Bab 17 . Tidak Lagi Merasa Cemburu
Kembali ke kediaman Kim.
Jenna tidak lagi berencana bertemu dengan ibu mertua, maupun iparnya itu. Jadi, ia lebih memilih melewati jam makan, baru kemudian turun ke lantai bawah, setelah semua orang selesai makan.
Turun perlahan, layaknya seorang pencuri. Waktu makan siang sudah berlalu sekitar satu jam, barulah Jenna pergi ke ruang makan. Namun, tidak lagi ada makanan di atas meja makan.
Jenna kemudian berjalan ke arah dapur dan bertanya kepada pelayan yang ada di sana.
"Apakah masih ada lauk? Aku hendak makan siang," tanya Jenna.
Pelayan itu berbalik dan menatap Jenna dengan wajah enggan. Tidak ada pelayan waras, yang ingin terlibat dengan Nyonya baru itu. Nyonya baru itu dibenci oleh Nyonya Besar mereka dan mereka tentu tidak ingin terlibat masalah, karena wanita hamil itu.
"Nyonya Besar, memerintahkan untuk membuang semua lauk sisa," jawab pelayan itu, kemudian segera berbalik dan meninggalkan dapur.
Meninggalkan Jenna sendirian, di dapur yang luas itu.
Menghela napas, Jenna berjalan ke arah kulkas dan menyiapkan makan siang sederhana untuk dirinya sendiri. Tidak sampai 10 menit, Jenna sudah dapat menyantap makan siang sederhananya itu. Namun, makanan ini terasa lebih lezat dibandingkan dengan makanan yang disiapkan oleh pelayan. Ya, semua makanan itu menjadi hambar, saat makan bersama dengan ibu mertuanya itu.
Selesai makan, tidak lupa Jenna merapikan semuanya kembali seperti sedia kala.
Hari-hari berikutnya, berlalu dengan lambat. Jenna lebih memilih untuk menghindar, agar tidak perlu berhadapan dengan ibu mertuanya itu.
Suaminya, Leonel, satu atau dua kali dalam satu minggu akan pulang, hanya untuk tidur dengan keadaan mabuk. Saat pria itu terlelap di sampingnya, Jenna akan berbalik dan menatap suaminya itu. Aroma parfum wanita yang begitu harum, menyeruak dari tubuh sang suami. Jenna tahu parfum itu milik siapa, ya aroma itu sama dengan aroma tubuh Anya Lu, putri tunggal dari A&T Group dan sahabat sang suami. Apakah Jenna merasa cemburu? Tidak.
Ia tidak merasakan apa pun selain rasa hampa dan rasa benci yang perlahan semakin tumbuh, berkembang dengan subur.
***
Minggu ini, Tuan Besar Kim diizinkan pulang dari rumah sakit.
Jenna turut gembira dan menyambut dari kejauhan. Tuan Besar Kim terlihat begitu lemah dan dengan begitu banyak peralatan medis yang terpasang pada tubuh renta itu.
Jenna mengintip dari balik pintu kamar utama. Para dokter memasang begitu banyak selang dan hal itu membuat Jenna merasa sedih. Apakah operasi tidak berjalan lancar? batin Jenna, cemas.
Di dalam kamar utama, Nyonya Besar Kim mendengar penjelasan dari sang dokter. Akan ada dokter yang berjaga di sisi Tuan Besar Kim selama 24 jam, sehari. Jenna tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang dokter. Tatapannya, terus tertuju pada Tuan Besar Kim yang terbaring lemah. Bahkan, untuk bernapas, butuh bantuan oksigen.
Tatapan mereka bertemu dan Jenna dapat melihat seulas senyum tipis di wajah keriput itu.
"K-Kemarilah," ujar Tuan Besar Kim, perlahan.
Perkataan pria tua itu, membuat semua mata tertuju pada Jenna. Dapat ditebak seberapa buruk wajah Nyonya Besar Kim.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Rosa langsung dan melangkah mendekati Jenna, yang berdiri di dekat pintu kamar.
Rosa sudah merasa senang tidak melihat menantunya, selama beberapa hari. Selera makannya membaik, begitu juga dengan suasana hatinya. Namun, hari ini, di hari kepulangan suaminya, wanita kampungan itu berani menampakkan diri.
"M-Masuklah," ujar Tuan Besar Kim, dengan suara begitu lemah.
Rosa menatap tidak percaya, kepada suaminya itu. Namun, ia tidak berani membantah dan memilih diam.
