Bab 22 . Sandiwara
Tiba di kediaman Kim, Jenna memindahkan Anastasya yang masih terlelap ke tangan Logan.
"Jenna," panggil Logan.
Jenna mengangkat wajah dan tatapan mereka bertemu. Jenna menghormati pria itu, layaknya ia menghormati Tuan Besar Kim.
"Kamu tahu harus menghubungi kemana, jika butuh bantuanku bukan?" tanya Logan yang amat yakin, Jenna tidak baik-baik saja.
Jenna mengangguk dan mengucapkan terima kasih, sebelum turun dari mobil.
Jenna melangkah masuk ke dalam kediaman, setelah mobil melaju pergi. Begitu kakinya hendak menapak anak tangga, rambutnya dijambak dengan kasar dari belakang.
Rosa sedari tadi menunggu Jenna kembali, untuk melampiaskan kekesalannya.
Jenna terhuyung beberapa langkah kebelakang, beruntung ia tidak terjatuh. Mengangkat wajah dan melihat tangan sang ibu mertua sudah terangkat tinggi, sebuah tamparan keras ditargetkan ke wajahnya.
"Apakah Ibu ingin Tuan Logan melihat bekas tamparan di wajahku?" tanya Jenna yang sama sekali tidak lagi merasa takut.
Rosa langsung menurunkan tangannya dan mencerna perkataan Jenna. Benar, Logan akan berada di kota ini selama tiga hari ke depan, artinya pria itu pasti akan kembali untuk menemui menantu kampungannya itu.
"Kamu mengancam?" desis Rosa di sela rahang yang terkatup.
"Tidak! Aku hanya mengingatkan," balas Jenna dan langsung berbalik, naik ke lantai atas, ke kamarnya.
Tiba di kamar Jenna tidak duduk di sisi ranjang seperti biasa, melainkan langsung berbaring. Perutnya kembali mengalami kram. Apakah ada masalah dengan kehamilannya? Namun, sewaktu melakukan pemeriksaan tidak ada masalah. Kembali Jenna meyakinkan diri sendiri, ini akibat dari tekanan yang diterimanya. Setidaknya untuk tiga hari ke depan, kehidupannya akan aman dari ibu mertuanya.
Memejamkan mata, Jenna pun terlelap. Ia tertidur dan terbangun keesokan harinya. Ini kali pertama Jenna dapat tidur begitu lelap dan lama.
Jenna merenggangkan tubuh dan turun dari ranjang. Tidak lagi ada rasa kram pada bagian perut, jadi Jenna tidak lagi terlalu memikirkannya.
Pintu kamar mandi terbuka dan Leo melangkah keluar. Pria itu baru selesai mandi, aroma sabun yang segar menyeruak. Masih dengan pinggang terlilit handuk, Leo melangkah mendekati Jenna. Ini pertama kali, Leo menatapnya seperti itu dan membuat Jenna tidak tahu harus berbuat apa, selain membalas tatapan suaminya itu.
"Tidurmu begitu lelap. Apakah dirimu begitu bahagia?" tanya Leo dengan nada penuh ejekan.
"Apa maksudmu?" tanya Jenna yang mendengar jelas nada mengejek pada ucapan suaminya itu.
Tersenyum sinis, Leo berjalan ke arah ruang pakaian dan tidak menjawab pertanyaan Jenna.
Jenna yang bingung, menunggu. Ia duduk di sisi ranjang dan menatap ke arah pintu ruang pakaian yang terbuka lebar.
Tidak lama, Leo melangkah keluar dan sudah berpakaian rapi. Berhenti melangkah saat jarak mereka hanya terpaut beberapa langkah.
Jenna tahu tatapan pria itu menunjukkan amarah. Masalah apalagi yang akan menimpanya? batin Jenna, risau.
"Aku dengar, kemarin kamu keluar dengan Logan?" ujar Leo dingin. Hubungannya dengan sang paman, tidak begitu akur. Lagipula pamannya itu adalah anak angkat, jadi Leo biasanya langsung memanggil nama.
Ah, ternyata masalah itu. Jenna yakin, ibu mertuanya melaporkan sesuatu yang berlebihan kepada Leonel. Namun, mengapa suaminya itu peduli? Sebab, selama hampir 5 bulan pernikahan mereka, pria itu sama sekali tidak peduli padanya. Lalu, mengapa saat ini berbeda? Apakah pria itu cemburu? batin Jenna.
"Dengan Anastasya, kami makan di restoran cepat saji tengah kota. Setelah itu, aku pulang," ujar Jenna, mengatakan yang sesungguhnya.
Leo tertawa sinis dan berkata, "Kamu yakin hanya itu? Aku heran, mengapa Logan terbang kemari hanya untuk menyampaikan belasungkawa, jika hubungan kalian hanya seperti yang kamu katakan tadi!"
Hubungan apa? Pertemuannya dengan Logan, hanya beberapa kali. Apalagi setelah menikah, Jenna bertemu dengan Logan hanya di kediaman ini. Lalu, apa yang membuat Leo memiliki prasangka buruk padanya.
"Itu hal yang seharusnya dilakukan keluarga. Kamu cemburu?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Jenna.
Ha ha ha!
Leo tertawa begitu keras, tentu dengan nada menghina.
"Cemburu? Keluarga? Bagaimana perkataan itu mampu terucap dari mulutmu? Apakah kamu tidak tahu malu?" ejek Leo.
Jenna mengatup bibirnya kuat dan kedua tangannya yang berada di atas pangkuan, terkepal erat.
"Aku tidak tahu kamu bodoh atau naif. Namun satu hal yang pasti, kamu tidak sepolos yang aku kira. Hanya saja, tingkahmu itu jangan sampai membuat nama baik Keluarga Kim, tercemar!" ujar Leo, kasar.
Jenna tidak memiliki kekuatan untuk berdebat, jadi ia bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi. Lalu, menutup pintu cukup kuat, menunjukkan bahwa ia juga merasa kesal.
Sengaja berlama-lama, untuk melewati waktu sarapan pagi. Setelah melewati sekitar satu jam, barulah Jenna turun ke lantai bawah.
Jenna harus melewati ruang makan, agar dapat tiba di dapur. Namun, langkahnya langsung terhenti, saat melihat ruang makan masih begitu ramai. Semua orang ada di sana, termasuk suaminya.
"Bibi!" seru Anastasya saat melihat kehadiran Jenna.
Gadis kecil itu melompat turun dari kursi dan berlari ke arah Jenna, memeluknya erat.
Jenna yang masih merasa bingung, sempat membeku sejenak, sebelum menyambut pelukan Anastasya.
"Lihatlah, bagaimana istrimu tidur sampai begitu siang," ujar Rosa, memecahkan keheningan. Tentu ia tidak ingin perilaku buruknya terhadap Jenna, diketahui oleh Logan.
Lulu yang duduk di samping ibunya, hanya tersenyum penuh makna. Sedangkan Leo, hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa pun.
Anastasya menggandeng tangan Jenna dan berjalan ke arah meja makan. Dengan polos gadis kecil itu, meminta Jenna untuk duduk di kursinya tadi, tepat di samping sang ayah.
"Anak manis, Bibi Jenna akan duduk di samping Paman," ujar Leo yang duduk tepat di hadapan Logan.
Anastasya cemberut dan menengadah menatap Jenna. Gadis kecil itu sudah mau menangis.
"Bagaimana jika Anastasya duduk bersama Bibi? Bibi akan memangku dirimu. Mau?" tanya Jenna.
Anastasya mengangguk.
Maka, untuk menghindari keributan yang tidak perlu, Jenna yang masih menggandeng Anastasya, berjalan ke arah sisi lain meja.
Dengan senyum lebar, Leo menarik kursi untuk Jenna. Kursi yang tepat berada di sampingnya.
Jenna duduk dan mengangkat Anastasya ke atas pangkuannya. Segera seorang pelayan menghidangkan sarapan di hadapannya. Jenna tahu itu bukan masakan Yura. Ya, sudah beberapa waktu Yura menyiapkan makanan untuknya. Masakan Yura lezat, tetapi bukan seperti masakan koki handal seperti masakan yang disajikan di depannya saat ini.
Sungguh menggelikan. Ibu mertuanya berusaha amat keras untuk semua ini. Hal tersebut membuat Jenna merasa muak, termasuk sikap Leonel saat ini. Namun, Jenna hanya dapat bergabung dalam sandiwara mereka saat ini.
"Anastasya, kamu suka dengan Bibi Jenna?" tanya Leo, sambil menatap gadis kecil yang berada di pangkuan istrinya itu.
Anastasya mengangguk.
"Maka, minta ayahmu menikah lagi dan temukan Ibu baru untukmu. Bibi Jenna adalah milik Paman Leo, jadi tentu tidak dapat menjadi milik kalian," ujar Leo, tanpa menyadari bahwa gadis kecil di hadapannya baru berusia tiga tahun.
"Cukup!" ujar Jenna tegas dan memalingkan wajah menatap Leo.
Leo menaikkan alis dan membalas tatapan Jenna.