya itu di atas ranjang king size yang begitu mewah, Jenna yang kehilangan akal sehat, langsung mengecup bibir tipis pria itu.
Awalnya, Jenna hanya penasaran dan hanya ingin mengecup sekilas, tetapi yang tidak disangka, sang bos yang setengah sadar langsung menerkam. Dan begitulah semua terjadi dan itu adalah kali pertama bagi Jenna. Keesokan paginya, mereka sepakat itu adalah kesalahan karena mabuk dan tidak akan membahasnya lagi.
Awalnya cukup canggung, tetapi setelah beberapa hari, mereka sudah mampu mengatasinya. Sampai saat ini, saat Jenna tahu dirinya hamil.
Pesawat telepon di meja kerja berdering dan membuat Jenna terlonjak karena terkejut.
"H-Halo!"
[Siapkan kontrak kerjasama dengan Victor Company!]
Kemudian sambungan telepon diputuskan.
Jenna meletakkan gagang telepon dan menatap ke layar datar komputer di hadapannya, berusaha konsentrasi. Membuka file dan memperbarui draft kontrak yang ada.
Siang hari.
Ding!
Pintu lift pribadi terbuka dan seorang staff keamanan, mengantar langsung seorang tamu yang merupakan perwakilan dari Victor Company.
Jenna langsung berdiri dan menyambut tamu itu, mengetuk pintu ganda ruang kerja sang CEO.
"Masuk."
Suara berat Leonel Kim terdengar dari balik pintu itu.
Jenna membuka pintu dan mempersilahkan tamu itu masuk.
"Selamat siang Tuan Victor," sapa Leo yang berdiri dari duduknya dan sambil merapikan jas jahitan tangan, yang membalut sempurna tubuh atletis itu.
Kedua pria itu saling berjabat tangan dan duduk di sofa hitam di tengah ruang kerja luas ini.
"Jenna, bawakan kontrak!"
"Baik, Tuan."
Jenna berlari keluar dari ruangan itu dan mengambil dokumen yang dimaksud, dari meja kerjanya. Sepatu flat berwarna hitam, membuat langkahnya lancar, celana panjang hitam membuat geraknya tidak terbatas dan atasan kemeja longgar, membuat kedua tangannya dapat bergerak leluasa. Rambut bergelombang selalu diikat sanggul pada bagian belakang kepala, sehingga tidak mengganggu pandangannya. Kacamata berbingkai hitam membuat tatapannya jelas. Namun, hari ini otaknya bermasalah, tidak dapat fokus karena kenyataan mengejutkan yang terus membuatnya khawatir.
Dengan kedua telapak tangan berkeringat, Jenna berjalan cepat kembali ke ruang kerja sang CEO.
Menyerahkan dokumen itu kepada bosnya dan melangkah ke arah mesin pembuat kopi. Meletakkan gelas dan menyalakan mesin itu.
Leonel memeriksa sekilas kontrak itu, sekilas saja sebab biasanya sangat sekretaris sangat teliti dan tidak pernah membuat kesalahan. Namun, pada halaman pertama satu kesalahan fatal sudah tertangkap oleh matanya.
"Jenna!" panggil Leonel, sambil memijat pelipisnya.
Jenna yang tiba-tiba dipanggil, kembali terkejut. Cangkir berisi kopi panas yang ada dalam genggamannya bergoyang dan tumpah mengenai tangannya.
"Arghhh!" pekik Jenna tertahan, saat kopi panas mengenai tangannya.
Panik! Jenna hendak meletakkan cangkir itu ke meja, tetapi karena begitu panik, cangkir itu semakin terguncang dan isinya menyiram tangannya semakin banyak.
Saat kedua cangkir itu hendak terlepas dari tangannya, beruntung Leonel mengambilnya.
"M-Maafkan aku, Tuan."
Buru-buru Jenna meminta maaf dan menyembunyikan tangannya kebalik punggung.
Leo tidak menjawab apa pun, meletakkan cangkir itu kembali ke meja di mana mesin kopi berada, lalu berjalan ke balik meja kerja, mengangkat gagang telepon.
"Rosa, segera keruanganku! Gantikan Jenna!" ujar Leo dingin, lalu meletakkan gagang telepon cukup kasar.
"Keluar! Kembali bekerja, setelah kamu dapat fokus!" perintah Leo dingin dan kembali duduk di sofa kulit, meminta maaf atas kericuhan yang tidak penting.
Dengan menunduk, Jenna berjalan cepat keluar dari ruangan itu, menuju toilet. Membuka keran di wastafel dan air dingin mengalir, menyiram ke luka lepuh pada jari jemarinya.
Leonel Kim, pekerja keras dan tidak mentolerir kesalahan, sekecil apa pun. Di usia yang masih amat belia, yaitu 25 tahun, Leo berhasil menduduki posisi sebagai CEO, berkat kepiawaiannya dalam berbisnis.
Begitu juga dengan Jenna, walaupun tidak memiliki mimpi setinggi itu, tetapi ia selalu bekerja dengan penuh ketelitian, tetapi pengecualian untuk hari ini. Ia tidak mampu fokus, saat memikirkan ada nyawa lain di dalam rahimnya.
Satu hari itu, Jenna hanya duduk di anak tangga yang ada di balik pintu darurat. Memikirkan apa yang harus dilakukan? Yang pasti, ia tidak ingin menjadi pembunuh dengan menggugurkan kandungannya. Lalu, apa? Menjerat bosnya itu ke dalam pernikahan? Sepertinya itu tidak mungkin, lagipula Jenna tidak mau. Pernikahan harus dilandasi dengan cinta dan kepercayaan, bukan karena kecelakaan satu malam seperti ini.
Termenung begitu lama, akhirnya Jenna dikejutkan dengan getar ponselnya. Buru-buru, mengeluarkan ponsel dari saku dan itu adalah panggilan dari Rosa, sekretaris Direktur perusahaan ini, Nyonya Besar Kim, nenek dari Leonel Kim.
"Halo._
[Mau sampai kapan kamu meninggalkan pekerjaanmu padaku? Kembali sekarang, atau aku akan hancurkan meja kerjamu!]
Belum sempat menjawab, panggilan itu sudah diputuskan. Jenna berdiri dan perlahan membuka pintu darurat, keluar.
"Ini semua sudah aku selesaikan! Dan ini, yang harus kamu kerjakan sekarang!. Maaf, aku harus pulang awal, pengasuh anakku tidak akan menunggu!" seru Rosa dan meninggalkan meja kerjanya. Yang ternyata, hari sudah sore dan waktunya pulang kerja. Berarti, begitu lama dirinya termenung duduk di tangga, tanpa melakukan apa pun. Bahkan, Jenna sama sekali tidak merasa lapar ataupun haus.
Menatap ke arah catatan kecil yang dituliskan Rosa, tetapi Jenna tidak mampu membaca isinya. Dirinya benar-benar kacau.
Drittt Drittt!
Ponselnya kembali bergetar kembali terkejut. Namun, kali ini adalah panggilan dari sang bos.
"H-Halo!"
[Antarkan kontrak A&T ke restoran Hotel King, sekarang! Aku tidak mau ada kesalahan!] Tegas Leonel Kim dari seberang panggilan.
Kemudian, panggilan diputuskan.
A&T, A&T, ah... Ini dia. Dokumen ini sudah dipersiapkan beberapa hari yang lalu, jadi Jenna yakin terhindar dari kesalahan. Mengambil tas tangan dan memasukkan dokumen serta ponsel, Jenna langsung masuk ke dalam lift, turun ke lobi.