Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6. Kecemasan

Pukul 10.00 Aldi dan Desita sedang dalam perjalanan pulang setelah mobil yang mereka kendarai selesai menjalani perbaikan dari montir panggilan. Dengan kabel charger yang mereka beli dalam perjalanan, Aldi begitu lega karena bisa menghubungi kembali istrinya.

“Huff jadi gitu lah sayang kamu bisa bayangin udah mobil mogok, jam segitu angkutan sulit plus hujan lagi. Hotel tempatku nginap itu juga parah banget, banyak kamar yang bocor, gak ada fasilitas apa-apa bahkan charger pun gak ada buat kupinjam,” ujar Aldi menumpahkan semua kekesalannya mencoba menarik simpati Ae Rin.

“Duh kasian, tapi kamu nggakpapa kan sayang? hari ini nggak usah ngantor dulu deh istirahat aja di rumah,” tawar Ae Rin yang tetap menunjukkan perhatiannya pada sang suami.

Walaupun hatinya tengah dipenuhi kegundahan dan tanda tanya yang begitu besar namun, Ae Rin tetap berusaha bersikap positif dengan mempercayai suaminya. Dia menyadari kehidupan Aldi memang dikelilingi banyak wanita yang kapanpun bisa menjadi duri dalam rumah tangganya.

“Sayang makasih ya pengertiannya, nanti malam aku bawain hadiah deh gimana?”ucap Aldi mencoba merayu istrinya.

“Hmm ngerayu nih ceritanya, ya udah aku ngambek aja deh biar hadiahnya makin gede,” celetuk Ae Rin menunjukkan sikapnya seperti biasa.

“Haha duh pengen apa sih, aku cariin deh buat sayangku!”

“Pengen kamu cepet pulang aja deh, ya!” pinta Ae Rin dengan lembut.

“Ya ampun sweet banget sih, siap sayang nanti aku jemput aja ya kita langsung makan diluar. Mobil kamu taruh kantor aja nanti.” tawar Aldi seraya menutup sambungan teleponnya.

Setelah percakapan itu selesai Aldi merasa cukup lega karena menganggap tak ada sikap yang berubah dari istrinya. Gaya dan nada bicara sama sekali tak menunjukkan emosi, bahkan Ae Rin masih bisa tertawa kecil dan menggoda suaminya.

Helaan nafas pangjang pun terdengar dari mulut Aldi melepaskan semua kecemasannya. Sementara itu di sebelahnya, wanita yang ditidurinya semalam hanya diam mendengar kemesraan dari percakapan mereka.

“Hmm, aman? Bagus deh,” ucap Desita dengan ketus.

“Hh iya so far aman Des, hei kenapa muka kamu begitu? kamu nggak seneng kalau hubunganku masih aman?” sahut Aldi mengeryitkan alisnya.

“Apaan sih kan udah kubilang berkali-kali, I don’t give a damn with your relationship. Aku nggak peduli Al, mau kalian marahan atau baikan. Aku nggak tertarik ngerebut kamu dari dia kok, again and again kubilang apa yang kulakukan itu ....” Ucapan Desita terhenti ketika Aldi memotongnya.

“Yes yes just for fun, paham Des udah berkali-kali kamu bilang kamu nggak pengen berumah tangga. Yes we have fun, jujur aku juga seneng banget kangen sama kamu tapi plis ya Des, aku minta maaf maaf maaaaaf banget. Apa yang terjadi semalam itu benar-benar sebuah kekhilafan Des,” jelas Aldi berusaha meyakinkan wanita yang sedang merajuk tersebut.

“Hmm hehe, ya ya khilaf. Pengecut banget deh Al, kenapa sih kamu nggak jujur aja, Thanks ya Des I really love it dan aku pengen lagi dan lagi, yuk kita cari waktu dan tempat berikutnya. Kamu seneng, aku juga seneng dan hubungan kalian tetap terjaga.” Desita pun memasang earpod dan mendengarkan musik dari ponselnya untuk menghentikan percakapan mereka.

Aldi tak sanggup berkata-kata, dia menyadari dirinya telah menjadi seorang pengecut yang tidak sanggup menjaga komitmennya pada pasangan. Hanya penyesalan dan rasa bersalah yang kini dia rasakan, sisa perjalanan mereka pun ditempuh dalam keheningan sampai tiba di kantor.

