Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Berbelanja

Andrew membawa dan membimbing Maya ke lift. Sementara Maya mengaitkan jari-jari tangannya ke jari sang pria, lengannya melingkari lengan suaminya, tubuhnya pun menempel erat.

Andrew membawa Maya ke lantai dasar, melintasi lobi dan menuju ke restoran. Ia memilih tempat duduk dengan dua kursi dan dekat jendela supaya Maya bisa menikmati pemandangan keluar melalui jendela.

Pelayan memberikan menu kepada pasangan suami istri baru ini. Maya menutup mulutnya menunggu apakah Andrew akan memutuskan makanan untuknya atau membiarkan Maya memilih sendiri.

“English breakfast untukku.” Andrew mulai memesan

“Minumnya, Tuan?” tanya pelayan.

“Kopi,” jawab Andrew sambil meletakkan menu kembali ke meja. Maya mengerutkan keningnya memandang ke arah Prianya. Andrew membalas mengerutkan kening dengan gaya lucu.

“Nyonya?” Pelayan bertanya kepada Maya. Segera wanita itu membuka-buka buku menunya. Bersyukur karena Andrew tidak mengendalikan dan mempersilakan ia pesan sendiri.

“Aku, indonesia food saja. Nasi goreng boleh. Tolong tambahkan telur mata sapi dan ayam goreng. Untuk minumnya tolong teh hangat saja. Terimakasih,” kata Maya.

“Tolong tambahkan potongan buah segar sebagai pencuci mulut, untuknya.” Andrew menyuruh pelayan menambah menu untuk Maya. Maya memincingkan mata dan diabaikan oleh Andrew.

“Baik Tuan, Nyonya, mohon ditunggu.” Dan pelayan pun membereskan buku menu dan meninggalkan Andrew dan Maya

“Kukira kamu akan membebaskan aku memilih menuku sendiri?” tanya Maya

“I did. Aku hanya menambahkan yang dirasa kurang.” Andrew membela diri. Maya meniru dengusan tawa Andrew.

“Bukankah rasanya aneh?” bisik Maya sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Andrew yang duduk di depannya. Andrew yang tak paham, menelengkan kepalanya ke arah sang istri.

“Baru kali ini aku makan di restoran ketika menginap di sini,” kata Maya. Andrew mendengus tertawa.

“Bahkan terjadi ketika kita sudah menikah. Ya, ini aneh. Harusnya kita makan di kamar dan tubuh telanjangmu adalah mejaku,” kata Andrew.

Maya terkesiap dan menoleh ke kanan kiri dengan canggung. Khawatir ada tamu restoran yang mendengar. Andrew mendengus tertawa. Maya cemberut ke arahnya.

Pelayan datang mengirimkan makanan. Maya mengintip makanan Andrew karena dia tidak paham apa itu menu english breakfast. Di depan Andrew telah terhidang roti panggang ditemani butter, selai, marmalade dan cokelat sebagai olesan yang bisa dipilih Andrew. Lalu ada telur orak-arik, kacang putih yang dimasak dengan saus tomat, daging asap, sosis, jamur dan tomat panggang, lalu ada buah potong juga. Masih ada oatmeal di piring yang lain. Pantas Andrew memprotes pilihan menunya.

“Kau benar-benar bermasalah dengan stamina tubuhmu, Maya. Dan aku tidak dapat menerimanya. Sepulang dari bulan madu kita, aku akan menjadwalkan pelatih kebugaran untuk menguatkan staminamu,” kata Andrew sambil mulai menyentuh makanannya.

“Kau akan mengajakku bulan madu?” tanya Maya, mulai makan bersama Andrew.

“Tentu saja,” tukas Andrew cepat.

“Kau akan membawaku ke mana?” tanya Maya penasaran.

“Perancis,” jawab Andrew sambil mengigit rotinya. Maya menganga. Tidak pernah terlintas di pikirannya dia akan mengunjungi negara itu.

“Kenapa bukan Amerika Serikat?” Tiba-tiba Maya teringat janji Andrew akan membawanya menemui James. Andrew tertawa ringan.

“Kemudian membiarkan James mengacak-acak bulan maduku? Oh, tentu tidak, Nyonya. Aku perlu membawamu ke tempat terpencil,” kata Andrew sambil mulai menikmati daging asapnya.

Maya menelan ludahnya bersama dengan makanan di mulutnya. Kelu. Kalau malam pertama sebagai istri Andrew dihabiskan bersetubuh berjam-jam begitu, apa yang akan Andrew lakukan padanya di tempat terpencil hanya berdua? Mau tidak mau Maya jadi merinding memikirkannya.

Andrew mentertawakan ketakutan yang membayang di wajah Maya.

“Kau akan menyukainya, Sayang.. Percayalah,” kata Andrew geli.

Maya kembali tenang. Dia percaya pada suaminya. Andrew tidak akan menyakitinya. Maya menghabiskan makan siangnya karena dia benar-benar lapar. Andrew tersenyum senang melihat piring bersih Maya.

Setelah makan, Andrew membawa Maya ke tempat parkir mobil. Membukakan pintu mobil supaya Maya bisa masuk lalu berlalu menuju jok pengemudi.

“Kita akan ke mana?” tanya Maya setelah mobil meluncur pergi.

“Rahasia,” jawab Andrew sambil mengedipkan mata.

Ternyata Andrew membawa Maya ke sebuah butik elit di tengah kota. Memarkirkan mobilnya langsung di samping butik itu lalu menggandeng Maya masuk.

“Selamat siang Tuan dan Nyonya Collins, selamat atas pernikahannya,” sapa seorang wanita anggun ketika Andrew dan Maya memasuki butik tersebut.

“Terimakasih, Marta. Sudah tahu rupanya, tidak perlu aku perkenalkan istriku?” tanya Andrew sambil tersenyum.

“Maya Suharyo Collins, bahkan saya sudah mendapatkan ukuran tubuhnya, Tuan. Silakan Nyonya, saya akan membantu memilih belanjaan Anda,” kata Marta sambil tersenyum ke arah Maya.

Maya canggung sesaat. Dia meremas lengan Andrew di pelukannya sambil mengirimkan senyum canggung ke arah Marta.

“Ah, maaf ya Marta, saya masih bingung. Suami saya membawa saya ke sini tanpa memberitahu apapun,” kata Maya malu-malu. Andrew mendengus tertawa di sebelahnya. Diam-diam Maya mencubit lengan suaminya.

“Tidak mengapa, Nyonya. Kami menyediakan fashion lengkap untuk wanita muda. Nyonya bisa menemukan apapun yang Anda butuhkan di sini. Pakaian, perhiasan, sepatu, tas, aksesoris, kami menyediakan semuanya. Misi kami sebagai one stop shopping akan memenuhi keinginan pelanggan, silakan.” Marta menjelaskan dengan sabar.

Andrew mendekatkan mulutnya ke telinga Maya dan mulai berbisik.

“Belilah lingerie dan gaun tidur yang seksi untukku, Sayang.” Lalu dia melepas pelukan Maya di lengannya dan meninggalkan Maya yang masih canggung untuk duduk di sofa.

Marta masih sabar menunggu sementara Maya mengalihkan pandangannya ke Marta dan Andrew bergantian. Yang dipandang wajahnya tenang-tenang saja. Maya jadi bingung sendiri. Akhirnya Maya tersenyum ke arah Marta

“Tolong tunjukkan aku koleksimu, Marta,” pintanya sopan. Marta mengangguk dan memimpin Maya untuk berjalan masuk ke ruangan berbeda sementara Andrew sekarang tersenyum puas melihat Maya sudah memutuskan untuk belanja dengan uangnya tanpa protes.

Maya berjalan mengikuti Marta tapi pandangannya ke arah Andrew. Dia tahu Andrew senang melihatnya mau berbelanja. Ketika Andrew memandangnya juga, Maya melemparkan ciuman virtual sebelum menghilang ke ruangan lain bersama Marta.

Maya masuk kedalam ruangan yang luas. Dindingnya berwarna hijau tosca dipadu biru gelap sangat menenangkan. Dinding sebelah kirinya memiliki pintu sementara dinding sebelah kanan bersekat dan ada satu ruangan tersembunyi. Maya memperkirakan itu sebagai kamar ganti. Empat orang gadis muda berseragam sudah menunggu Maya dan Marta.

Marta menepuk tangannya dan serentak keempat gadis itu menghilang ke dalam pintu di dinding sebelah kiri.

“Silakan duduk, Nyonya.” Marta mempersilakan Maya untuk duduk di sofa yang ada di tengah ruangan.

“Marta, apakah tidak sebaiknya Andrew juga diajak masuk kesini?” tanya Maya.

“Sebaiknya tidak, Nyonya. Saya sarankan Anda memilih pakaian dan segala aksesorinya tanpa sepengetahuan Tuan Andrew. Kejutkan beliau dengan pilihan Anda. Sebagai pengantin baru, saya akan sarankan lingerie dan gaun tidur untuk Anda pilih guna menyenangkan beliau. Tidak akan menyenangkan jika Tuan Andrew sudah melihat lingerie dan gaun tidur itu disini, bukan di tubuh Anda, nyonya.” Marta menjawab dengan detil dan lugas membuat Maya malu. Ia merasa panas di wajahnya. Pasti mukanya memerah sekarang.

“Tidak perlu malu, Nyonya. Sudah pekerjaan kami membantu pasangan baru. Dulu kami membantu Tuan dan Nyonya Kusuma Putra, dan mungkin kami akan segera membantu Tuan dan Nyonya Setiawan,” kata Marta.

Kusuma Putra adalah pasangan suami istri Hasan dan Diana sementara Setiawan adalah nama belakang Mike yang akan segera menikahi Yohana. Maya mengerti sekarang.

Pintu di sebelah kiri membuka dan empat gadis tadi kembali sambil mendorong rak gantungan berisi berbagai macam pakaian, baik luar maupun dalam. Di bagian bawah rak berbaris rapi sepatu dan tas aneka warna. Maya menutup mulutnya lalu mengubah menjadi menopang dagu, untuk menutupi keterkejutannya dengan banyaknya pilihan yang dibawa keempat gadis tadi. Matanya pura-pura meneliti barisan pakaian itu padahal di dalam kepalanya dia keheranan.

“Semua yang di sini sudah sesuai dengan ukuran Anda. Nyonya tinggal memilih model atau warna yang disukai. Silakan.” Marta mempersilakan Maya.

Maya berdiri menghampiri rak, bersilangan dengan satu gadis yang menghampiri meja dan meletakkan minuman serta beberapa camilan di depan sofa dimana Maya tadi duduk.

Maya mulai melihat-lihat pakaian yang dipamerkan. Sebagian besar pakaian fashion tapi juga ada gaun-gaun malam dan gaun-gaun tidur yang super seksi. Mirip punya Diana. Untung yang membawa semua gadis muda. Wajah Maya panas membayangkan kalau ada pria di ruangan ini.

“Kalau Nyonya kesulitan memutuskan, membeli semuanya juga akan membahagiakan Tuan Andrew, Nyonya,” kata Marta. Maya tertawa kecil.

‘Oh iya, membahagiakan tokomu juga,’ pikir Maya.

“Marta, aku dan suamiku akan berbulan madu ke Perancis. Bisakah kau merekomendasikan pakaian yang sesuai untuk aku pakai di sana?” tanya Maya.

Dengan sigap Marta lalu berkeliling rak pakaian. Mengambil banyak di antara yang tergantung. Sebagian dibawanya, sebagian dia bagi dengan dua gadis yang mengikutinya berkeliling rak

“Perancis di bulan-bulan ini sangat indah dan nyaman, Nyonya. Karena di sana sedang musim semi. Tuan Andrew benar-benar ingin membuat Anda bahagia, rupanya. Membawa istrinya di saat yang romantis begini,” kata Marta sambil masih sibuk memilih.

Setelah tangannya penuh dengan berbagai pakaian, Marta menghampiri Maya.

“Balaslah kebaikan Tuan Andrew dengan pakaian yang membuatnya terpesona, Nyonya,” kata Marta sambil menyerahkan tumpukan pakaian itu, sementara di belakang Marta, dua gadis juga membawa setumpuk pakaian di lengan mereka.

Maya menghampiri Marta. Memeriksa pakaian-pakaian di tangannya. Lalu bergeser ke gadis pertama, melakukan hal yang sama. Demikian juga ketika dia bergeser ke gadis kedua. Maya memahami, pakaia-pakaian yang dibawa Marta adalah pilihan yang terbaik. Bertekad membalas dan membahagiakan Andrew, Maya menunjuk seluruh pakaian yang ada di tangan Marta lalu berkata,

“Maukah kau membantuku mencoba pakaian-pakaian ini?”

Marta tersenyum sangat lebar dan membawa Maya ke ruang ganti

Entah berapa lama Maya di dalam ruangan tersebut bersama Marta dan para gadisnya. Mencoba puluhan mungkin ratusan pakaian segala model. Dari yang sopan sampai yang jalang. Maya kebingungan untuk memutuskan pakaian mana yang harus dia beli. Dan Marta yang memutuskan untuk Maya. Marta mengeluarkan handphonenya dan menekan satu nomor lalu menyalakan speaker dan menunggu.

Dering kedua, terdengar suara di seberang.

“Ya Marta.” Suara Andrew dalam dan tenang. Maya membeku dan mengerutkan keningnya ke arah Marta. Marta menutup bibirnya dengan jari yang bebas lalu mulai bicara.

“Tuan Andrew, apakah ada limit untuk belanjaan Nyonya Maya?” tanyanya ramah. Andrew mendengus tertawa.

“Tidak. Aku bahkan bisa membeli seluruh butik dan gedungnya sekalian, Marta. Bebaskan dia memilih berapapun.”

Dan sambungan telepon diputuskan tanpa permisi. Marta tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya. Maya memutar mata, tenang karena bisa melakukan itu tanpa ada Andrew di sini.

“Saya akan masukkan semua yang sudah Anda coba tadi, Nyonya. Karena semua tampak indah ketika dikenakan oleh Nyonya,” kata Marta kemudian bergerak cepat. Dengan satu jentikan jarinya, keempat gadis bergegas membereskan semua pakaian.

Marta di sisi lain, membimbing Maya untuk keluar ruangan menemui Andrew.

Andrew sedang memeriksa sesuatu di handphonenya ketika Maya keluar. Andrew memandang Maya, wajahnya tampak puas dan senyumnya lebar sekali. Dia berdiri menyambut Maya dan membawanya ke samping tubuhnya.

“Sekarang saya tahu mengapa Tuan Andrew begitu boros. Istri Tuan sangat cantik dan tubuhnya.... “ Marta tidak melanjutkan ucapannya tapi bibirnya membuka tanpa suara mengatakan ‘wow’ sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

Andrew tertawa dan mencium pipi Maya sementara wanitanya melotot malu ke arah Marta yang sekarang tertawa juga.

“Kirimkan semua ke rumahku, Marta. Tagihan seperti biasa, kirimkan ke kantor,” kata Andrew sambil membimbing Maya keluar dari butik.

“Terimakasih, Marta.” Maya menyempatkan ucapan itu ketika melewati pintu, Marta mengangguk hormat.

Andrew dan Maya kembali mengendarai mobilnya. Senyum puas tidak kunjung hilang dari bibir Andrew.

“Bahagia sekali, Tuan?” canda Maya.

“Baru kali ini kau menghabiskan uangku tanpa protes, Maya,” katanya dalam senyum. Maya jadi ikut tersenyum.

“Jadi, sekarang kita akan kemana?” tanya Maya.

“Terserah padamu, Sayang. Kau ingin kembali ke hotel atau pulang saja?” tawar Andrew.

“Pulang,” jawab Maya.

“Oke.”

“Mari kita bercinta sebelum Reynard keluar dan mengambil alih,” kata Maya sambil menatap Andrew.

CCIIITTTTTT

TTTIIIIINNN

Andrew mengerem mendadak dan berakibat mendapat klakson keras dari belakang dan selanjutnya sumpah serapah. Maya menutup mulutnya, Andrew melotot kaget ke arah Maya.

“Apa?!” bisiknya tak percaya.

“Andreeeew.. Jalaaaan,” bisik Maya sambil menunjuk kedepan dan menahan tawa.

Andrew berusaha menguasai dirinya kemudian menjalankan kembali mobilnya. Maya tertawa geli ketika mobil sudah kembali berjalan sementara Andrew masih melirik tak percaya kepada Maya.

“Maya, jangan gila” Desisnya kemudian.

“Oh, ya... aku gila. Tergila-gila padamu,” bisik Maya sambil menahan tawa. Andrew menghela napas berat. Susah payah mengalihkan pandangan dari Maya.

“Aku menggodamu, bukan?” kata Maya manja.

“Sangat! Kau hanya menggodaku kan?” tanya Andrew

“Tidak. Aku serius.”

“Maya...,” keluh Andrew lemah seolah tak percaya Maya berani melakukan ini terhadapnya

“Ya, Sayang?” desah Maya menggoda

Andrew mendelik pada Maya. Maya tertawa geli.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel