Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Marco Part 2

Sepulang sekolah, aku dan Sylvia pergi menuju alamat rumah Marco yang tertera di buku biodata siswa. Kami pergi ke sana dengan menaiki bus umum.

Sesampainya di sana ...

Aku cukup tercengang ketika menyaksikan betapa megah rumah yang berdiri di depan kami. Jika melihat kemegahan rumah ini, cukup membuktikan bahwa Marco berasal dari keluarga yang kaya raya. Aku sempat ragu untuk memasuki rumah itu, tetapi berbeda dengan Sylvia ... tanpa ragu dia menekan bel pada pintu itu.

Seorang wanita paruh baya yang sepertinya merupakan pembantu di rumah ini membukakan pintu dan mempersilakan kami untuk masuk ke dalam rumah. Aku semakin takjub ketika melihat benda-benda mewah yang berada di dalam rumah ini. Hanya dengan melihatnya sekilas, aku bisa memperkirakan benda-benda itu pastilah bernilai tinggi dan sangat mahal.

Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang sepertinya seumuran dengan ibuku, muncul di hadapan kami. Setelah memperkenalkan diri akhrinya aku tahu, wanita itu ternyata ibu Marco.

Dengan lantang Sylvia menanyakan banyak hal mengenai Marco pada ibunya. Berkat cerita dari ibu Marco akhirnya kami mengetahui kebenarannya. Marco meninggal empat bulan yang lalu, dia meninggal karena sakit. Sejak kecil kesehatan Marco memang sangat buruk. Dia menderita penyakit jantung. Selama ini hidup Marco sangat dibatasi. Dia tidak bisa memakan makanan sembarangan, dia tidak boleh terlalu lelah, dia bahkan tidak pernah mengikuti pelajaran olahraga. Dia selalu menyendiri, dia bahkan tidak memiliki satu pun teman dekat. Selama ini Marco tidak pernah mengeluh atas kondisinya itu, tapi dia memiliki sebuah keinginan yang belum terwujud. Dia selalu ingin memiliki pacar yang cantik dan ingin menikah sebelum dia tiada. Setelah mendengar hal itu, aku pun mengerti alasan hantu Marco selalu menculik gadis-gadis cantik. Rupanya arwah Marco belum tenang sebelum keinginannya itu bisa dipenuhi.

Setelah mendengar cerita yang mengharukan dari Ibu Marco, aku dan Sylvia pergi dari rumah itu. Pada awalnya, aku mengira Sylvia akan pulang ke rumahnya. Namun, aku begitu terkejut ketika mendengar perkataan Sylvia.

"Aku akan pergi ke sekolah."

"Haah? Sekarang?"

Tanpa ragu dia mengangguk. "Ya. Aku harus segera menyegel hantu Marco dan menyelamatkan gadis-gadis itu."

"Ta-Tapi, sepertinya Marco sangat menderita semasa hidup."

"Lalu menurutmu kita harus membiarkan dia menculik gadis-gadis itu? Tetap saja perbuatannya salah. Aku tidak akan membiarkan dia melakukan keonaran lagi."

"Tapi Sylvia, kenapa kita tidak mencoba menenangkan arwahnya?"

"Maksudmu? Memangnya kau tahu cara untuk menenangkan arwahnya?"

"Kita harus membantunya agar keinginannya terpenuhi."

Tiba-tiba Sylvia tertawa lantang. "Kau ini benar-benar bodoh. Apa menurutmu ada yang mau menikah dengan hantu? Memangnya kau mau menikah dengan hantu?"

Aku diam seribu bahasa, aku tidak mampu menjawab pertanyaan Sylvia itu. Memang benar yang dia katakan, sepertinya kami memang tidak memiliki cara lain untuk menghentikannya selain menyegelnya.

Begitu tiba di Grandes High School, suasana di sana sudah begitu sepi. Tidak ada seorang pun di sana. Sylvia berjalan dengan cepat menuju ke suatu tempat. Sebenarnya aku sudah menduga ke mana dia akan pergi.

Dugaanku terbukti benar ketika kami tiba di depan kelas 3A yang merupakan kelas Marco.

Seperti halnya malam itu, saat ini juga aku melihat Sylvia mengeluarkan sebuah papan nama dari saku bajunya. Lalu dengan menggunakan pena, dia menuliskan kata 'MARCO' pada papan nama itu. Kemudian Sylvia mengangkat dengan tinggi papan nama itu dan mulai membacakan ritual untuk menyegel hantu Marco.

"Wahai roh Marco yang gentayangan, hatimu yang dipenuhi oleh keinginan akan aku redam ... masuklah ke dalam papan nama ini dan jangan pernah kau keluar dari papan nama ini selama aku mengurungmu. Marco ... turutilah perkataanku, aku menguncimu di dalam papan nama ini. Aku menyuruhmu untuk masuk ke dalam papan nama ini ... Marco ... aku menguncimu!!!"

Bersamaan dengan berakhirnya ritual Sylvia, papan nama yang Sylvia pegang bergetar dengan hebat. Lalu secara perlahan Sylvia menaruh papan nama itu di lantai. Papan nama itu terus bergetar dengan hebat yang menandakan hantu Marco sedang masuk ke dalamnya. Kemudian papan nama itu pun berhenti bergerak, Sylvia mengambilnya dan mengikatnya dengan tali hitam.

Flashback Off

"Bu Angie! Bu Guru Angie!"

Panggilan dari seseorang itu membuatku tersentak. Saat itu juga semua lamunanku buyar. Ya, lamunanku yang tengah mengenang kenangan masa lalu.

"Pak Wiston. Kenapa, Pak?" tanyaku pada orang yang memanggil namaku tadi.

"Dari tadi Bu Angie melamun terus."

Aku terkekeh pelan, "Ti-Tidak, Pak."

"Jam istirahatnya sudah selesai, sudah saatnya ibu pergi ke kelas untuk mengajar."

"Oh, iya. Maafkan aku. Aku akan segera pergi."

Aku merasa sangat malu karena Pak Wiston memergokiku sedang melamun. Entah kenapa akhir-akhir ini kenangan-kenanganku di masa lalu terus terbayang di kepalaku? Sepertinya ... aku harus meminta bantuan Leslie lagi.

***

Begitu pelajaran hari ini berakhir, aku segera mengirimkan pesan pada Leslie agar dia datang ke ruanganku. Aku merasa lega ketika melihat dia menuruti permintaanku. Tidak lama setelah aku mengirimkan pesan padanya, aku melihat Leslie ditemani oleh seorang pria yang tidak lain merupakan kekasihnya, datang menghampiriku yang sedang duduk di kursiku.

"Hai, Leslie, Sean. Kalian cepat juga, ya." Aku menyapa ketika mereka kini berdiri tepat di depanku.

"Ayo, kita pergi!"

"Haah?" Aku melongo karena Leslie tiba-tiba berkata demikian.

"Kau menyuruhku datang karena ingin menenangkan arwah yang disegel oleh Sylvia, kan?" Rupanya dia sudah bisa menebak alasanku memanggilnya kemari.

"I-Iya, benar."

"Kalau begitu, ayo, kita pergi sekarang juga," ajaknya penuh semangat membuatku takjub karena biasanya dia tidak seperti ini saat kuajak menangani hantu.

"Waah, waah, kau semangat sekali, ya, Leslie? Padahal biasanya kau takut melihat hantu."

"Aku hanya ingin segera membebaskan arwah yang disegel itu. Aku ingin membantunya agar bisa pergi ke dunianya."

Aku mengembuskann napas pelan, itu juga yang kuinginkan sekarang. "Iya, iya, aku mengerti. Ya sudah, ayo, kita pergi!"

Aku membawa Leslie dan Sean ke ruangan Pak Kepala Sekolah. Lalu aku membuka lemari yang ada di sana dan mengambil satu papan nama yang berada di dalam lemari itu. Tentu saja aku mengambil papan nama yang bertuliskan 'MARCO'

"Angie, ada yang ingin aku tanyakan," ucap Sean tiba-tiba.

"Apa itu?"

"Kenapa papan nama yang merupakan alat untuk menyegel hantu disimpan di ruangan Pak Kepala Sekolah?"

"Pak Kepala Sekolah yang memintanya. Dulu aku dan Sylvia sempat merasa heran, tapi sekarang aku mulai mengerti alasannya. Pak Kepala Sekolah melakukan itu pasti karena dia berharap kami menemukan hantu Celia."

"Tapi aku heran kenapa kalian tidak menyegel Celia?" Kali ini Leslie yang bertanya.

"Itu karena kami tidak pernah melihat sosoknya. Dia memberikan pengaruh buruk pada siswa di sekolah ini tapi dia tidak pernah menampakkan diri. Aku kagum pada kehebatan hantu yang sudah lama menetap di dunia ini. Dia bisa menyembunyikan aura keberadaannya."

"Tapi kenapa Celia menampakkan diri di depanku? Dia bahkan mau berteman denganku." Saat mengatakan ini, raut wajah Leslie terlihat sendu, mungkin karena dia kembali mengingat persahabatannya dengan Celia.

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Mungkin saja dia merasa kau memiliki kemiripan dengannya. Atau dia ingin menyingkirkanmu karena kau memiliki kemampuan khusus."

"Sylvia juga memiliki kemampuan khusus, tapi Celia tidak menampakkan diri di depan Sylvia."

"Kemampuan Sylvia itu berbeda denganmu, Leslie. Dia bisa melihat hantu tapi tidak bisa berkomunikasi dengan mereka. Karena Itulah yang bisa dia lakukan untuk menghentikan mereka hanya dengan menyegel mereka. Segel itu bisa terbuka kapan saja. Berbeda denganmu, Leslie, kau bisa berkomunikasi dengan hantu. Mereka memperlihatkan kenangan padamu sehingga kita bisa membantu agar bisa pergi ke dunia mereka dengan tenang."

"Ya. Mungkin kau benar."

"Hei, sudah cukup mengobrolnya. Sekarang katakan padaku siapa hantu yang disegel di dalam papan nama itu?"

Perkataan Sean membuatku dan Leslie tersadar dengan tujuan kami datang ke ruangan ini.

"Kau tidak sabaran, ya, Sean? Apa kau dan Leslie ada janji kencan karena itu kau buru-buru ingin menyelesaikan masalah hantu ini?"

Seketika kulihat Sean menjadi panik. "Bu-Bukan begitu. Aku hanya penasaran saja."

Membuatku ingin menggodanya. "Ah, yang benar? Sudah jujur saja ..."

"Angie, jangan bercanda di saat seperti ini!!" Leslie mengatakan itu dengan sorot mata yang serius.

Benar, sekarang memang bukan saat yang tepat untuk bercanda. Aku pun mulai kembali serius. "Baiklah, baiklah. Aku akan menjelaskan tentang hantu ini. Kalian dengarkan baik-baik."

Ekspresi wajah Leslie dan Sean sekarang benar-benar serius. Mereka menatap lurus ke arahku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel