Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Makhluk Apa Itu?

Bab 11 Makhluk Apa Itu?

“Bunuh dia!”

Dada Dre berdebur dalam rasa takut, ia masih berdiam diri dengan mata terbeliak di bawah kaki salah satu penyerangnya. Dre mencoba menggerakkan kepalanya di bawah sepatu penyusup. Mencoba melihat para penyerangnya. Berpikir bahwa ia harus bisa lepas dari mereka entah apapun caranya.

Dre menahan rasa sakit yang menyengat ketika lelaki itu semakin kuat menginjaknya. Terasa seperti ditekan dengan sepenuh tenaga.

“Kalian tidak bisa membunuhku,” erangnya. Ketiganya terkekeh.

“Kau pikir sulit bagi kami membunuhmu?” pria yang menginjak Dre memutar kakinya dan membuat remaja itu merintih kesakitan.

“Tidak sulit Nak. Kecuali kau memberitahu kami dimana benda itu.”

Dalam rasa sakit yang hampir membuatnya kehilangan kesadaran, Dre menarik kaki yang menginjaknya. Mencengkeram dengan kuat dan mengunci lalu mendorongnya sekuat tenaga. Tubuh besarnya berdebam ke lantai dan Dre bangkit seolah ia baru saja mendapatkan tenaga tambahan.

“Cih, dasar tidak berguna!” teriak salah satu dari mereka. Menyerang Dre yang bangkit dengan susah payah. Berdiri di atas kakinya yang masih belum kokoh sementara pria yang baru saja ia jatuhkan sudah bangkit dengan ligas. Ketiganya mengepung Dre dengan waspada dan seringai mengerikan.

“Apa kalian terlalu pengecut sehingga mengeroyok remaja sepertiku?” sini Dre.

“Diam kau bocah!” salah satu dari mereka melayangkan pukulan. Dre merunduk dan kakinya menyapu penyerangnya. Di saat ia limbung Dre meluruskan tubuh dan melayangkan tendangan sekuat tenaga. Ia berhasil membuat salah satu dari mereka mencium lantai.

Serangan yang membuat kedua rekannya berubah menjadi ganas dan membabi buta. Mereka mengurung Dre, menyerangnya secara bersamaan dan berhasil menangkapnya. Tanpa ampun, tubuh remaja itu terlontar ke rak buku di belakangnya. Beberapa buku terjun dan menimpa Dre yang berusaha bangkit dengan menahan sakit.

Dre melempar dua buah buku yang berhamburan ke wajahnya, mengenai salah satu dari penyerangnya. Kesempatan! Dre memburu pria itu, melayangkan tendangan dengan pisau kakinya dan merangsek begitu pria itu membungkuk. Lututnya menghantam ulu hati pria itu. Tetapi serangan dekat selalu beresiko, si lelaki menangkap kaki Dre dan mencengkeramnya dengan kuat.

Ia mendorong sekuat tenaga sehingga Dre berakhir di meja belajar. Suara berkelontangan terdengar di lantai ketika Dre jatuh berdebam di meja belajarnya. Satu-satunya yang disyukuri Dre, komputernya tidak berada di sana. Suara berkelontangan yang membuat kamarnya hiruk pikuk sepertinya berasal dari beberapa alat tulis dan perlengkapan menggambar Dre.

Tidak cukup sampai di situ, lelaki itu kembali menarik kerah kemeja Dre, lalu menghantamkannya ke dinding. Menciptakan suara yang membuat ngilu. Dre hanya berharap, tempurung kepalanya baik-baik saja.

Lelaki itu mengcengkram leher Dre, mencekiknya dengan ketat hingga remaja itu sedikit terangkat. Kakinya mengambang dan menggelepar berusaha menendang tanpa arah. Dre menatap penyerangnya dengan panik ketika ia melihat pisau berkilat dalam cahaya yang samar. Mengarah padanya.

Dre merasakan asin dalam mulutnya, darah keluar dari gusinya. Lelaki itu semakin menekan leher Dre ke tembok. Sesak menyekat rongga paru-paru Dre, ia mual ingin muntah. Ia juga merasakan anyir dari ludahnya.

Tangan Dre menggapai ke sana kemari, jari-jarinya berusaha melepaskan cengkeraman ketat di lehernya. Nafas Dre semakin sesak, ia berusaha mencakar wajah penyerangnya. Tetapi stok udara di paru-parunya yang kian menipis membuat Dre mulai lemas.

Sementara cengkaraman lelaki itu kian erat. Buku-buku jemarinya sampai memutih, kontras dengan wajah Dre memerah. Ia mulai kehabisan napas. Pasokan oksigen tidak bisa masuk ke tenggorokannya. Dre kian lemas. Kakinya menendang ke sana kemari, hanya itu yang ia bisa lakukan sebagai pertahanan terakhir.

Tendang, tendang! Batin Dre berkobar. Ia tidak mau mati. Dre mencengkeram lengan yang mengancam lehernya dengan kuat. Berpegangan di sana dan mengangkat tubuhnya perlahan, lalu dengan sisa tenaganya, remaja itu menarik lututnya dan menyarangkannya di perut lawan. Keduanya terjatuh bersamaan. Dre bangkit dan terbatuk dengan nafas tersekat. Ia berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu merangkat menjauh dari para penyerang.

Dre telah mencapai ujung pintu. Ia memegang handel pintu dengan mengangkat bahunya. Sial. Terkunci. Ia lupa kalau ia mengunci seluruh jalur keluar-masuk ke dalam kamar. Dre melihat kunci kamar yang terletak di atas nakas dan berbalik.

Saat itu, ia memandang seorang lelaki yang mencondongkan tubuh padanya. Bayangan lelaki itu membayang tepat di atasnya, menutupi cahaya yang masuk ke matanya. Lelaki itu mengeluarkan pisaunya. Pisau lelaki itu terayun ke belakang, siap untuk menikam jantung Dre saat itu juga.

Dre menyipitkan matanya. Ia tidak mau menyaksikan kejadian itu. Dre merapalkan doa. Tuhan, jangan… Jangan… Jantungnya serasa akan lepas dari tempatnya. Ia menutup matanya rapat-rapat.

Ia akan mati. Darah akan muncrat dari tubuhnya meluber ke mana-mana. Sekilas, wajah orang tuanya menghiasi benaknya. Ayah, Ibu… Dre memejamkan matanya erat-erat. Ia menanti rasa sakit yang akan menyayat jantungnya.

Namun, sedetik berikutnya, tidak ada apapun yang terjadi. Tidak ada apapun. Dre membuka matanya perlahan-lahan. Di bawah pendar-pendar cahaya sinar rembulan, tirai jendelanya berkibar pelan. Sebuah sosok mungil menembus jendela. Sosok itu melayang pelan. Saat itulah, Dre menyadari, kalau sosok itu menahan serangan dari si lelaki.

“Hik? Kaukah itu?” tanya Dre dengan napas yang masih seperti habis berlari. Syok ketika melihat binatang itu menembus jendela yang tertutup rapat. Tetapi Hik tidak memedulikannya.

“I-itu?”

Lelaki yang ada di hadapannya itu terperangah melihat sosok Hik. Pisau terlepas dari genggamannya. Lelaki itu tidak bisa bergerak ketika kucing kecil itu menggeram dan melayang kearahnya. Hinggap di bahu dan mulutnya terbuka dengan taring tajam yang berkilat dalam kegelapan.

Pria itu menjerit ketika gigi-gigi tajam Hik merobek kulit lehernya. Taring tajamnya yang mungil menciptakan lubang kecil dan Dre berseru kaget ketika Hik menyedot darah pria itu melalui lubang gigitannya. Dre tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia saksikan. Dengan gemetar ia mundur, menatap tak percaya pada Hik yang melompat dari tubuh yang sudah mengering itu.

Dua pria penyerangnya yang lain merasakan ketakutan yang sama dengan Dre. Keduanya berlari kearah Dre dan berkerumun di sekitarnya. Berseru kaget ketika teman mereka berdebam dengan mata membeliak kesakitan dan tubuh mengering. Hik melayang ringan setelah melepaskan mangsanya.

Seruan tertahan keluar dari bibir Dre ketika Hik yang menjilat kakinya di lantai perlahan membesar. Dan terus membesar. Matanya yang kuning bersinar tajam dalam kegelapan, menatap kejam pada dua pria di dekat Dre. Binatang yang sekarang ukurannya menyamai seekor anjing itu melangkah mendekat. Berdiri dengan mata nyalang di hadapan salah satu penyerang Dre.

“Se-selamatkan saya,” rintihnya menatap Dre yang mundur dan merapatkan tubuh pada daun pintu. Menyelamatkannya? Dre sendiri dalam kengerian yang luar biasa melihat kucing yang biasa mendekam dalam tasnya sekarang berubah menjadi binatang buas yang mengerikan.

Hik jelas tidak menggubris sama sekali permintaan bernada ketakutan itu. Lidahnya terjulur dan menjilati wajah pria itu, lalu menempelkan kedua telapak kaki depannya di dada si lelaki. Menggeram dan sreet! Cakarnya merobek baju pria itu dan Hik melompat ke atas tubuhnya. Menjejakkan taringnya ke leher lelaki yang kejang-kejang di detik berikutnya. Tangannya menggapai-gapai, berusaha memberontak sebelum kemudian seluruh tubuhnya menjadi pias dan mengering.

Hik turun dari tubuhnya dan berjalan seraya menjilati sekitar bibirnya. Duduk dengan diam di hadapan Dre dan pria satunya. “H-hik?” panggil Dre ketakutan. Wajahnya muram. Ia sangat takut. Bahkan, ia tak percaya dengan apa yang di depannya.

Kucing itu seukuran macan kumbang sekarang. Menatap dengan mengancam pada pria di samping Dre. “Cukup!” teriak Dre. Tapi terlambat.

Hik sudah hinggap di leher pria itu dan menyeringai dengan taringnya yang tertancap di leher pria itu. “Ba-bagaimana kau melakukannya?”

Dari jarak yang sangat dekat, Dre menangkap setiap detik manakala Hik menghirup darahnya. Ia sungguh menelannya. Sampai habis. Tak bersisa. Lelaki itu berubah lemas. Ia tergeletak tepat di atasnya. Dre memeriksa napasnya. Lelaki itu sudah tidak bernapas lagi. Tepat ketika itulah, tubuh Hik sudah mencapai ukuran harimau kumbang dewasa. Sangat besar.

Dre menelan ludahnya. Hik kini menatapnya bulat-bulat.

*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel