Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 . Bukan Panti Sosial

Turun ke lantai bawah untuk sarapan, walaupun sama sekali tidak merasa lapar. Namun, ia harus makan demi bayi dalam kandungannya.

Melangkah masuk ke ruang makan, Jenna disambut oleh tatapan menghina dari sang ibu mertua dan iparnya.

"Selamat pagi," sapa Jenna, sebagai bentuk sopan santun.

Rosa menatap menantunya itu dengan mendelik. Ia tidak suka melihat wanita kampungan itu, sebab membuat selera makannya menguap.

"Bagaimana kamu bisa meminta Logan membawamu ke rumah sakit, kemarin malam?" tanya Rosa, cemburu. Ia mengira semua wanita sama seperti dirinya, yang selalu mencoba segala cara untuk menarik perhatian lawan jenis.

Jenna yang baru duduk di kursi, mengangkat wajah dan menatap ibu mertuanya itu.

"Aku hanya memintanya saja," jawab Jenna, apa adanya.

Pelayan mulai menyajikan sarapan sehat untuk Jenna, sebab ia sedang hamil. Jenna yakin, menu sehat ini adalah ide Yura. Sebab, dalam keluarga ini yang memperlakukannya dengan baik hanyalah Yura, itu pun karena perintah Tuan Besar Kim.

Teringat akan ayah mertuanya itu, Jenna langsung bertanya, "Bagaimana keadaan ayah?"

"Apakah kamu ingin mencoba mendapatkan hati ayah mertuamu, dengan begitu perhatian padanya?" tanya Rosa penuh hina.

Jenna kembali menunduk, ia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk meladeni ibu mertuanya itu.

Melihat Jenna yang mengabaikan pertanyaannya, membuat Rosa berang.

BRAKKK!

Rosa meletakkan alat makan dengan kasar di atas meja, sebelum berkata, "Dasar wanita kampungan! Apakah karena yatim piatu, sehingga kamu tidak memiliki orang tua untuk mengajarimu sopan santun?"

Jenna mencengkeram sendok yang berada dalam genggaman dengan kuat, mengangkat wajah dan berkata, "Aku memang yatim piatu, tetapi aku memiliki seorang nenek yang luar biasa."

Ha ha ha!

Rosa dan putrinya Lulu, tertawa mengejek.

"Bagaimana wanita tua yang bisu dan tuli dapat dikatakan luar biasa," ejek Lulu dan tertawa bersama ibunya.

Jenna tidak peduli, jika mereka menghina dirinya, tetapi mengapa neneknya harus menerima penghinaan seperti ini.

"Lalu, apakah kalian orang kaya juga mendapatkan pelajaran sopan santun? Karena aku tidak melihat kalian memiliki itu!" balas Jenna.

Seketika, tawa ibu dan anak itu, terhenti.

Lulu mengambil gelas berisi jus jeruk, yang masih begitu penuh, menyiramkan ke wajah Jenna.

Bukannya, memarahi putrinya, Rosa malah tertawa gembira, melihat kelakuan itu.

Jenna memejamkan mata dan berusaha tenang, ya berusaha menahan tangis. Mengambil serbet, Jenna mulai mengerikan wajahnya.

"Apa yang membuat kalian begitu bergembira?" tanya Leo yang baru pulang dan langsung, menuju ruang makan.

"Kakak!" panggil Lulu girang dan berlari ke arah Leonel, memeluknya.

"Ah, itu karena istrimu yang begitu lucu. Jenna tidak sengaja menumpahkan jus jeruk, ke wajahnya sendiri," ujar Rosa, yang tidak ingin mencari masalah dengan putra tirinya itu.

Leo menatap ke arah Jenna yang benar-benar basah kuyup oleh jus jeruk. Walaupun dapat memperkirakan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi Leo diam saja dan menganggap perkataan ibu tirinya, benar. Saat ini, suasana hatinya begitu gembira dan tidak ingin dirusak, hanya karena Jenna Ren. Ya, malam panas dihabiskan bersama Anya dan siapa sangka, itu amat memabukkan.

Leonel menarik kursi dan duduk di samping Jenna, berseberangan dengan ibu tiri dan Lulu.

Pelayan hendak menghidangkan sarapan, tetapi Leo menolak dengan berkata, "Aku tidak sarapan. Buatkan secangkir kopi untukku."

"Kamu sudah sarapan? Di mana? Bersama siapa?" tanya Rosa.

"Teman."

"Ah, ya. Teman," ujar Rosa sambil tertawa penuh makna.

