Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Terlena

Diluar kamar rintik hujan masih terdengar walau sudah tidak sederas sebelumnya, meskipun begitu suhu udara di dalam ruangan masih sangat dingin. Dalam gelapnya ruangan mereka hanya diterangi sedikit lampu dari celah pintu kamar mandi yang dibiarkan menyala.

Aldi tengah diliputi ketegangan serta dilema yang hebat, bagaimana tidak dia mengetahui bahwa Desita yang tak mengenakan apapun itu kini berbaring di hadapannya di bawah selimut yang sama.

Desita tak peduli lagi dengan prinsip kesetiaan yang dijaga oleh Aldi, wanita itu hanya mencoba untuk menunjukkan rasa kemanusiaannya melihat Aldi yang meringkuk kedinginan. Desita pun memalingkan tubuhnya membelakangi pria itu mencoba untuk mengacuhkannya.

Tak ada sepatah kata pun terucap dari Aldi, dia menyadari Desita hanya sedang mengkhawatirkan dirinya saat ini dan dia seharusnya berterima kasih karenanya. Aldi pun menyadari sikapnya yang belakangan cukup keras pada Desita terlebih seharian ini, walau itu adalah bentuk komitmennya terhadap Ae Rin namun, Aldi tetap merasa tidak adil pada wanita itu.

Aldi pun tersentuh oleh perhatian yang ditunjukkan wanita itu, jujur saja selama ini sikap Desita yang keras tapi menyenangkan, cukup nyaman bagi Aldi dan membuatnya betah untuk menghabiskan waktu bersama wanita itu. Kini tak dapat dipungkiri ada hasrat yang menggelitik dalam diri Aldi melihat situasi mereka yang seakan mendukung hal tersebut.

Aldi merasa sekuat apapun dia berusaha menjauhkan Desita, rasanya ada banyak hal diluar kuasanya yang menuntun dirinya dekat kembali pada wanita itu. Kini hasrat itu seperti mulai menguasai pikirannya, ketika tangan Aldi menyentuh punggung Desita yang terasa begitu hangat dan lembut.

Aldi pun membalikkan tubuhnya ke arah Desita dan bergeser lebih merapat padanya, perlahan tangannya mulai menjalar ke depan mendekap kedua tangan wanita itu yang sedang menutupi bagian dadanya. Desita rupanya masih membuka matanya ketika dia menyadari Aldi sedang memeluknya dari belakang.

Tak ada sepatah kata pun yang terucap seolah tubuh mereka memahami apa yang diinginkan masing-masing. Aldi mulai mengecup tengkuk wanita itu dan menghirupnya cukup dalam, ada rasa rindu yang tertahan selama ini dan coba ia lupakan.

Tangan Aldi yang tadinya mendekap erat tubuh Desita perlahan mulai menyelinap di balik kedua tangan wanita itu. Membelai lembut permukaan kulit Desita dan bergerak naik ke bagian yang begitu menggoda baginya.

Tak ada perlawanan sedikitpun dari wanita berwajah sensual itu seakan dia juga menginginkan hal tersebut. Terlebih ketika jari jemari Aldi mulai menyentuh permukaan buah dadanya dan meremasnya dengan lembut, Desita justru sedikit menjauhkan tangannya agar Aldi dapat bergerak lebih leluasa.

Terdengar lenguhan lembut yang keluar dari wanita itu ketika Aldi mulai memainkan bagian sensitifnya. Diiringi degupan jantung yang semakin kencang, nafas Desita mulai tertahan oleh rangsangan yang merayapi tubuhnya.

"Nggh ... ahh!" berkali-kali lenguhan itu lolos dari mulut Desita, terlebih ketika jari jemari nakal itu tak henti-hentinya memilin bagian sensitif dari kedua buah dada yang begitu padat dan lembut.

Desita tak sanggup lagi menahan dirinya, dia menahan tangan Aldi dan membalikkan tubuhnya ke arah pria itu, sehingga kini keduanya dalam posisi saling berhadapan di bawah selimut tersebut. Aldi dan Desita saling menatap dengan pencahayaan yang sangat minim, keduanya pun telah berada di puncak gairah masing-masing.

Aldi memulai dengan menarik tubuh Desita dan mendaratkan bibirnya pada wanita itu, dia melumat bibir lembut tersebut dan memaksa lidahnya mendorong masuk untuk bergumul dengan lidah milik Desita. Kecupan yang penuh tenaga diiringi hisapan yang kuat membuat Desita terbuai bak melayang di atas awan.

Terlebih ketika Desita mulai merasakan sentuhan jari nakal Aldi di bagian bawah tubuhnya. Jari-jari itu mulai mengusap dan merangsek masuk ke dalam lipatan basah milik Desita, membuat rintihan yang tak terelakkan sehingga wanitaitu harus sedikit menahan tangan perkasa yang menyelinap di antara kedua pahanya tersebut.

