Bab 3 Warning 21+
Maya terbangun sendiri di atas tempat tidur. Tubuh telanjangnya ditutup selimut ala kadarnya saja. Ruangan gelap hanya diterangi lampu redup di samping tempat tidur. Maya menggeliat. Tubuhnya luar biasa lelah. Entah berapa kali ia bercinta dengan Andrew tadi. Maya menarik selimut menutupi tubuh telanjangnya dan bersiap akan tidur kembali. Andrew mungkin keluar untuk jogging. Demikian pikirnya.
Tiba-tiba pintu terbuka pelan dan sesaat kemudian Maya merasakan tempat tidur bertambah beban. Andrew mencium bahunya. Naik ke leher dan tengkuknya. Maya membalikkan badannya ke arah Andrew. Suaminya yang luar biasa tampan, tidur di belakangnya, masih telanjang. Tersenyum menggodanya.
“Pukul berapa sekarang?” tanya Maya serak
“Dua dinihari,” jawab Andrew.
Ternyata masih malam. Maya menggeliat. Andrew memandangnya penuh napsu. Maya mengerjapkan mata heran. Sudah bercinta selama itu, Andrew masih menatapnya dengan membara? Maya menelan ludahnya.
“Bangun, Sayang. Kau harus makan,” kata Andrew.
“Apa?”
Andrew berdiri dan menarik Maya duduk. Lalu dia mengambil meja kecil dengan berbagai macam makanan di atasnya lalu meletakkan meja kecil tersebut di depan Maya. Ada roti, buah, puding, nasi dengan lauk daging dan sayur. Dua botol air mineral.
“Makan,” perintah Andrew lalu menunggu Maya mengambil yang manapun. Maya melongok ke hidangan dan memilih roti. Andrew mengerutkan kening, bibirnya mengerucut. Maya melepas roti dan mengambil nasi. Andrew tersenyum puas.
Maya mulai memakan nasinya sementara Andrew mencomot roti yang batal diambil Maya tadi. Sekarang Maya cemberut melihat Andrew memakan rotinya. Andrew tertawa.
“Staminamu buruk, Maya. Kau harus makan nasi,” omel Andrew.
“Baru tahu kalau staminaku buruk? Bukan dari dulu?” ujar Maya dengan mulut penuh.
Andrew mengecup mulut Maya yang sedang mengunyah. Maya terkejut, buru-buru menelan.
“Aku dulu menahan diri, bukan. Saat itu kau bukan istriku. Sekarang, aku tidak akan menahan diri. Kau harus menguatkan staminamu untuk menyamaiku, kau harus ikut trainee kebugaran yang kusediakan,” kata Andrew.
Maya tahu dia tidak bisa mendebat, tidak bisa menghindar. Disendoknya nasi dan daging. Disuapkannya nasi dan daging itu ke Andrew. Pria itu menurut dan membuka mulutnya meski heran. Iamembiarkan Maya menyuapinya. Setelah menyuapi Andrew, Maya meletakkan sendoknya lalu membuka mulutnya di depan Andrew. Matanya melirik dan memberi kode ke arah roti yang dipegang Andrew.
Andrew bingung sesaat lalu tertawa, kemudian menyuapi istrinya dengan roti yang dipegangnya.
“Uuh.... It’s so romantic,” kata Maya dengan mulut penuh. Andrew tertawa terbahak-bahak.
Sementara Maya menghabiskan makanannya, Andrew membukakan botol air mineral untuknya. Ketika Maya selesai makan dan sedang minum, Andrew memberikan dua pil seperti biasa kepada Maya.
“Kau tidak ingin punya bayi?” tanya Maya heran
“Tidak. Aku belum ingin membagimu dengan siapapun. Anakku sekalipun,” kata Andrew.
“Tapi, kukira kita sudah bersepakat dengan analisa Tom, bukan,” kata Maya.
“Aku berubah pikiran. Aku belum puas padamu, Maya. Kau masih kewalahan denganku. Aku tidak mau ada bayi yang menganggu di antara kita,” kata Andrew dingin. Maya menelan ludah.
Andrew masih menunggunya mengambil pil itu. Maya menurut dan meminum pilnya. Andrew membereskan makanan dan meletakkan di meja yang ada di luar kamar. Setelah itu Andrew kembali masuk kedalam selimut bersama Maya. Menarik kedua tangan Maya dan mengalungkannya ke lehernya. Wajah Maya jadi dekat dengan wajahnya. Maya bisa merasakan hembusan napas Andrew. Maya melihat mata sang pria yang menatapnya. Maya terhipnotis.
Andrew bergerak. Wajahnya mendekat ke wajah Maya dan bibirnya mencapai bibir wanita itu. Maya diam. Andrew menarik bibir Maya dengan giginya lalu melumatnya. Memancing lidah Maya dengan lidahnya sendiri. Maya menarik napas. Tarikan Napas Maya dianggap Andrew sebagai tanda setuju. Tangan kiri Andrew sudah melingkari pinggang Maya dan menariknya mendekat ke tubuhnya. Sementara tangan kanan Andrew meraih pantat Maya dan menariknya keatas, ke arah inti tubuhnya.
Maya mendesah. Dan langsung terkesiap ketika merasakan panjang sang suami sudah keras dan berdenyut. Mencari intinya. Karena bibirnya sibuk dihisap oleh Andrew, Maya tidak bisa bicara. Tangan Maya turun dan memegang tangan Andrew yang meremas bagian belakangnya.
