Bab 8 Soulmate
Day-68
Seminggu setelah pengumuman hasil ranking dilakukan oleh Pengurus.
Sesuai dugaan Gaju, semua tidak sesederhana seperti kelihatannya. Penggagas semua Program ini, sang Professor, saat ini sedang menyaksikan perubahan sikap dan semua pergerakan yang terjadi di dalam Komplek melalui puluhan layar yang tersambung ke CCTV yang mengawasi semua kandidat itu.
Professor tersenyum ketika merasakan atmosfer di Pulau mulai berubah. Dari sekian banyak CCTV yang dia lihat sekarang, beberapa Kandidat yang awalnya tidak begitu serius saat mengikuti pelajaran dan training menjadi berubah.
Beberapa kandidat yang merasa kemampuan otak dan fisiknya di bawah rata-rata juga mulai membentuk kelompok kecil dan mendekat kepada 6 orang ‘monster’ yang dianggap akan menjadi raja dan ratu dengan kemampuan diatas rata-rata di Pulau.
Hanya satu orang yang tidak seperti anak-anak lainnya.
Professor mengernyitkan dahinya ketika melihat anak tersebut, dia ingat sekali dengan bocah itu. Bocah yang dengan sengaja menjawab salah saat test knowledge pertama kali dilakukan, padahal kalau anak itu mau, Professor yakin kalau skor sempurna pasti bisa diraih anak itu.
Dan apa yang dilakukan oleh anak itu sekarang membuat dirinya, sang Professor, terkejut. Betapa tidak, seharusnya langkah dan rencana yang logis untuk anak dengan kecerdasan seperti Tiga Tujuh, dia akan mengasah, fokus dan mengembangkan kemampuan otaknya. Mejadi seorang strategist yang dapat menggunakan kemampuan analisanya untuk melawan musuh.
Tapi, di sebuah layar yang sedang menunjukkan gambar di kamar dormitory yang ditempati oleh Tiga Tujuh, sesosok anak sedang melakukan latihan fisik di sana. Semua latihan fisik yang diajarkan oleh Pelatih untuk meningkatkan kemampuan fisik para Kandidat.
Satu demi satu gerakan dan repetisi dilakukan anak itu tanpa lelah. Keringat juga terlihat membanjiri tubuhnya. Tapi dia sama sekali tidak berhenti sampai akhirnya si bocah terkapar kelelahan di atas lantai kamarnya.
Professor memegang kepalanya. Otaknya yang selalu dianggap memiliki kecerdasan jauh diatas rata-rata, sama sekali tidak bisa menemukan satu alasan pun yang mendasari perilaku bocah bernomor Tiga Tujuh itu.
Sang Professor pun menghela napas sebelum akhirnya dia memutuskan untuk membiarkan anak itu melakukan apapun yang dia rencanakan. Professor tahu, untuk anak kecil berusia delapan tahun tetapi sudah mampu menahan dirinya dari mendapatkan pujian dan menjadi sorotan rekan-rekan seumurnya, pastilah tidak akan memutuskan sesuatu tanpa alasan yang kuat.
Day-710
Gaju sedang terduduk di pinggiran pantai yang berada di luar Komplek. Tak terasa dia sudah berada di Pulau selama hampir dua tahun. Dia sudah tidak lagi seorang bocah berusia 8 tahun. Kini dirinya hampir berusia 10 tahun. Meskipun sampai detik ini, Gaju dan semua Kandidat lain yang ada di Pulau tidak pernah tahu kapan ulang tahun mereka.
Selama dua tahun ini, Gaju juga telah berlatih tanpa henti untuk meningkatkan kemampuan fisiknya dengan terus berlatih keras. Sekeras-kerasnya hingga seluruh tubuhnya menjerit kesakitan. Hingga tubuhnya terkapar tanpa tenaga di lantai.
Tadi pagi, saat Gaju dan rekan-rekannya sedang mengikuti kelas seperti biasa, Professor datang dan masuk ke kelas mereka. Dengan tenang, satu-satunya Pengurus yang tidak memakai topeng itu menjelaskan kepada mereka tentang ‘soulmate’.
Professor dengan sengaja merancang agar jumlah laki-laki dan perempuan berimbang. Dan dia akan memasang-masangkan para Kandidat menjadi pasangan yang dia sebut ‘soulmate’. Setelah dua orang kandidat menjadi ‘soulmate’, mereka akan berlatih bersama, belajar bersama dan tinggal bersama.
Gaju dengan jelas mengingat wajah-wajah rekan-rekannya saat itu. Ada wajah ceria, ada wajah sedih, ada wajah penuh harap, ada wajah kemarahan dan ada wajah tanpa ekspresi.
Wajah penuh harap dan ceria tentu saja datang dari para Kandidat laki-laki dan perempuan yang berada pada ranking bawah, dengan adanya soulmate, mereka akan mempunyai seseorang untuk bergantung. Atau setidaknya berbagi kesusahan dan berkeluh kesah.
Apalagi bagi Kandidat laki-laki, mendapatkan pasangan terkadang menjadi sesuatu hal yang mustahil. Bukankah dengan adanya aturan ‘soulmate’ ini, sejelek apapun mereka, semuanya pasti akan mendapatkan pasangan? Entah nantinya akan menjadi pasangan sehidup semati atau tidak, tapi setidaknya mereka sudah diberi kesempatan.
Wajah penuh kemarahan dans sedih datang dari beberapa orang Kandidat yang telah memiliki Kandidat lain yang mereka sukai. Dengan adanya program soulmate ini, bukankah ada kemungkinan kalau mereka akan dipisahkan secara paksa?
Ketika Professor mengatakan seperti apa metode menentukan soulmate mereka masing-masing, seluruh kelas pun terdiam, “Soulmate kalian adalah pasangan dengan nomer terdekat kalian. Dimulai dari Kosong Satu akan menjadi soulmate bagi Kosong Dua dan seterusnya.”
Seisi kelas masih terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya suara riuh memenuhi seisi kelas. Ada yang memprotes, ada yang berteriak kegirangan dan ada juga yang diam tertunduk lesu.
Gaju dengan cepat melirik kearah Tiga Delapan, gadis yang menjadi idola sebagai seorang calon Strategist yang sudah mendominasi ranking tiga besar untuk kategori Intelligence itu. Tapi Tian terlihat tenang dan sama sekali tidak terguncang dengan kata-kata Professor.
Salah seorang sahabat Tian, Tiga Dua dengan panggilan Tia, memegang tangan Tian yang berada di atas meja dan bertanya pelan, “soulmatemu si Tiga Tujuh yang aneh itu, kamu tidak apa-apa kan?”
Tian melirik ke arah Tia sambil tersenyum, “hmmm, dia memang aneh, tapi dia memberiku sensasi kalau dia sangat berbahaya. Mungkin aku akan mengechecknya nanti,” jawab Tian ke arah sahabatnya.
Seorang gadis manis bernama terlihat tertunduk lesu di tempat duduknya, Koga yang duduk di sebelahnya juga terdiam. Gadis itu adalah Kosong Enam, dengan panggilan Song Nam. Sudah satu tahun ini, Song Nam dekat dengan Koga, kandidat dengan kemampuan fisik terkuat di antara Kandidat lainnya.
Dan Song Nam tahu kalau Koga juga punya perasaan terhadap dirinya, karena itu mereka berubah menjadi dekat. Sekalipun kedekatan mereka masih tetap layaknya bocah berusia 9 tahun saat itu.
Tapi, dengan aturan yang diberikan oleh Professor barusan, itu artinya, Song Nam adalah soulmate dari Kosong Lima, dan Koga sendiri harus menjadi soulmate dari Kosong Empat.
Song Nam melirik ke arah Kosong Lima, bocah yang akrab dipanggil Koma. Koma adalah saingan terberat Koga dalam memperebutkan dominasi di kategori Physical Attribute. Dan sekarang, Song Nam, yang semua orang tahu kalau dia dekat Koga akan menjadi soulmate Koma.
Song Nam seakan piala bergilir antara dua monster yang memperebutkan dominasi itu. Dan dia hanya menunduk sedih.
Koga sendiri hanya melirik kearah Kosong Empat, seorang gadis kecil yang meminta dirinya dipanggil Em. Dilihat dari fitur wajah dan fisiknya, Em bukan berdarah Asia seperti Koga. Dia sepertinya berdarah Eropa dan Koga sama sekali tidak menyukai hal itu.
Koga lebih menyukai gadis dengan karakter Asia seperti dirinya, seperti Song Nam atau Tian. Untuk typical gadis kaukasia seperti Em, dia sama sekali tidak tertarik dengannya.