Dalam hati Desita ada rasa kesal yang tak dapat dia ungkapkan, hal itu tentu karena melihat kemesraan Aldi dan Ae Rin yang sama sekali tak terganggu. Walaupun dia memang tidak tertarik menjalin pernikahan dengan Aldi namun, ada rasa cemburu ketika dia sadar ada wanita lain yang dengan leluasa bisa menghabiskan waktunya bersama pria itu.

“Dasar pengecut, apaan sih. Kamu pikir aku nggak bisa ngelakuin itu dengan cowok lain? aku bebas ngelakuin itu dengan siapapun tapi aku maunya sama kamu Al,” gumam Desita dalam hatinya sembari sesekali melirik ke arah Aldi.

***

Sesampainya di kantor keduanya berpisah ke ruangan masing-masing. Di ruangan Aldi tiba-tiba Celine masuk dengan ekspresi kesal dan mendorong tubuh Aldi ke dinding. Wanita itu pun berdiri mendesak Aldi setelah mengetahui apa yang terjadi padanya semalam.

“Al kamu gila ya, pake bawa-bawa aku buat tameng biar bisa seneng-seneng sama dia. Aku hampir ngebunuh kamu pagi ini tahu!” ucap Celine penuh kekesalan.

Aldi terkejut dan tampak bingung apa yang membuat wanita itu bersikap demikian. “Woo woo Cel, ada apa ini? apa maksudmu ngebunuh aku?”

“Approval urgent yang tadi kamu bales, aku minta itu dari kemarin lo. Karena nomer kamu nggak aktif aku nggak ada pilihan selain telepon istrimu dong, dan tadi pagi aku kaget pas dia bilang kalau kita seharusnya lagi diluar kota bareng,” jelas Celine.

Sontak Aldi pun terkejut dan membatu seketika, tubuhnya terasa lemas mengetahui bahwa Ae Rin tahu jika Celine tak sedang bersamanya kemarin berbeda dengan informasi yang ia berikan. Leher Aldi terasa panas ketika darahnya mulai mengaliri otak akibat ketegangan yang sedang dia rasakan.

“Cel?” Aldi hanya bisa terbelalak ke arah partner kerjanya itu. “terus cel?”

“Aku langsung konek karena kamu pernah cerita kalau dia itu cemburuan sama Desita, spontan aja aku bilang kalau kemarin aku sama Desita pulang duluan naik bis malam karena pagi ini ada meeting penting sementara kamu dan Arie menginap untuk nunggu service mobil besoknya,” jelas wanita bergaya tomboi tersebut.

Aldi memejamkan matanya dengan kedua tangan, mengusap wajahnya dan berhenti di kepala. Aldi berusaha mengingat kembali semua informasi yang dia sampaikan pada istrinya untuk mencocokkan skenario yang diciptakan oleh Celine.

Celine menepuk wajah Aldi beberapa kali untuk menyadarkannya.” Hei hei Al Al? next time kamu mau begitu lagi, jangan bawa-bawa aku oke!” Celine pun melangkah keluar meninggalkan Aldi.

Aldi masih membatu di posisinya dengan perasaan pasrah dan kebingungan. Jika Ae Rin menganggap dia telah berbohong lantas mengapa sikapnya sama sekali tidak berubah. “Apa dia percaya begitu saja dengan ucapan Celine? Ae Rin nggak mungkin sepolos itu, dia wanita yang cerdas dan posesif,” gumam Aldi.

Menyadari hal itu kini Aldi justru dibuat semakin bingung dan khawatir oleh sikap istrinya yang tampak seperti baik-baik saja. “Nggak nggak, ini nggak mungkin. Pasti ada sesuatu yang dia pikirkan, aku jadi makin takut nih kenapa dia bisa biasa aja gitu ya.”

Berusaha menenangkan pikirannya Aldi pun pergi mengunjungi toko kue Holycake untuk menyapa Mila dan yang lainnya sembari mencari makan siang. Tak terasa sudah 1 tahun toko itu berjalan, diawali dari 4 orang pegawai yang semuanya adalah penghuni kos milik Aldi, kini mereka telah meningkatkan jumlah pegawainya menjadi 6 orang.

Sesampainya di toko, ada pemandangan yang tak biasa dimana Noora sebagai Direktur Operasional juga kebetulan berada di tempat itu. Biasanya Noora hanya berkunjung sesekali dan memantau perkembangan toko dari laporan penjualan dan operasional.

“Hmm Noora? tumben nih main kesini?” sapa Aldi membuka pintu toko namun, melihat raut wajah Noora yang kusam Aldi merasa ada sesuatu yang mengganggunya. “Aa-ada apa Noor?”

“Udah makan belum? yuk temenin aku makan siang dulu, sekalian ada yang pengen ku omongin nih,” jawab Noora lalu melangkah keluar setelah menyapa Rachel dan Gendis yang berada di area kasir.

Di area foodcourt tak jauh dari komplek pertokoan tersebut, Noora dan Aldi duduk di salah satu meja menanti makanan yang mereka pesan. Aldi melirik area sekelilingnya dengan rasa cemas karena tempat itu adalah salah satu tempat yang dihindari olehnya.

“Al aku mau info nih soal anak-anak, belakangan ini ada masalah-masalah kecil yang muncul gara-gara anak-anak itu saling lempar tanggung jawab, nah masalah kecil-kecil ini makin numpuk bikin gep diantara mereka. Kalau ini dibiarkan jelas akan pengaruh ke pelayanan dan operasional Al,” jelas Bu Noora.

Dengan suasana hati yang masih kacau karena memikirkan sikap sang istri, ditambah rasa gelisahnya berada di area foodcourt itu, Aldi semakin dibuat bad mood mendengar masalah yang disampaikan oleh Noora. “Hh gep? Maksudnya saling ngeblok gitu? Emang masalah-masalahnya bagaiamana Noor? Dan siapa saja yang ngegep itu?”

Di toko kue, Gendis baru saja menegur Rachel, karena dia tidak memindahkan sebuah cake yang diproduksi kemarin ke dalam showcase pendingin. Hal itu akan mengurangi kualitas cake dan mempercepat proses kadaluarsa.

Sementara itu Rachel menjelaskan jika cake yang dimaksud baru saja dibuat malam hari karena pesanan khusus dari pelanggan namun, akhirnya pelanggan membatalkan cake itu dan memilih cake lain dengan harga yang lebih mahal, sehingga bagi Rachel masih merasa aman membiarkan cake tersebut di rak display sampai shift Gendis tiba.

Saat jam makan siang tiba, Irma di bagian administrasi menemani Gendis di area kasir sembari menyantap makan siangnya. Sejak mendapatkan bantuan dari Aldi hingga keduanya bisa tinggal di kos secara gratis, Gendis dan Irma selalu melakukan pekerjaan dengan baik dan maksimal sebagai bentuk rasa syukur mereka.

“Selalu deh anak itu, kenapa sih nggak dia aja yang masukin ke showcase tadi pagi. Kenapa harus nunggu aku datang ya kan?” gumam Gendis.

“Iya ada-ada aja, kemarin juga gitu bikin customer komplain sampe Bu Noora datang kesini,” sahut Irma yang ikut kesal dengan sikap Rachel.

“Aku sebenarnya kasihan sama dia kalau ingat cerita dari Kak Mila soal masalah pribadinya, tapi nggak tahu belakangan rasanya dia makin seenaknya kalau kerja,” imbuh Gendis berusaha menahan rasa kesalnya.

“Ini tadi ada Pak Aldi ya kayaknya? Aku dari atas denger suara dia sekilas.”

“Iya ini lagi keluar sama Bu Noora, paling lagi cerita soal Rachel.”

Sementara itu Rachel yang menjadi bahan pembicaraan mereka tengah menikmati waktu istirahat dengan menyantap makan siangnya di balkon lantai 3. Tempat itu tertutupi oleh neonbox sehingga keberadaannya tidak terlihat dari luar toko, Rachel selalu menghabiskan waktu istirahatnya di tempat itu sembari menghabiskan beberapa puntung rokok.

Tak lama kemudian Mila sebagai Patissier sekaligus pemilik toko tersebut menghampiri Rachel membawakan dua buah cupcake untuk mereka nikmati bersama. Belakangan hubungan keduanya sebagai rekan kerja sekaligus tetangga kos terasa semakin dekat, Mila dengan sikap yang lebih dewasa mampu memberikan kenyamanan bagi Rachel yang sedang bangkit dari rasa traumanya.

Setelah di rudapaksa dan dimanfaatkan habis-habisan, Rachel menjadi trauma untuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Dia menjadi pribadi yang introvert dan lebih sensitif terhadap siapapun yang ada di sekitarnya.

Bersama Mila, Rachel merasa mendapatkan ketenangan layaknya rumah yang hangat dan aman. “Hmm enak nih, menu baru kah ini?” tanya Rachel mencicipi cupcake dengan krim berwarna kuning keemasan tersebut.

“Hehe enak ya, belum yakin sih buat menu baru. Aku butuh percobaan lagi buat hilangin rasa kecut di tenggorokan gara-gara krim itu,” jawab Mila bersandar di dinding bersebelahan dengan Rachel.

“Tadi dipanggil kenapa sama Bu Noora?” tanya Mila.

“Hmm biasa, orang-orang pada cari muka dan ngelaporin aku ke Bu Noora. Padahal setelah aku jelasin kata Bu Noora aku sudah benar kok, customer kemarin aja terlalu berlebihan mintanya ini berasa punya duit,” jawab Rachel dengan kesal sembari mengeluarkan sebatang rokok dari saku kemejanya.

Melihat itu Mila segera meraih rokok tersebut mencoba melarang Rachel agar tidak merusak tubuhnya sendiri. “Hmm masih aja, katanya mau usaha berhenti!” ujar Mila.

“Ii-iya sih tapi kan nggak bisa langsung, harus pelan-pelan!” jawab Rachel mencoba memohon.

“Ya udah pilih mana?” Mila lantas menjilat krim dari cupcake dan menjulurkan lidahnya lalu menempelkan kotak rokok milik Rachel di pipinya.

Rachel tampak kebingungan memilih antara kotak rokoknya atau krim yang berada di lidah Mila yang sedang menjulur. Awalnya Rachel berpura-pura hendak meraih kotak rokoknya namun, melihat ekspresi Mila yang berubah seketika, membuatnya langsung menyambar krim yang berada di lidah Mila dengan mulutnya.

Bibir mereka pun saling bertemu dengan krim cupcake yang menjadi rebutan keduanya. Mila dan Rachel saling memejamkan mata dengan lidah mereka yang meliuk mencoba merebut rasa manis dari krim tersebut. Lembutnya krim dan hangatnya sentuhan lidah mereka membuat suasana siang hari itu semakin memanas.

Rachel mendekap leher Mila dengan satu tangan dan tangan yang lain mulai menyelinap masuk ke balik kemeja yang dikenakannya. Bibir keduanya telah begitu basah begitupun lipatan hangat di bawah tubuh mereka. Tiba-tiba Mila mendorong Rachel untuk melepaskan diri dari wanita yang mulai terangsang itu.

“Hh hh jangan disini, bahaya kalo tar ada yang liat,” bisik Mila dengan nafas yang mulai tersengal.

“Hh hh habisnya semalam kamu kunci pintunya, aku kan nahan jadinya,” sahut Rachel.

Mila mengeryitkan matanya setelah ingat jika dia memang mengunci pintu kamarnya membuat Rachel tidak dapat masuk. “Ya ampun iya aku lupa dan ketiduran, maaf ya. Malam ini nggak aku kunci deh.”

“Hehe janji ya, hapemu juga jangan di silent dong,” imbuh Rachel sembari kembali menyambar bibir Mila.

Kembali ke tempat Aldi berada, setelah mendapatkan penjelasan dari Noora Aldi semakin diliputi kejenuhan. Tujuannya mampir ke toko untuk menghibur diri ternyata berbuah sebaliknya, justru membuat Aldi semakin stres.

“Huff anak-anak itu, ada-ada aja ya kupikir mereka baik-baik aja selama ini,” gumam Aldi mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

“Ya gitu lah Al makanya aku langsung kasi tahu kamu, coba nanti kamu ikut briefing juga biar mereka lebih aware sama pelayanan toko. Eh sory ya Al aku balik duluan nggakpapa ya, sebenarnya siang ini aku ada jadwal lain tapi terpaksa harus mampir sini dulu.”

“Hh iya Noor makasih banyak ya, aku memang kurang perhatian sama toko belakangan ini. Oke Bye Noora!” sapa Adi.

Tak lama setelah Noora pergi meninggalkannya, Aldi pun ikut beranjak dari tempatnya hendak meninggalkan area foodcourt itu. Tapi baru satu langkah kakinya keluar dari sisi meja tiba-tiba saja Aldi bertabrakan dengan seorang wanita.

“Brukkk ... aduh,” ucap wanita itu yang spontan menoleh ke arah Aldi.

“Aduhh maaf mba ....” Aldi seketika tercengang karena wanita yang dia tabrak adalah seseorang yang menjadi alasannya menghindari area tersebut.

Wanita itu adalah Lugia devasa, mantan istri Aldi yang sudah diceraikannya 3 tahun yang lalu.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel