Bab 18 . Masalah Langsung Menghampiri
Perusahaan Logan Company, berada di tengah kota dengan gedung yang cukup besar dan tinggi. Ruang kerjanya sendiri berada di lantai paling atas, yaitu lantai 18.
Walau masih kalah megah dari gedung perusahaan King Company, milik sang kakak, tetapi Logan sama sekali tidak merasa berkecil hati. Sebab, semua ini diperoleh dari jerih payahnya sendiri.
Logan tidak sendirian di ruang kerja, putrinya, Anastasya berada dalam gendongan.
Gadis kecil berusia 3 tahun, dengan tubuh yang sedikit berisi, terlelap di dalam gendongan sang ayah yang begitu hangat.
Wajah bulat dan merona, bersandar pada bahu bidang, Logan.
Logan sendiri menatap jauh ke depan dinding kaca, tetapi dengan pikiran yang melayang jauh. Perjuangannya untuk mencapai titik ini, tidaklah mudah. Segala intimidasi dari para tetua Keluarga Kim, pernah didapatnya dan beruntung, amarah yang timbul, memacunya agar menjadi orang sukses. Bekerja tanpa mengenal waktu dan dengan insting bisnisnya, membawa Logan sampai pada titik ini.
Logan Company, berdiri sendiri. Sama sekali tidak terikat dengan King Company. Namun, mereka memiliki banyak hubungan kerjasama dalam berbagai bidang.
Istrinya, ibu dari Anastasya, meninggal saat melahirkan. Hal itu, membuat dirinya menjadi seorang duda dan putrinya, menjadi seorang anak yang tidak pernah merasakan kehangatan seorang ibu. Logan banyak menghabiskan waktu dengan putrinya dan terlibat dalam semua hal, yang terkait dengan Anastasya.
"Tuan, biar aku menggendong Nona dan kembali ke kediaman," seru seorang pengasuh yang baru saja melangkah masuk, ke dalam ruang kerja. Pengasuh Anastasya adalah seorang wanita paruh baya, yang merupakan mantan pelayan Keluarga Kim. Saat istrinya meninggal, saudaranya memerintahkan pelayan itu untuk ikut bersama dengannya. Sebab, bukan perkara mudah, mengasuh seorang bayi.
Perlahan, Logan meletakkan Anastasya yang masih terlelap, ke lengan sang pengasuh. Lalu, sang pengasuh pamit, untuk kembali ke kediaman. Supir sudah menunggu di depan gedung.
Tinggallah Logan sendirian di ruang kerja dan kembali duduk, di balik meja kerjanya.
Jari jemarinya mengetuk meja dan pikirannya kembali berkelana. Sedari tadi, yang dipikirkan hanyalah Jenna Ren. Logan merasa prihatin dengan wanita itu. Mungkin karena ia juga pernah mengalami kekerasan dalam keluarga itu. Apalagi Logan teringat jelas akan memar di kening Jenna, serta perlakuan Leonel yang buruk.
Namun, tidak ada yang dapat dilakukan. Logan tidak mungkin mencampuri kehidupan pernikahan, keponakannya. Itu melewati batas. Jadi, Logan hanya dapat berharap wanita itu dapat bertahan dan baik-baik saja.
Telepon di atas meja kerja, berdering. Menekan tombol speaker, maka terdengar suara sang sekretaris.
[Tuan Logan, Nona Estelle sudah tiba.]
"Izinkan dia masuk."
Pintu ruang kerja terbuka dan seorang wanita cantik melangkah masuk. Estelle adalah seorang model yang berdarah campuran.
"Logan," panggil Estelle manja.
Logan berdiri dari duduknya dan melangkah ke arah Estelle.
Sebuah kecupan di bibir dan pelukan, diberikan pada wanita itu. Ya, ia mencintai istrinya, tetapi ia juga bukan pria suci. Kebutuhan biologis menuntut untuk dipuaskan. Maka, Logan menjalin hubungan dengan Estelle, dalam setahun terakhir ini. Hanya saja, hubungan mereka dijalani dengan sembunyi-sembunyi. Sebab, mereka berdua tidak suka dengan gosip.
***
Kembali ke belahan dunia yang lain, tepatnya di kediaman Kim.
Mobil berbelok masuk ke dalam halaman kediaman dan Jenna langsung turun, saat mobil berhenti.
Lulu Kim ada di halaman depan, menunggu mobil yang ditumpangi Jenna. Ia begitu kesal, saat hendak keluar tetapi tidak ada supir. Jadi, saat melihat Jenna kembali, ia tidak akan membiarkannya begitu saja.
"Jenna, Ibu memintamu pergi ke ruang tengah!" ujar Lulu, sebelum masuk ke dalam mobil. Ya, ia tidak sudi memanggil Jenna dengan sebutan kakak ipar.
Jenna yang tidak sempat bertanya, hanya dapat pergi ke ruang tengah, untuk menemui ibu mertuanya itu. Walaupun, Jenna begitu enggan.
Melangkah tanpa mencurigai apa pun, Jenna menuju ruangan itu dan tiba di sana, seketika langkahnya terhenti. Namun, sudah terlambat. Semua mata sudah tertuju padanya.
Di ruang tengah, Rosa sedang berkumpul dengan para sahabatnya yang merupakan istri dari pengusaha dan pejabat. Ada lima orang tamu di sana dan semua terlihat kaya.
Tatapan sang ibu mertua langsung membuatnya, bergidik. Tatapan penuh kebencian, seakan berkata mengapa dirinya muncul. Akhirnya, Jenna mengerti ini adalah jebakan dari Lulu.
"M-Maaf," ujar Jenna, meminta maaf dan hendak berbalik pergi. Namun, langkahnya terhenti saat seseorang berkata, "Tuangkan teh!"
Orang-orang mulai tersenyum. Tentu mereka tahu siapa dirinya, tetapi tidak ada persahabatan sejati di antara sekelompok wanita kaya itu. Ketika berkumpul, maka mereka hanya akan menyombongkan diri dan menjelekkan orang lain. Tidak dipungkiri, mereka iri dengan Rosamond. Walaupun menikahi suami tua, tetapi pria itu kaya raya dan setia. Tidak seperti mereka, memiliki suami yang menikahi wanita lain lagi.
Rosamond begitu berang, bahkan ia harus berusaha keras untuk tidak melempar sesuatu ke arah menantunya itu.
"Tidakkah kamu dengar? Segera tuangkan teh!" ujar Rosa dingin.
Jenna langsung melangkah masuk dan mengangkat poci keramik yang indah, kemudian mengisi cangkir-cangkir yang tertata rapi di atas meja.
"Apakah kamu pelayan atau menantunya?" tanya salah seorang wanita dengan setelan merah. Tentu tidak lupa bertanya dengan seulas senyum, yang penuh ejekan.
"Menantu sama saja dengan pelayan. Begitu masuk ke rumah keluarga suami, maka ia harus melayani orang-orang di sini! Termasuk kalian," jawab Rosa, sambil mengangkat cangkir teh dan meneguknya.
"Ah, itu tidak berlaku jika menantumu dari kalangan yang sama. Seperti dia," ujar wanita dengan setelan merah, sambil menunjuk ke arah wanita yang lain.
"Ha ha ha! Tentu saja, bagaimana mungkin aku memperlakukan menantuku, seperti itu," balas wanita yang ditunjuk tadi.
Lalu, kelima wanita itu tertawa dan saling memuji. Tentu itu untuk membuat Rosa, tambah berang.
Perlahan, Jenna berbalik dan meninggalkan ruang tamu itu. Ia tahu, setelah ini ia akan terlibat masalah. Semua ini karena Lulu, anak kurang ajar itu.
Menapaki tangga, untuk kembali ke kamar. Jenna mengira, masalah akan menghampirinya nanti, tetapi ia salah. Masalah langsung menghampiri saat itu juga, sebab ibu mertua mengikutinya.
"JENNA!" teriak Rosa saat mereka berada di koridor lantai dua.
Perasaan Jenna langsung membeku dan menghentikan langkah. Perlahan, berbalik dan menatap ke arah sang ibu mertua.
"TOLOL!" raung Rosa, marah.
"Kamu mempermalukan diriku! Apakah puas? Inikah caramu membalas dendam?" raung Rosa lagi dan melangkah mendekati Jenna.
"Jangan mengira karena suamiku memperlakukanmu dengan baik, maka membuat dirimu dapat bertindak sesuka hati!" ujar Rosa, sambil menggunakan jari telunjuk, menusuk-nusuk pundak Jenna.
Tubuh Jenna terdorong ke belakang, sampai tertahan di tembok.
"Lulu mengatakan, bahwa Ibu minta bertemu," ujar Jenna, apa adanya.
PLAKKK!
Satu tamparan kembali melayang di wajahnya, bahkan kali ini pipi Jenna terluka, karena goresan kuku yang tajam itu.
"Berani-beraninya kamu membawa nama Lulu! Apakah kau mengira, aku akan percaya? Apakah kau mengira aku bodoh?" seru Rosa, berapi-api. Keinginan untuk memukul menantunya itu, semakin besar dan memuncak.