Andrew mengabaikan tangan sang istri yang meremas lengannya dan terus menggoyang pinggul Maya dengan tangan kanannya yang masih di sana sampai dengan tujuannya tercapai. Panjangnya masuk kembali ke milik Maya. Maya mengerang hebat ketika Andrew mulai bergerak keras dan kuat lagi. Merasakan sesuatu berdenyut mengisinya. Maya menggelinjang hebat. Mulut Andrew pindah ke telinga Maya, mengulumnya habis-habisan. Maya mendongak dan bernapas keras berusaha mengisi paru-parunya dengan udara sebanyak mungkin. Dia tidak bisa bergerak lebih karena Andrew memeluknya erat.
Tangan dan lengan kiri Andrew melingkari pinggang dan menahan di belakang punggungnya. Sementara lengan kanan mengunci pahanya dan tangannya masih sibuk meremas Maya dengan jari-jarinya masih menstimulus Maya. Meski di belakang Maya tempat tidur masih luas, tapi tubuh Maya seolah tercepit tembok kasat mata dan menempel erat di tubuh Andrew hanya bisa bergerak seiring sentakan dan dorongan tubuh bagian bawah Andrew yang intens bergerak.
Maya sudah tidak bisa menjerit ketika orgasmenya datang. Dia hanya bisa mengerang keras dan pasrah pada tubuhnya yang bergetar dan terentak karena Andrew tidak berhenti sekalipun.
Keesokan harinya Maya bangun kesiangan. Tubuhnya seolah tak bertulang. Maya mencoba menggeliat dan melihat ke sofa. Andrew duduk, sudah berpakaian lengkap dan memandanginya.
“Hai,” sapa Maya dengan suara serak. Andrew tidak menjawab.
Tapi dia bangun dan menghampiri Maya. Mengecup keningnya lalu menyerahkan botol air mineral yang diambilnya dari meja. Maya meminum air di botol yang sudah dibuka oleh Andrew.
“Kau ingin mandi sendiri atau kumandikan?” tanyanya lembut. Maya tersenyum. Menutup botol lalu mencium pipi Andrew.
“Aku akan mandi sendiri,” katanya. Melempar selimutnya dan Maya bergerak turun dari tempat tidur. Berdiri dan akan menuju ke kamar mandi mendadak kakinya lemas tidak kuat menyanggah tubuhnya. Maya merosot hampir jatuh ke lantai kalau tidak ditahan Andrew. Pria itu menangkap tubuh Maya yang melorot dan sekarang Maya ada di pangkuan Andrew. Maya shock. Kenapa kakinya?
Andrew menghela napas. Mengangkat tubuh Maya dan membawanya ke kamar mandi. Mendudukkannya di atas toilet kemudian Andrew mulai mengisi bathub. Memastikan air yang keluar sesuai perpaduannya sehingga didapat air hangat yang nyaman. Mencari sabun cair di laci wastafel. Menambahkan garam epsom ke dalam air dengan takaran sesuai. Setelah itu mematikan airnya ketika dirasa cukup. Andrew kembali ke Maya yang sedang duduk di toilet dan mengangkatnya untuk kemudian menurunkannya di dalam bathtub.
“Kamu tidak akan mandi bersamaku?” tanya Maya manja. Andrew tersenyum dan menyibakkan rambut Maya.
“Maaf Nyonya, harus mengecewakan Anda. Saya sudah mandi,” kata Andrew manis. Maya terkikik.
Andrew segera mengambil handuk kecil dari meja di belakang bathtub dan mulai menggosok pelan badan Maya. Setiap inchi, setiap lipatan. Andrew menggosoknya dengan lembut dan memastikan semuanya bersih. Setelah selesai, Andrew berdiri dan mengambil bathrobes yang terlipat di atas wastafel. Membantu Maya berdiri dan membungkus tubuh Maya hati-hati dengan bathrobes. Memastikan bagian bawahnya tidak basah kena air, lalu mengangkat dan membopong Maya kembali ke kamar tidur.
“Aku merasakan dejavu,” bisik Maya ke telinga prianya yang tersenyum simpul.
Andrew meletakkan Maya duduk kembali ke tempat tidur. Berlutut di depannya lalu berkata,
“Tunggu disini, Sayang. Jangan kemana-mana. Aku ambilkan bajumu.” Kemudian dia meninggalkan Maya menuju closet room.
Andrew kembali dan membawa sepasang lingerie berwarna biru tua, baju terusan tanpa lengan berwarna biru tua juga tapi selevel lebih gelap dari lingerienya. Membantu Maya mengenakan semuanya ke tubuhnya lalu mencoba melepas Maya untuk berdiri sendiri. Maya goyah sesaat tapi kemudian stabil.
Berjalan dua langkah, lalu melompat ke pelukan Andrew sambil tertawa-tawa. Andrew memeluknya erat, menghirup rambutnya lalu menurunkan Maya.
“Kau ingin makan siang disini atau di luar?” tanyanya lembut.
“Ehm... keluarga kita?” Maya bertanya kembali.
“Mereka semua sudah pulang pagi tadi,“ jawab Andrew. Maya sudah bosan bersama Andrew di kamar. Dia ingin melihat bagaimana sikap Andrew di luar kamar.
“Makan siang di luar,” jawabnya sambil tersenyum manis.