Jenna mengangguk dan melangkah masuk ke dalam kamar utama yang begitu luas.
"D-Duduklah di sana," ujar Tuan Besar Kim menunjuk ke arah kursi yang ada tepat di sisi ranjang.
Patuh dan mengabaikan tatapan membunuh dari ibu mertuanya, Jenna duduk di kursi itu.
"Bacakan koran hari ini, untukku," perintah Tuan Besar Kim.
Bingung dan masih terdiam, butuh waktu bagi Jenna untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Namun, pada akhirnya seulas senyum Tuan Besar Kim, kembali memberikan Jenna rasa percaya diri.
Mengabaikan tatapan orang lain yang penuh curiga, Jenna langsung mengambil surat kabar yang tergeletak di meja sudut, kemudian mulai membacakannya.
Rutinitas baru untuk Jenna, ia akan membacakan surat kabar di pagi hari. Siang hari, ia akan menyampaikan perihal perkembangan dunia saham dan sore, Jenna akan menyampaikan kondisi politik negara ini, dengan informasi yang didapat dari televisi maupun artikel resmi.
Tentu ibu mertuanya tidak merasa senang, tetapi wanita itu memilih diam dan tidak mencari gara-gara dengan Jenna, di hadapan sang suami.
***
Satu minggu, ya Tuan Besar Kim sudah satu minggu pulang ke rumah. Namun, kondisi kesehatannya masih begitu lemah. Jenna mendengar bahwa, operasi berjalan lancar, tetapi karena faktor usia, pemulihan pasca operasi lebih sulit. Dokter bersiaga dan selalu memantau kesehatan beliau. Walaupun terbaring di atas ranjang, beliau masih menerima tamu terkait bisnis atau hal lainnya.
Hari ini Jenna tidak memberitahu perihal perkembangan bursa saham, sebab ayah mertuanya memiliki tamu.
"Nyonya," panggil Yura, saat Jenna hendak naik ke lantai atas, kamarnya.
Jenna berbalik dan berkata, "Ada apa, Yura?"
"Hari ini ada jadwal temu dengan dokter kandungan," jelas Yura sopan.
Ya, sudah satu bulan dari pemeriksaan waktu itu.
"Baik," jawab Jenna.
"Apakah Nyonya akan pergi ke panti?" tanya Yura. Jika iya, maka ia akan meminta izin kepada Tuan Besar Kim, untuk Nyonya barunya itu.
Jenna menggeleng dan menjawab, "Tidak."
Kemudian, Jenna menapaki anak tangga untuk pergi ke kamar, berganti pakaian. Berdiri di depan ruang pakaian, air mata Jenna mengalir, membasahi wajahnya. Ia tidak memiliki keberanian untuk bertemu sang nenek. Sebab, Jenna takut, sang nenek akan menanyakan kembali perihal pindah dan tinggal bersama. Sebenarnya, Jenna amat ingin mengutarakan keinginannya kepada Tuan Besar Kim. Namun, yang dikhawatirkan adalah tindakan ibu mertuanya terhadap mereka setelah itu. Jenna tidak ingin perlakuan kasar yang diterimanya, diketahui oleh sang nenek.
Jadi, Jenna memilih untuk melupakan keinginan tersebut dan menunda bertemu dengan sang nenek. Sesekali Jenna akan menelepon ke panti, untuk menanyakan kabar sang nenek. Serta meminta perawat mengabarkan bahwa ia tidak dapat datang karena sibuk. Ya, Jenna tidak dapat menggunakan alasan sakit, sebab sang nenek pasti akan khawatir.
Setelah berganti pakaian, Jenna dan Yura, berangkat ke rumah sakit. Seperti bulan lalu, Jenna menunggu sendirian di ruang tunggu rumah sakit. Bedanya kali ini, ia tidak lagi merasa cemburu dengan pasangan suami istri yang ada di sana. Saat ini, Jenna tidak lagi mengharapkan kehidupan bahagia antara suami dan istri. Ia hanya berharap, bayinya dapat lahir di dunia ini dengan selamat. Alasan itulah, yang membuat Jenna bertahan sampai detik ini.
Melakukan pemeriksaan dengan cepat dan tidak banyak bertanya, kemudian Jenna kembali ke kediaman Kim.
***
Di belahan dunia yang lain, tepatnya di Negara M.
Logan Kim berdiri di depan dinding kaca, ruang kerjanya, menatap ke lalu lintas yang padat.