Bab 13 Koga dan Em
Koma tidak menyadari kalau apa yang dia perbuat barusan membuatnya menjadi pusat perhatian bagi seluruh tim pengawas dan bahkan Sang Professor. Dia sudah lama menebak adanya kamera yang ditempatkan di beberapa titik untuk mengawasi mereka dan sudut kamar itu salah satu titik yang dia curigai.
Beberapa langkah sebelum Koma sampai ke pintu ruangan kamar dormitory milik Songnam, tiba-tiba sebuah bayangan hollogram mulai terbentuk di depan mereka.
Koma menghentikan langkahnya dan mengambil sikap waspada sambil melihat kearah bayangan hollogram itu.
"Hahahahahaha," ketika bayangan itu sudah terbentuk penuh, sesosok Pria dengan rambut yang berwarna putih dan acak-acakan berdiri di depan Koma.
Sebuah nama terlintas di kepala Koma, Professor.
"Kosong Lima atau aku harus memanggilmu Koma?" kata sang Professor.
Koma sedikit kaget tetapi dapat menguasai dirinya beberapa saat kemudian, "terserah anda, Professor," jawabnya.
"Oke, aku akan memanggilmu Koma kalau begitu. Bagaimana caranya kamu menyadari 'benda' di situ?" tanya sang Professor sambil melirik ke arah sudut kamar, tempat dimana tadi Koma mencurigainya sebagai titik kamera tersembunyi dipasang.
Koma terdiam, "aku tidak tahu, aku hanya mengambil kesimpulan dengan menghilangkan kemungkinan yang mustahil. Aku tahu kalau Pengurus selalu memantau semua aktivitas kami. Dan satu-satunya tempat yang paling mungkin untuk menaruhnya pasti di tempat itu."
"Hmmmmm. Analytical capability seorang Strategist ditambah keberanian seorang Fighter. Kombinasi yang bagus. Aku yakin kalau beberapa anak sudah menyadarinya juga, apalagi mereka yang mengambil jalur Strategist. Tapi mereka tidak punya cukup keberanian untuk terang-terangan menantang Pengurus sepertimu," kata Professor.
"Aku yakin kalau kau punya potensi yang lebih daripada Koga. Dia hanya punya otot tanpa otak. Kau punya keduanya. Aku mengharapkanmu melangkah lebih jauh daripada rekan-rekanmu," puji sang Professor.
"Tidak!!!!"
Terdengar suara jeritan seorang gadis kecil memotong pembicaraan mereka. Suara dari Songnam yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan Koma dan Professor.
"Koga adalah yang terbaik! Dia akan mengalahkan seekor monyet berkulit pucat sepertimu," jerit Songnam lagi.
Koma dan hollogram sang Professor melirik ke arah gadis kecil itu. Sang Professor menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bahkan dengan screening yang ketat pun, kita masih bisa mendapatkan bibit buruk seperti ini?" gumam Professor.
Professor maju mendekati Songnam yang masih histeris di atas kasurnya.
"Kau mau apa?" teriak Songnam ke arah bayangan hollogram itu, tak lama kemudian dia memukul ke arah Professor yang tentu saja sama sekali tak berefek apa-apa.
"Perasaan pada dasarnya adalah sinyal-sinyal elektrik yang bekerja di dalam otak dan syaraf kita. Sama seperti rasa sakit, sedih, senang dan semua perasaan lain. Itu hanyalah sebuah definisi dari sinyal elektrik dalam sistem saraf manusia yang dikirimkan ke seluruh tubuh setelah diterjemahkan oleh otak kita," kata sang Professor kepada Songnam yang masih histeris.
"Kamu menyukai Koga karena ada sinyal elektrik yang terdefinisikan seperti itu dalam otakmu. Sama halnya ketika kamu 'harus' merasa sakit kalau terkena pisau dan terluka."
"Padahal tidak ada keharusan untuk merasa sakit saat terluka kan? Ada sebagian orang yang menyebut diri mereka masochist karena mereka mendefinisikan sinyal elektrik yang dianggap rasa 'sakit' oleh orang lain menjadi rasa 'nikmat' bagi mereka."
"Semua tergantung dari cara pandang kita."
"Sekarang untuk masalahmu dengan Koma."
"Aturan adalah aturan. Mereka ada untuk diikuti dan dipatuhi. Kosong Enam adalah soulmate Kosong Lima. Itu aturannya. Suka atau tidak. Kalau kamu tetap bersikap seperti ini, kami akan membuat pengecualian bagi Kosong Lima."
"Dia akan menjadi kandidat satu-satunya tanpa soulmate karena kami akan mengeliminasimu," kata sang Professor mengakhiri kunjungannya.
Koma hanya melirik ke arah Songnam dan tersenyum kecil. Dia berharap kalau Songnam akan terus seperti ini dan dia menjadi satu-satunya kandidat tanpa soulmate.
=====
Di sebuah ruangan lain. Seorang gadis berdiri dan menundukkan kepalanya. Gadis itu berambut coklat dan panjang sebahu. Dia bermata biru dan memiliki wajah cantik khas eropa.
Dia adalah Kosong Empat, seorang gadis kecil dengan panggilan yang gampang sekali diingat, Em.
Tak ada yang tahu kenapa dia memilih nama itu, tapi sekarang dia sedang berdiri di depan soulmatenya, Kosong Tiga alias Koga. Kandidat terkuat di Pulau.
Em sangat gugup sekali pagi ini. Dia hanyalah seorang kandidat dengan kemampuan rata-rata. Baik secara Intelligence atau fisik, nilainya hanya rata-rata. Tidak lebih dan tidak kurang.
Meskipun Em tidak punya kelebihan secara kemampuan tetapi Em adalah gadis kecil periang yang suka berbaur dengan semua kalangan dan kelompok. Dia tidak pernah merasa canggung saat berhubungan dengan kandidat yang lain.
Em adalah kandidat yang supel dan pandai bergaul dengan siapa saja. Ditambah dengan kemampuannya yang hanya rata-rata, tidak ada satu kelompok pun yang merasa terancam dengan kehadirannya.
Tapi semua itu berubah sejak Program memasuki tahap kedua dan konsep soulmate mulai aktif dieksekusi. Em bukan lagi gadis periang dan supel dengan kemampuan rata-rata.
Em sekarang adalah soulmate Koga.
Dan disinilah Em sekarang, berdiri dengan gugup di depan anak yang dianggap sebagai kandidat terkuat di Pulau. Kosong Tiga aka Koga.
Em menundukkan kepalanya dan tidak tahu harus berkata apa kepada Koga. Em pernah berinteraksi dengan Koga, tapi tidak pernah seperti saat ini.
"Em ya?" kata Koga pendek.
"Ehem," jawab Em gugup sambil menganggukkan kepalanya.
"Aku orang yang jujur dan selalu terbuka. Kamu bukan typeku. Aku tak suka gadis Kaukasia. Aku lebih suka gadis Asia," kata Koga di kalimat keduanya.
Em langsung terdiam. Kemungkinan terburuk yang dia bayangkan sekarang benar-benar terjadi. Dia sudah membayangkan beberapa skenario untuk pertemuannya ini. Dan yang terburuk adalah kenyataan bahwa Koga tidak menyukainya.
Dan itulah yang terjadi sekarang. Tapi Em tak tahu apa yang harus dia lakukan. Koga memberikan satu alasan yang tak terbantahkan dan tak dapat dia ubah.
Seandainya Koga memberi alasan, aku tak suka kamu karena kamu lemah, Em akan berjanji untuk berusaha keras agar dia menjadi lebih kuat.
Atau alasan apapun yang masih mungkin bagi Em untuk mengubahnya. Em sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melakukan apapun agar dia diterima untuk menjadi soulmate Koga yang seutuhnya.
Tapi alasan Koga benar-benar telak untuk Em. Em terlahir seperti ini. Bisakah dia memilih? Bisakah dia meminta agar terlahir berbeda?
Tidak.
Dan Em juga tidak mungkin melakukan apapun untuk mengubahnya. Karena itu, semua peluang Em tertutup oleh alasan yang diberikan oleh Koga tadi. Dan Em mulai terisak-isak beberapa saat kemudian.
"Terimakasih sudah jujur kepadaku. Maafkan aku karena terlahir seperti ini. Tapi ijinkan aku untuk tetap mengikuti langkahmu dari belakang," bisik Em lirih di sela tangisnya.