Ringkasan
Suami yang sudah tua dan sakit-sakitan membuat Theresa merasa bosan. Sebagai hiburan ia sering pergi ke club malam dan memesan gigolo. Namun, tetap saja saat tiba di rumah dia harus melihat suami tua dan sakit-sakitan itu lagi. Dia jengah dan ingin pergi. Hingga kemudian Aaron muncul. Aaron merupakan suami dari anak tirinya, Emily. Mereka baru datang setelah pergi berbulan madu. Kedatangan Aaron membawa angin segar bagi Theresa. Dia tidak bisa menahan diri dari pesona sang menantu laki-laki yang amat tampan dan macho. Niat buruk pun muncul di kepalanya. Theresa menginginkan Aaron dan ingin menyingkirkan Emily. Akankah niat jahat Theresa terwujud? Ig penulis : @fiximu_21 Face book : Fiximu Novelis Pinterest : @fiximu_21
Chapter 1 - MENANTU TAMPAN
San Mitero, pukul sepuluh malam di sebuah mansion mewah.
Langkah gontai seorang pria tua terayun menuju punggung wanita yang sedang berdiri di depan standing miror. Theresa sedang mematut penampilannya di sana.
Sehelai mini dress warna hitam membalut tubuhnya yang proporsional. Di usianya yang nyaris empat puluh tahun, Theresa masih kelihatan cantik dan seksi. Wajar saja, karena ia melakukan banyak perawatan mahal selama ini.
Sebagai seorang mantan super model, Theresa tidak mau kelihatan tua. Wanita itu akan menjerit heboh jika melihat ada kerutan-kerutan halus muncul di wajahnya yang bening bagai kaca.
Dia juga akan mengamuk jika berat badanya naik. Jika sudah seperti itu, maka para pelayan di mansion yang akan menjadi sasaran emosinya.
"Sayang, ini sudah larut malam. Kau mau kemana?" tanya pria dalam balutan baju rajut lengan panjang yang di padukan dengan celana kain yang licin pada Theresa.
Nigel Dolores, pengusaha kaya raya yang tersohor di San Mitero.
Dia seoarang direktur utama perusahaan international ternama, Babel Sonic. Perusahaan raksaksa yang bergerak di berbagai bidang. Mulai dari proferti sampai farmasi.
Theresa yang sedang berdiri menghadap cermin tersenyum remeh mendengar pertanyaan suaminya.
Cih!
Dasar tua bangka menyebalkan! Mengapa dia masih bertanya dirinya mau pergi kemana? Tidak tahukah, jika dirinya amat muak dengan wajah keriput dan tubuh ringkih itu?
Haruskah dia katakan pada Nigel, jika dirinya telah bosan berpura-pura baik di depannya?
Theresa memejamkan matanya menahan emosi sesaat sebelum memutar tubuhnya menghadap pada pria dengan rambut yang memutih di belakangnya.
Wajah heran Nigel menyambut antusias.
"Mengapa kau masih bertanya? Aku jenuh di rumah seharian, aku butuh hiburan," ucap Theresa dengan santai. Jemarinya yang lentik terayun dan memainkan syal rajut warna hitam yang melingkar di leher Nigel.
Pria itu menatapnya dalam. "Hiburan yang seperti apa yang kau butuhkan?" tanyanya dengan emosi yang bergemuruh di dada.
Theresa menyambut pertanyaan suaminya dengan tersenyum manis, lantas berkata, "Apa saja yang tidak bisa kau berikan padaku," ucapnya lantas mendorong Nigel pelan sebelum pergi.
Pria tua yang malang. Nigel mengepalkan buku-buku jemarinya melihat istri tercintanya melenggang pergi melewatinya begitu saja. Ternyata uang dan kekuasaan yang ia genggam tidak mampu menghentikan perangai buruk Theresa.
Dahulu, wanita itu berkata-kata begitu manis bagai gula-gula. Theresa yang muda dan cantik selalu menemuinya saat sedang memimpin rapat di kantor. Semua staf kagum akan keberuntungan dirinya yang dicintai oleh model cantik itu.
Nigel yang gagah dan merupakan seorang taipan ternama, Theresa menjeratnya dengan banyak cara sampai pria itu meninggalkan istrinya yang saat itu sedang koma di rumah sakit.
Sepuluh tahun sudah mereka menjalani bahtera rumah tangga. Semuanya baik-baik saja sebelum dirinya di vonis mengidap gagal ginjal. Stamina yang menurun dan performa yang buruk di atas ranjang membuat Theresa mulai muak padanya.
Wajah tampan dan tubuh yang atletis itu mulai rapuh termakan usia. Semakin hari kondisi Nigel semakin memburuk karena penyakitnya.
Sang dierktur utama mulai jarang pergi ke kantor. Nigel lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan rutin cuci darah setap dua pekan ke rumah sakit.
Theresa benar-benar sudah tidak mau melihatnya lagi. Bahkan dia pernah berencana untuk mempercepat kematian Nigel dengan menukar obatnya dengan racun.
Sialnya, perbuatan busuknya itu diketahui oleh Berta, pelayan yang bekerja di mansion Nigel.
Theresa yang licik dan jahat mengancam Berta. Dia akan memenjarakan Berta jika pelayan itu nekad buka mulut ke Media.
Berta yang ketakutan akhirnya menurut saja. Dan Theresa mulai mencari cara lain untuk memulangkan Nigel ke Neraka. Akan tetapi, sampai malam ini ia belum berhasil juga.
"Hai, Sayang! Wow! Kau kelihatan bak model Hollywood malam ini!" Seorang pria muda dalam balutan jaket hitam bicara begitu manis memuji-muji Theresa yang sedang berjalan menuju padanya di depan teras.
Pria itu datang dengan mobil sport-nya yang keren. Entah siapa dia. Nigel hanya berdiri dari tepi garis jendela memperhatikan.
Theresa turut memekik senang. Wanita itu segera melompat ke pelukan pria di samping mobil sport. "Juan! Kau juga amat tampan malam ini!"
Nigel yang masih memantangi dari jendela hanya bisa mengepalkan buku-buku jemarinya melihat Theresa dan pria muda itu berciuman begitu gila. Bahkan di depan rumah yang dikelilingi beberapa bodyguard.
Theresa sama sekali tidak mengendahkan. Sesuka hati dia menghanyutkan kehormatan suaminya ke sungai yang kotor.
'Apakah urat malu wanita itu telah lama putus?' Nigel membathin dengan perasaan yang amat hancur.
Prilaku istrinya benar-benar seperti hewan. Harusnya ia ceraikan saja wanita itu. Namun, Nigel tidak mau dan tidak akan pernah menceraikan Theresa.
Why?
Nigel merasa bersalah pada istrinya terdahulu. Dia telah meninggalkan istri dan putrinya demi jalang itu, tapi kini seolah karma yang terjadi padanya. Theresa tidak sudi mengurusnya di saat ia tua dan sakit-sakitan begini.
Sementara wanita licik itu juga sudah menguasai perusaan miliknya. Setiap malam Theresa pergi ke bar casino dan membuang banyak uang di meja poker. Kemudian dia tidur dengan pria lain.
Prilaku buruk istri direktur utama Group Babel Sonic sudah tidak bisa ditutupi lagi. Media sering kali menyiarkan berita tentanganya. Theresa yang mabuk sampai ketiduran di bar atau melihatnya masuk kamar hotel dengan pria lain.
Rasa malu membuat Nigel tak sanggup lagi muncul di hadapan publick. Sebagai pria, kelelakiannya sudah di injak-injak oleh Theresa.
["Bos, istri Anda mabuk dan mengamuk di bar casino."]
"Antar dia pulang dan beri uang yang banyak suruh pemilik bar tutup mulut."]
["Baik, Bos."]
Nigel menurunkaan ponsel pintar dalam genggaman. Matanya terpejam berat seraya menghela napas panjang. Kemudian pria itu menoleh pada jarum jam yang menunjuk angka dua belas.
Theresa, lagi-lagi wanita itu membuat masalah.
Paginya saat ia dan Theresa sedang sarapan. Dilihatnya wajah sang istri yang tampak pucat dan ada luka lebam di bagian sudut bibirnya. Nigel berdehem lantas berkata, "Mengapa harus memukul orang?"
Theresa yang sedang menyantap sepotong roti sedikit terkejut. "Wanita tengik itu menggoda pacarku. Tanganku gatal ingin mencakar wajahnya," jawabnya dengan santai.
Nigel tersenyum geli. "Pacar," ucapnya lirih lantas berpaling muka.
"Siang ini Emily dan Aaron akan tiba di bandara, aku ingin kau yang datang menjemput mereka." Nigel bicara lagi setelah hening yang cukup lama. Ia mengusap bibirnya dengan tisue tanda menyudahi sarapan.
Theresa cukup terkejut mendengarnya.
Apa? Aaron akan datang?
Wanita itu tersenyum sendiri. Namun saat mata Nigel terangkat padanya, Theresa hanya memberinya wajah bosan.
"Baiklah jika itu maumu. Aku akan menjemput mereka."
Nigel tersenyum senang menanggapi.
Emily adalah putrinya dari istri pertamanya, Casandra. Emily telah menikah dengan Aaron dua bulan yang lalu. Kini mereka kembali setelah pergi honeymoon ke luar negeri.
*
Theresa berdandan amat cantik sebelum pergi ke bandara. Dia mengenakan gaun terbaik dan asesories mewah. Alih-alih mau pergi ke bandara di siang terik ini, penampilannya lebih mirip mau pergi ke sebuah pesta dansa.
Setibanya di bandara, Theresa bergegas menyambut kedatangan Emily dan Aaron. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum girang. Bukan pada Emily yang juga tampak malas melihatnya, tapi Theresa tersenyum manis begitu untuk Aaron.
"Oh, Emily sayangku! Aku senang kalian sudah kembali." Theresa berpuara-pura baik dan memeluk erat tubuh ramping wanita muda di hadapannya. Ekor matanya melirik pada pria tampan dalam balutan stelan jas hitam di samping Emily.
'Oh, Tuhan ... Aaron semakin tampan saja!' pekiknya dalam hati.
Jantung Theresa berdegup kencang saat pria itu menoleh padanya. Tenggorokannya tercekat dan kehausan tiba-tiba. Bukan, bukan air mineral yang dia butuhkan, tetapi belaian mesra dari Aaron yang mampu mengobati dahaganya.
Benar, sejak melihat Aaron pertama kali dia sudah jatuh cinta.
Cinta?
Tidak, tapi nafsu yang menggila. Theresa yang gila seks kerap membayangkan bercinta dengan Aaron.
Theresa menginginkan pria muda yang gagah dan Macho seperti Aaron. Tapi sial, dia belum mendapat kesempatan bisa berdua saja dengannya. Si menyebalkan Emily sealu berada di samping Aaron. Menguntitnya seperti anak anjing tidak bertuan.
"Lepaskan. Aroma parfumumu membuatku ingin muntah."
Suara ketus itu membuat Theresa tersentak dari fantasi liarnya akan si tampan dan Macho, Aaron Dalbert. Wanita itu buru-buru melepaskan pelukannya dari Emily lantas menjauh.
"Maaf. Aku salah memakai parfum karena terlalu senang mendengar kalian telah kembali," tukas Theresa pada Emily lalu menoleh ke Aaron dan tersenyum manis.
Aaron tampak tenang-tenang saja.
Emily yang cantik memberi wajah bosan. "Tidak perlu lebay!" ucapnnya lantas menggandeng suaminya pergi melewati Theresa.
Sial!
Setibanya di rumah dia harus mandi dan keramas untuk menghilangkan najis karena pelukan ibu tiri menjijikan itu, pikir Emily.
Theresa mendengkus kesal akan sikap dingin anak tirinya itu.
"Emily sialan, lihat saja nanti. Kau akan menangis darah dan memohon padaku untuk mengembalikan suamimu yang ganteng itu. Dasar--" Setelah menggerutu, dia bergegas menyusul mereka.
Hal menyebalkan kembali terjadi
Emily mengusirnya saat mau masuk mobil Limousine putih yang membawanya ke bandara. Wanita muda itu mengatakan jika dirinya tak sudi satu mobil dengan sampah yang berbau busuk macam Theresa.
Di depan Aaron dan para bodyguard Emily biacara begitu. Theresa hanya bisa meradang dalam hati. Dia bisa saja mencakar wajah anak tiri mulut pedas itu. Namun, dia tak mau melakukannya di depan Aaron.
Dia harus kelihatan sempurna di depan pria itu. Biar saja Emily yang terlihat jahat di depan Aaron. Theresa tersenyum licik sebelum pintu mobil ditutup.