Semakin panas Desita pun mulai bergerak agresif mengulum lidah Aldi dan disaat yang sama Desita juga mulai menggenggam benda sensitif milik Aldi tersebut. Nafas keduanya terdengar mulai berat dengan ritme yang semakin tak beraturan. Ruangan yang dingin itu perlahan menjadi hangat ketika tubuh keduanya saling bergesekan.

Desita mulai melangkahkan kakinya di atas paha Aldi lalu berbaring di atas tubuhnya. Wanita itu membuat Aldi melenguh ketika dirinya merayap turun ke dalam selimut dan berhenti tepat diantara kedua paha Aldi.

Di dalam selimut yang menutupi tubuhnya Aldi dapat merasakan sentuhan lembut dan basah dari lidah Desita pada area sensitifnya tersebut. Wanita itu memainkan lidahnya begitu lihai masih sama seperti dulu, Aldi dapat merasakan tak sedikitpun bagian miliknya yang lepas dari sentuhan Desita.

Selagi salah satu tangannya menggenggam dengan erat kejantanan Aldi, Desita menggerakkan kepalanya naik-turun di atas paha pria yang sedang mengerang memejamkan matanya tersebut. Tak sanggup menahan hasratnya lebih lama lagi, Desita semakin tak sabar untuk memasukkan benda itu ke tubuhnya.

Desita beranjak bangkit dan menduduki paha Aldi, setelah memposisikan milik Aldi pada mulut bawahnya, Desita mulai menekan tubuhnya untuk membenamkan benda tersebut. Rintihan-rintihan kecil mulai terdengar diiringi hembusan nafas yang tak beraturan, Desita dapat merasakan betapa perkasanya Aldi ketika benda itu memenuhi seluruh rongga tubuhnya.

Semakin lama benda itu masuk semakin dalam lantaran Desita yang semakin lemah menahan tubuhnya. "Uuooohh ... uuuhhhh!!!" erangan dan rintihan terdengar semakin keras membuat hasrat keduanya semakin lepas.

Merasa tak ada tamu lain di lantai itu kecuali mereka, Desita tak ragu untuk melepaskan suaranya mengikuti kenikmatan yang sedang dia rasakan. "Uuooohhh ... aaahhh ahh ummm!!!"

Waktu berjalan begitu cepat namun, sepertinya Aldi masih ingin berlama-lama memanjakan dirinya. Dia bangkit dan menggendong tubuh ramping wanita itu lalu menghempaskannya ke atas ranjang. Dengan tatapan yang nakal Desita memperlihatkan sisi lemah dirinya sebagai wanita yang tak berdaya oleh keperkasaan Aldi.

Tangan-tangan Aldi yang cukup berotot itu mulai mencengkeram tubuh wanita tersebut selagi menghentakkannya dengan kuat, Desita semakin tak kuasa menahan kenikmatan dari sikap tegas Aldi padanya. Kini keduanya bergerak seirama saling menekan dengan tubuh Desita yang membelakangi Aldi, kerinduan yang dinantinya cukup lama terbayar sudah.

Di sisi lain seakan kehilangan akal sehatnya Aldi terus menekan Desita tanpa memberinya waktu untuk beristirahat. Berbagai posisi dilakukan Aldi demi menjadi budak nafsu yang telah menguasainya saat ini. Desita bak wanita lemah yang hanya sanggup merintih saat tubuhnya digoyang kesana kemari oleh Aldi.

Saat memejamkan matanya Aldi dapat melihat wajah Ae Rin yang tersenyum begitu hangat, Aldi sadar dia telah mengkhianati istrinya saat ini. Ketika membuka kembali matanya, wajah Desita yang begitu sensual dan menggoda seakan menghipnotis Aldi untuk tak berpaling sedikitpun darinya.

Aldi menyesal tapi itu sudah terlambat, yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah menyelesaikannya dan mungkin memperbaikinya nanti. Hingga akhirnya Aldi tiba di penghujung kepuasannya begitupun dengan Desita. Aldi semakin meningkatkan ritme pinggangnya di penghujung permainan tersebut.

Aldi lalu menjatuhkan Desita ke ranjang dan berdiri di atas pinggangnya seraya bersiap menumpahkan semua kenikmatannya tersebut. Sedetik kemudian raungan panjang pun terdengar menggema di seluruh ruangan. "Uuaaagghhhh ... ohhh!!"

Desita hanya berbaring menerima semuanya dengan penuh kenikmatan, penantian yang cukup panjang itu pun akhirnya terwujud. Wanita itu berusaha menenangkan nafasnya setelah semua pergumulan yang luar biasa itu. Sampai akhir tak ada sedikitpun kata yang terucap dari keduanya baik itu ungkapan bahagia maupun makian.

Dengan tubuh yang bersimbah keringat dan nafas yang masih tak beraturan, Aldi memeluk Desita yang kini berbaring membelakangi dirinya. Malam itu pun diakhiri dengan keduanya yang tidur bersama saling menghangatkan di ruangan yang dingin tersebut.

***

Bergeser di kediaman Aldi dimana Tuan Eagon baru saja sampai di depan bangunan kos tersebut. Tuan Eagon melihat kembali ponselnya memastikan tempat tersebut sesuai dengan informasi yang diberitahukan oleh Viona sebelum mereka berangkat.

Pak Darmin yang kebetulan sedang santai di depan kamarnya kemudian menyapa Tuan Eagon untuk menanyakan tujuannya. Mengetahui Ae Rin dan Viona yang tertidur di kursi belakang, Pak Darmin pun bergegas membantu untuk membopongnya.

Di lantai 2 Rachel tengah berdiri di depan pintu kamar Mila. Dengan ekspresi kesal Rachel melangkah menuju elevator. Dia terkejut ketika pintu terbuka dan melihat Pak Darmin bersama Tuan Eagon yang sedang membopong Ae Rin dan Viona.

Rachel pun memutuskan untuk membantu menggantikan Tuan Eagon. Pria asing itu pun hanya berhenti sampai di dalam elevator ketika Rachel dan Pak Darmin membawa kedua wanita itu masuk ke dalam rumah.

Tuan Eagon tampak terkesan dengan area ruang tamu rumah tersebut ketika melihatnya sekilas saat elevator terbuka. Dia juga tampak bahagia menatap Ae Rin yang sedang tertidur pulas di bahu Rachel. Pria itu pun pulang dan menantikan pertemuan mereka selanjutnya.

"Udah pak biar aku aja yang urus sisanya, Pak Darmin balik nggakpapa kok. Terima kasih banyak ya pak," ujar Rachel yang kini telah merasa bagian dari keluarga tersebut.

"Oke neng makasih banyak ya, Bapak lanjut ngopi dulu." Pak Darmin pun pergi meninggalkan Rachel.

Selebihnya Rachel membantu Ae Rin dan Viona untuk dapat tidur dengan nyaman. Selain melepaskan sepatu dan aksesoris lainnya, Rachel pun menutupi tubuh keduanya dengan selimut sebelum meninggalkan mereka.

***

Pagi harinya Ae Rin dan Viona terbangun oleh sentuhan seseorang. Keduanya tertidur begitu lelap karena banyaknya minuman keras yang mereka habiskan semalam.

"Kak ayo bangun! kalian tar telat lo! bangunnn !!!" ujar Mila sembari menepuk-nepuk kaki keduanya.

"Hmm? Mila? hai sayang kok kamu disini?" sapa Ae Rin.

"Iya aku dikabarin Rachel kalau Kak Ae Rin mabuk semalam, makanya aku kesini soalnya kan cuma aku yang punya kunci selain Pak. Darmin. Yuk bangun aku udah bikinin sarapan di bawah," jawab Mila.

"Uuuu makasi sayangku, sini peluk dulu dong sama kakak. Kamu emang yang terbaik," ujar Ae Rin memeluk Mila dengan erat.

Tak lama kemudian ada panggilan masuk di ponsel Ae Rin. Ekspresi wajah Ae Rin berubah seketika menatap nama yang muncul di layar ponselnya. "Ya? Celine?"

"Selamat pagi Bu Ae Rin, maaf pagi-pagi telepon, apa Pak Aldi ada di rumah? saya butuh approval penting untuk siang ini tapi dari semalam hapenya nggak aktif," ucap Celine.

Ae Rin terkejut dan terdiam sejenak lantaran dia melihat kembali pesan Aldi yang mengatakan jika Dia terpaksa menginap semalam bersama Celine, Desita dan Arie.

"Bu ... kannya semalam kamu, Desita, Arie dan Aldi nggak bisa pulang dan terpaksa nginap di vila?"

Celine pun terkejut mendengar ucapan Ae Rin, dengan tanggap Celine lalu mengklarifikasi ucapannya. "Oh tidak bu semalam yang menginap akhirnya hanya Pak Aldi dan Arie saja karena menunggu montir kenalan pemilik vila. Sedangkan saya dan Desita pulang duluan naik angkutan kota karena pagi ini ada meeting."

"Oh begitu, kalau gitu saya bisa bicara dengan Desita sebentar?" pinta Ae Rin.

Celine kembali terkejut mendengar permintaan itu namun, Celine tetap berusaha tenang. "Maaf bu dia baru saja keluar bareng Andy ini ke tempat meeting. Maaf saya juga harus berangkat bu. Kalau begitu tolong sampaikan Pak Aldi kalau dia sudah tiba di rumah ya Bu. Terima kasih."

Celine menutup ponselnya dengan penuh ketegangan demi melindungi Aldi yang selalu menjadi pujaan di hatinya. "Duh bakal jadi masalah ini, ngapain juga sih aku pake nutupin dia. Ini gara-gara sekertaris sialan itu!” ucap Celine kesal.

Setelah panggilan telepon itu Ae Rin jadi terlihat murung, dia menyadari ada sesuatu yang salah terjadi di belakangnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel