Bab 21 . Bersedia Menderita
Keesokan harinya.
Logan dan putrinya, tiba di kediaman Kim. Ia mendapat kabar tentang meninggalnya nenek Jenna dari Yura dan alasan kedatangannya adalah untuk menyampaikan belasungkawa. Kali ini, ia memutuskan untuk tinggal selama 3 hari, karena itulah ia mengajak putrinya turut serta.
"Logan," panggil Rosa bahagia. Kejutan apa ini, dapat melihat Logan di kediamannya. Anastasya bersembunyi di balik kaki sang ayah. Gadis kecil itu begitu takut dengan Rosa.
Logan hanya mengangguk dan berkata, "Aku hendak bertemu dengan Jenna."
"Mari saya antar, Tuan," ujar Yura segera. Ya, Yura yang mengabarkan tentang kepergian Nenek Jenna.
"Aku yang akan mengantar mereka! Kamu lanjutkan kesibukanmu!" sela Rosa dan berusaha untuk menjaga wajahnya tetap tersenyum. Ia kesal dan marah, saat tahu alasan kedatangan Logan adalah Jenna.
Mereka naik ke lantai atas dan berjalan ke arah kamar Jenna.
Tok tok tok.
"Jenna," panggil Rosa, sambil mengetuk pintu sebelum membukanya.
Rosa masuk terlebih dahulu dan terkejut melihat kamar begitu gelap, bahkan tirai tidak dibuka. Dasar menantu bodoh, batinnya marah. Lalu, Rosa melangkah ke arah jendela dan menarik tirai, hingga terbuka lebar.
Jenna yang duduk di sisi ranjang, langsung memejamkan mata karena sinar matahari yang menerobos masuk, begitu menyilaukan. Ia sudah mandi dan berganti pakaian, kemudian hanya duduk diam di sisi ranjang.
"Bibi!" panggil Anastasya dan berlari ke arah Jenna.
"Apakah Bibi sakit?" tanya gadis kecil itu, saat berdiri di hadapan Jenna.
Melihat gadis kecil itu, Jenna mengusahakan seulas senyum dan berkata, "Bibi, baik-baik saja."
Namun, Anastasya adalah anak yang bijak dan ia dapat melihat bahwa Jenna, tidak dalam keadaan baik-baik saja. Lalu, kedua tangan mungil itu memeluk tubuh Jenna.
Jenna yang tiba-tiba dipeluk, harus berusaha kerasa menahan air matanya. Ia tidak ingin menangis di hadapan gadis kecil itu dan Jenna, membalas pelukan itu. Untuk beberapa saat, mereka tetap saling berpelukan dan tangan mungil itu, menepuk perlahan punggung Jenna.
Rosa sampai harus menggigit lidah, agar tidak melontarkan sumpah serapah. Ia yakin, Jenna hanya wanita kampungan yang handal dalam kepura-puraan. Seperti sekarang ini, wanita kampungan itu pura-pura lemah, untuk mendapatkan perhatian Logan dan putrinya itu.
Logan melangkah maju dan mendekat, kemudian berlutut dengan satu kaki ditekuk tepat di hadapan Jenna, di samping putrinya.
"Aku turut berdukacita," ujar Logan.
Jenna melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Logan Kim. Air matanya merebak, pria itu adalah orang pertama dari Kelurga Kim yang mengutarakan rasa belasungkawa. Menutup wajahnya dengan kedua tangan, Jenna kembali menangis.
"Mengapa kamu menangis?" tegur Rosa kesal. Ia muak melihat kepura-puraan itu.
"Biarkan saja. Lagipula ini wajar bagi mereka yang berduka," jawab Logan, membela Jenna.
Logan berdiri tegak dan menggendong Anastasya, kemudian berkata, "Biarkan Bibi Jenna sendirian dulu."
Anastasya ikut sedih melihat Jenna menangis, jadi gadis kecil itu membenamkan wajahnya di bahu bidang sang ayah.
"Setelah tenang, turunlah. Ikut kami keluar untuk makan. Anastasya belum makan siang," ujar Logan, lalu melangkah keluar.
Mendengar hal tersebut, Rosa langsung berlari ke kamarnya untuk berganti pakaian dan berdandan. Ia harus ikut. Amat jarang memiliki kesempatan untuk pergi bersama dengan Logan, bahkan belum pernah.
Jenna menghentikan tangisannya, walaupun begitu sulit. Mendengar Anastasya belum makan, ia tidak boleh berlama-lama, sebab bisa saja gadis kecil itu sakit. Menghapus jejak air mata menggunakan punggung tangan, Jenna langsung keluar dari kamar dan turun. Sejak dulu, ia menyukai gadis kecil itu, bahkan saat masih bayi, Jenna pernah menggendongnya beberapa kali. Anak yang malang, harus kehilangan ibu pada saat hari kelahirannya, Jenna turut merasa sedih.
Tiba di lantai bawah, mereka langsung berangkat.
Di dalam mobil, mereka bertiga duduk di kursi penumpang bagian belakang, dengan Anastasya berada di tengah.
"Kemarilah," pinta Jenna sambil menepuk pangkuannya.
Anastasya langsung berpindah dan duduk di pangkuan Jenna.
"Maafkan, karena tadi kamu melihat Bibi menangis," ujar Jenna lembut, sambil merapikan rambut ikal Anastasya, yang sedikit kusut.
"Tidak apa-apa. Anastasya juga sering menangis dan Daddy tidak pernah marah," jawab Anastasya dengan gaya bicara cadelnya.
"Kau tahu, kamu akan segera memliki teman untuk bermain," ujar Jenna sambil menunjuk ke arah perutnya sendiri.
"Apakah ada bayi di sana, Bi? Tapi, mengapa tidak buncit?" tanya Anastasya dengan bijak.
Jenna tersenyum dan berkata, "Masih butuh beberapa bulan agar bayi ini bertambah besar."
Anastasya mengangguk dan sebelum gadis kecil itu melontarkan pertanyaan lagi, Jenna tersenyum dan menarik tubuh Anastasya ke dalam pelukannya.
"Apa saja yang sudah kamu pelajari di sekolah?" tanya Jenna mengalihkan pembicaraan.
Mulailah Anastasya menyebutkan satu persatu hal yang dipelajarinya. Jenna mendengarkan dengan seksama dan sesekali melontarkan pertanyaan. Begitulah kedua wanita itu mengobrol panjang lebar.
Logan yang duduk di sisi yang lain, menatap kedua wanita itu dengan tatapan serius. Putri kecilnya jarang berbicara begitu panjang dan lebar, bahkan hal itu tidak dilakukan bersama dengan sang pengasuh maupun dirinya. Hal itu membuat Logan berpikir, seperti inikah rasanya jika Anastasya memliki seorang ibu?
Kembali ke kediaman Kim.
Rosa mengamuk dan menghancurkan vas bunga, yang ada di meja dekat pintu utama kediaman. Setelah berdandan begitu cantik dan mengenakan pakaian paling mahal, ia malah ditinggal begitu saja. Amarahnya ditujukan kepada semua pelayan yang berpapasan dengannya. Kediaman Kim menjadi begitu mencekam.
Kembali kepada Jenna dan Logan.
Mereka makan di salah satu restoran fast food kesukaan Anastasya. Setelah sekian lama, baru saat ini Jenna dapat menghabiskan satu porsi makanan. Mungkin karena suasana hatinya yang menjadi jauh lebih baik, setelah bertemu dengan Anastasya.
Logan hanya diam dan membiarkan kedua wanita itu terus berbicara. Selesai makan, mereka kembali masuk ke dalam mobil. Anastasya tanpa diminta, langsung duduk di pangkuan Jenna dan tidak lama, gadis kecil itu tertidur.
"Berikan padaku," ujar Logan perlahan, ia tidak ingin berat tubuh Anastasya menekan perut Jenna.
"Tidak apa-apa. Biarkan aku memangkunya," tolak Jenna, sambil menatap wajah yang begitu damai saat terlelap seperti ini.
Suasana menjadi begitu hening, karena tidak ada yang berbicara. Namun, pada akhirnya Logan membuka suara.
"Jika kamu membutuhkan bantuan, maka katakan padaku," ujar Logan.
Ucapan itu membuat Jenna memalingkan wajah dan menatap pria itu. Ya, aku sangat butuh bantuan, aku ingin pergi meninggalkan semua ini. Namun, itu hanya diucapkan dalam hati. Sebab, Jenna tidak dapat pergi karena bayi yang ada dalam kandungannya. Ia tidak ingin bayinya nanti tidak memiliki seorang ayah. Cukup dirinya yang merasakan kesepian itu, Jenna berharap kehidupan yang lebih baik untuk bayinya. Walaupun itu artinya, ia yang harus menderita. Tidak masalah, ia bersedia menderita.
Jenna menggeleng dan memutuskan kontak mata dengan Logan. Lalu, kembali menatap ke wajah Anastasya yang begitu menggemaskan. Apakah bayinya nanti akan terlihat seperti gadis kecil ini yang begitu menggemaskan? batin Jenna, bahagia.