Semua orang dapat melihat, Leonel bersenang-senang semalaman. Wajah yang berseri, menandakan itu adalah seks yang hebat. Sebagai tambahan, ternyata selain hebat di atas ranjang, Anya Lu juga pandai memasak. Bukankah itu kombinasi yang amat sempurna?

Jenna berhasil mengeringkan seluruh wajah dan rambutnya. Beruntung ini adalah jus asli tanpa gula, jadi tidak terlalu lengket. Orang bodoh juga tahu jelas apa yang dilakukan suaminya, sampai tidak pulang. Namun, Jenna sama sekali tidak peduli. Saat ini, ia hanya ingin meminta izin, agar neneknya dapat tinggal di sini, bersamanya.

Karena cukup sulit untuk bertemu dengan suaminya, maka Jenna memutuskan untuk membahas masalah itu di sini, sekarang.

"Leo," panggil Jenna.

Semua terdiam dan menatap ke arah Jenna. Rosa dan Lulu mengira, wanita kampungan itu akan mengamuk karena cemburu.

Leo memalingkan wajah dan menatap istrinya itu. Hari ini karena suasana hatinya baik, maka ia akan mencoba mendengar apa yang hendak disampaikan oleh Jenna.

"Ada apa?"

Menarik napas dalam, lalu menghembuskannya, barulah Jenna memalingkan wajah menatap mata sang suami.

"Bisakah, nenek tinggal di sini bersamaku? Maksudku, keberadaan nenek tidak akan mengganggu, izinkan nenek menempati salah satu kamar dan aku yang akan mengurusnya," ujar Jenna langsung. Tidak butuh basa-basi, sebab keberaniannya dapat menguap kapan saja.

"Hei, apakah kamu kira kediaman Kim adalah panti sosial?" tanya Rosa dengan nada meninggi. Ia adalah nyonya rumah dan berhak memutuskan siapa saja yang dapat tinggal di sini. Sudah cukup buruk harus menerima wanita kampungan itu. Sekarang, wanita itu bahkan memiliki keinginan untuk membawa neneknya yang cacat. Rosa tidak akan membiarkannya.

Jenna mengabaikan perkataan ibu mertuanya. Matanya tetap menatap ke arah Leo, berharap suaminya memiliki sedikit empati untuknya.

Leo memundurkan tubuhnya, memutuskan kontak mata mereka. Menatap ke arah cangkir kopi di hadapannya, Leo berkata, "Sepertinya aku perlu menegaskan sekali lagi, perihal hubungan kita."

Perasaan Jenna langsung membeku. Satu kalimat yang diucapkan suaminya itu, sudah menunjukkan jawaban apa yang hendak diberikan. Jenna ingin meminta Leo untuk diam dan tidak melanjutkan perkataannya, tetapi sudah terlambat. Sebab, Leo kembali memalingkan wajah dan menatapnya. Namun, kali ini dengan tatapan penuh amarah.

"Saat ini, aku ragu apakah keputusan yang aku ambil ini, tepat. Aku mengira, kamu wanita polos dan tidak banyak menuntut. Namun, sepertinya aku salah. Biar aku katakan sekali lagi, ingatlah akan alasan kita menikah. Kita menikah, karena kamu hamil dan aku bersedia bertanggung jawab. Seharusnya, kamu bersyukur dan tidak membuat keributan di rumah ini. Karena sikapmu yang seperti ini, membuatku mengambil keputusan saat bayi itu lahir, maka harus lakukan tes DNA. Aku perlu yakin, apakah itu benar adalah milikku atau bukan! Jika itu memang milikku, maka masa depannya terjamin. Jika bukan, maka maaf, seperti kata Rosa, keluarga Kim bukan panti sosial!" ujar Leonel tidak berperasaan. Rosamond Luo adalah ibu tirinya dan Leo tidak pernah memanggil dengan sebutan ibu, melainkan langsung memanggil nama.

Jika ingin menolak, maka cukup saja menolak, tanpa harus mengucapakan semua perkataan menyakitkan itu, batin Jenna yang tidak lagi memiliki kekuatan untuk menjawab. Bagaimana Leo dapat meragukan tentang bayi yang berada dalam rahimnya? Bukankah pria itu tahu, saat mereka bercinta, itu adalah kali pertama baginya. Namun, semua itu tidak mampu diucapkan.

Mengangguk dan berdiri dari duduknya, lalu Jenna berbalik keluar dari ruang makan. Jika ia berusaha berbicara, maka air matanya akan tumpah dan Jenna, tidak sudi menangis di hadapan mereka semua.

A.N: Rutin up di bulan November 2021.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel