Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7 - GODAAN BIRAHI

Suara musik RMB yang diputar dengan volume kencang membuat kepala Aaron jadi pening. Pandangannya kabur saat dia bangkit dari kursi. Dengan langkah gontai pria itu berjalan hendak pulang.

Dari arah belakang seorang wanita sedang memandangi Aaron. Pria itu berjalan sempoyongan.

Bibir merah wanita itu tersenyum penuh misteri. Asap rokok terhembus dari mulutnya kemudian. Tubuh ramping dengan balutan mini dress warna hitam itu segera bergerak maju.

George menghampiri Aaron yang sedang berjalan gontai menuju pintu keuar unit apartemen. Aaron tidak boleh pergi sebelum semua rencana berjalan dengan semestinya.

"Bro, kau mabuk berat. Ayo aku antar ke kamar." George menahan bahu Aaron saat pria itu nyaris terjatuh di depan pintu.

George melirik pada wanita yang sedang memeperhatikan sambil menikmati batang rokonya. Lewat tatap mata mereka saling memberi isyarat. George mengangguk dan segera memapah Aaron.

"Emily ... aku mau menjemput Emily," racau Aaron dengan intonasi pelan dan terdengar malas-malasan.

Entah apa yang terjadi padanya. Kepalanya amat berat dan tubuhnya lemas. Apa iya dia sudah mabuk berat? Ah, sepertinya bukan. Selama ini dia cukup kuat minum wine. Bisa jadi ini efek dari ganja yang diberikan George. Aaron masih berpikir.

"Jangan pikirkan Emily. Sopir sudah menjemputnya pulang. Aku sudah meneleponnya tadi, Emily sudah sampai rumah. Dia meminta aku untuk mengurusmu di sini," cela George sambil memapah Aaron menuju kamar.

Melihat Aaron mulai tenang, George tersenyum puas. Dia memang pakarnya kalau berbohong.

Setibanya di kamar, George bergegas menghempaskan tubuh Aaron pada ranjang luas di kamar itu. Penthouse George bisa dibilang sangat luas. Ada empat kamar kosong di sana.

Kamar-kamar itu malam ini terisi oleh teman-temannya yang sedang pesta seks. Sisa satu kamar ini. Kamar yang paling luas setelah kamar utama yang dia tempati.

"Emily ... Sayang ..."

Aaron tengkurap di tengah ranjang. Pria itu meracau menganggil-manggil nama istrinya.

George tersenyum tipis melihatnya. Suara ketukan heels yang mendekat membuatnya menoleh. Theresa tersenyum menyambut, dan George hanya mengangguk menanggapi. Dia lantas pergi.

Langkah anggun Theresa terayun mendekati Aaron. Pria itu sudah terlelap. Sambil menjepit batang rokoknya, Theresa tersenyum puas. Ternyata tidak begitu sulit untuk menjerat pria Macho ini, pikirnya.

Tiga jam yang lalu, Theresa menghubungi George untuk mengundang Aaron ke pestanya. George baru mengenal Theresa yang merupakan inu mertua dari temannya, Aaron.

George melihat wanita tua nan cantik itu saat menghadiri pemberkatan pernikahan Aaron dan Emily. Pria itu tadinya tidak mau menemui Theresa saat wanita itu menelepon.

"Buat Aaron mabuk dan aku akan mengirim foto Emily tanpa busana untukmu." Theresa menaikan sudut bibirnya sambil menatap pria muda yang duduk di hadapannya. Dia dan George janjian di sebuah cafe yang tidak jauh dari penthouse George.

Mendengar ucapan Theresa, George yang diam-diam menyukai Emily amat kegirangan. Tadinya Theresa menawarkan sejumlah uang, tapi dia menolaknya.

"Hanya sebuah foto. Aku juga mau videonya. Apa kau bisa bawakan padaku?" tawar George. Ini kesempatan baginya untuk melihat seluruh tubuh Emily tanpa sehelai benang. Milikny langsung tegang membayangkannya.

Theresa tersenyum miring. "Rupanya kau amat menyukai Emily ya?"

"Dia fantasi liarku setiap saat," jawab George.

Theresa kembali tersenyum miring mendengarnya. "Mau foto atau video, itu bukan hal sulit bagiku. Kau akan mendapatkannya jika kau mau aku memberikan Emily padamu," ucapnya dengan wajah yang agak dicondongkan ke wajah George.

Pria muda dengan hoodie putih itu menelan ludah kasar. "Aku hanya mau videonya saja," ucapnya lantas berpaling dari senyuman remah Theresa.

Ah, sial!

Tentu saja dia juga sangat ingin bisa menyentuh tubuh Emily dengan nyata, tidak hanya dalam fantasinya saja. Namun, itu tidak mungkin karena kini Emily adalah istri Aaron, teman baiknya.

"Emily ..."

Suara serak khas Aaron membuyarkan lamunan Theresa. Wanita itu bergegas menghampiri pria yang sudah tergolek di atas ranjang. Setelah mendaratkan bokong di tepi ranjang, Theresa mengamati Aaron.

Pria itu masih belum menyadari kehadirannya. Theresa tak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Aaron, pria yang selalu menjadi fantasi liarnya selama ini.

Perlahan tangannya terulur pada kepala Aaron. Pria itu masih menelungkup dalam mata terpejam. Diusap lalu diremas pelan rambut hitam tebal milik suami Emily. Theresa memekik saat tangan Aaron mencekal lengannya tiba-tiba.

"Emily?" Pria itu menanggah ingin menggapai wajah wanita yang tengah duduk di sampingnya.

Theresa tersenyum manis menyambut. "Aku bukan Emily. Aku wanita yang sangat mengagumimu lebih darinya," ucapnya.

Mata Aaron menyipit. Dia bergegas bangkit. Diamati wajah wanita di depannya dengan betul-betul.

"Theresa?" Dia sangat terkejut dan langsung mundur.

Theresa hanya tersenyum tipis melihat wajah menggemaskan Aaron. "Why? Kenapa melihatku seperti sedang melihat hantu begitu? Apa kau amat terkejut?"

Aaron menatap dengan wajah tidak yakin. "Theresa, sedang apa kau di sini?"

"Aku? Aku sedang menunggumu terjaga. Kau tidur cukup lama," jawab Theresa.

Aaron tampak kebingungan. Apa yang terjadi padanya? Kepalanya masih terasa pening dan berat. Emily. Benar, dia harus segera pulang menemui istrinya.

"Hei, mengapa buru-buru pergi?" Theresa turut bangkit melihat Aaron beringsut dari ranjang. Pria itu sedang mengenakan sepatunya dengan tergesa-gesa.

Oh, tidak. Dia tidak boleh melewatkan kesepantan ini. Theresa bergegas mendekati Aaron. Sial! Mengapa obat horny-nya belum juga bereaksi? Dia mulai tak sabaran menunggu.

"Jangan pergi, aku mau kau di sini."

Aaron yang hendak membuka pintu kamar dibuat terkejut saat kedua tangan Theresa menangkap pinggnganya. Apa-apaan ini? Ibu tiri istrinya itu bahkan mengecup bahunya tanpa rasa malu.

"Lepaskan!" Aaron segera menyingkirkan tangan Theresa darinya, kemudian menjauh dari wanita binal itu.

Theresa melempar senyuman gemas. "Aaron, ayolah ... aku tahu aku muak dengan pernikahanmu dan Emily. Kau terlalu muda untuk memiliki istri dan terjun pada rumitnya suatu rumah tangga. Kau butuh hiburan, Sayang--"

Aaron segera menyingkir saat Theresa mau memeluknya lagi. Dia benar-benar tak habis pikir, apa yang ada di kepala wanita tua itu?

"Nyonya Theresa, apa yang mau kau lakukan? Aku suami Emily, putrimu!" sergah Aaron. Dia mulai kebingungan menghadapi Theresa yang seperti amat bernafsu padanya.

"Emily bukan putriku! Aku bahkan amat membencinya. Persetan dengan dia, ayolah kita bercinta, Aaron." Theresa merentangkan kedua tangan mau memeluk pria tampan di depannya. Tapi sial! Lagi-lagi Aaron menghindar.

Shit!

Pintu kamar dikunci dan entah di mana kuncinya. Aaron mengerang kesal sambil menarik-narik handel pintu. Melihat pria itu sudah terperangkap, Theeresa bergegas maju.

Aaron terkejut saat wanita itu mendekapnya dari belakang. "Aaron, ayo kita nikmati malam ini," bisik Theresa dengan napas yang dipenuhi gairah.

*

Sean berjalan bersisian dengan Emily. Hening cukup lama di antara mereka. Sean tampak badmood setelah mengetahui jika wanita cantik di sampingnya sudah bersuami.

Dia jadi canggung pada Emily. Juga penasaran dengan pria bernama Aaron yang begitu beruntung telah mendapatkan wanita separti Emily Dolores.

Lagi pula apa yang mau dibicarakan lagi? Sean lebih suka menggombal dan mengatakan hal-hal yang terdengar manis pada saat bersama wanita yang dia sukai. Namun, Emily 'kan istri orang. Mana mungkin dia menggombalinya!

"Itu sopirku. Aku harus pulang. Trims kau sudah menolongku," ucap Emily pada Sean setelah melihat Alpa hitam yang datang untuk menjemputnya.

Sean segera memsang wajah manis saat Emily menatap. "Tak masalah. Senang bisa bertemu denganmu, Nyonya ...," ucapnya yang terputus.

"Dalbert. Suamiku bernama Aaron Dalbert," jawab Emily lantas tersenyum manis pada Sean.

Pria itu tertegum sesaat lantas mengangguk. "Dalbert, pasti dia sangat kaya raya ya? Pria yang amat beruntung," ucapnya disertai senyuman yang tampak dipaksakan.

Sepertinya Emily sangat mencintai suaminya, pikir Sean galau sendiri.

Emily tersenyum manis. "Aku pergi. Selamat malam."

Sean mengangguk. "Selamat malam," ucapnya sambil memandangi punggung Emily yang sedang berjalan menuju Alpa hitam yang menunggunya di depan teras bar.

Emily melempar senyuman manis pada Sean sebelum masuk mobil. Pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum pahit. Alpa hitam segera melaju meninggalkan Sean.

Maxime bergegas menghampiri bosnya yang tampak merajuk. "Mereka baru menikah dua bulan, Bos. Jangan putus asa. Bukankah perceraian sedang jadi tranding bulan ini?" ucapnya.

Mata Sean menoleh tajam pada Maxime. Sang sekertaris segera menunduk.

"Kau pikir aku seorang Pebinor yang kerjanya mengejar istri orang, hah?!" geram Sean lantas pergi.

Maxime mengangkat wajahnya lalu menoleh pada Sean. Bosnya jelas-jelas sangat galau saat ini, tapi sepertinya Sean memang bukan tipe cowok yang suka mengejar istri orang. Ya, kita lihat saja nanti.

"Bos, tunggu aku!"

Maxime bergegas menyusul Sean. Dia tersenyum geli saat bosnya menoleh dengan wajah kesal. Orang ganteng meski sedang galau tetap saja ganteng.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel