04. His Lovely Pet
"Marrie pengasuh kita yang ke-5, ya?" Tiba-tiba Erick, sang kepala keluarga Owens itu buka suara setelah keduanya pergi meninggalkan kediaman keluarga Warth. Mereka beranjak menghampiri mobil sedan warna merah keluaran tahun xxxx yang dibelinya tahun lalu. "Sampai kapan kita memperkerjakan orang yang tidak betah bekerja di rumah kita untuk menjaga George?" tanyanya dengan ekspresi jengkel.
Joly mendengkus pelan, dia mengerti suaminya itu hanya ingin anaknya aman di dalam rumah. Wanita itu segera memalingkan wajah, membiarkan sang suami melihat hanya sisi wajahnya saja. "Entahlah, tapi untuk sekarang biarkan saja George sendirian. Itu akan lebih baik untuknya."
Keduanya pun melesat pergi menuju kediaman mereka setelah sebelumnya menyapa seorang tetangga di sebelah rumah keluarga Wrath, mereka adalah orang baik yang ramah terhadap orang-orang di sekitarnya.
Sejak hari itu, beberapa pengasuh lain yang didatangkan ke rumah keluarga Owens pun akan mengalami kejadian serupa dengan yang dialami oleh Marrie. Mereka akan berhenti bekerja, bahkan sebelum mereka genap bekerja di sana selama satu minggu penuh.
Semua hal itu benar-benar membingungkan dan hampir membuat Joly dan Erick menyerah dengan keadaan. Namun, tuhan tak pernah memberikan ujian yang melebihi batas kemampuan hamba-hamba-Nya.
Itulah yang kedua pasangan itu percayai.
George adalah anak yang suka bermain. Dia sering sekali menghabiskan waktunya bermain sendirian, karena tak pernah mendapat seorang teman pun di daerah perumahannya, George sama sekali tak mengeluhkan hal itu. Justru, sang anak bersurai cokelat merasa tenang, sebab George benci bunyi bising. Baginya itu sangat menganggu.
Daripada memikirkan sesuatu yang tak penting, George lebih memilih bermain sendirian dan hanya ditemani oleh semua mainan kerennya. Bongkar pasang adalah salah satu kegemaran George.
Pada suatu hari, menjelang ulang tahunnya yang kelima, George kecil tiba-tiba saja merasa jenuh dengan semua mainan miliknya. Cara memainkannya selalu sama, seperti itu-itu saja, dan baginya itu sudah sangat membosankan. Terlalu membosankan bagi seorang anak berusia hampir 5 tahun.
Dengan ekspresi wajah yang masam, anak itu pun pergi keluar rumah sendirian, tentu saja ia masih berada di wilayah sekitar rumahnya. Mengelilingi tempat tinggalnya di dalam pagar, lalu berhenti di taman belakang. George benar-benar niat mengelilingi rumah itu.
Kemudian, ia memilih duduk menyendiri di salah satu kursi dekat kolam renang seraya memandangi barisan semut yang lewat. Tampak ada beberapa ekor semut yang melintas di atas kakinya, karena penasaran George pun menangkap salah satu dari semut-semut berwarna hitam yang sempat menggigit kaki putihnya. Dan mulai memperhatikannya dengan saksama.
Semut kecil berwarna hitam itu menggeliat, berontak dengan sekuat tenaga ingin melepaskan diri dari dua jari mungil George yang mengapit tubuh makhluk berantena yang malang itu. Namun George yang masih sibuk memandangi semut tak berdaya yang berada di tangannya memilih mengabaikan hal tersebut.
Tak peduli dengan rontaan makhluk malang di tangannya.
Tangan kecilnya George pun bergerak tanpa sadar, dan mulai mencabut salah satu antena dari semut kurang beruntung tersebut. Semakin menggeliat semut yang berada di tangannya, semakin lebar pula senyum terukir di wajah tampan George Owens.
**
George pada dasarnya adalah seorang anak yang pendiam, tapi akan tetap ada anak-anak sepantarannya yang akan berkunjung dan mengajaknya bermain bersama. Mereka tinggal cukup jauh dari George, tapi tetap mau pergi ke sana untuk mengajak putra pasangan Owens bermain bersama.
George kecil awalnya juga senang berbaur dengan mereka semua, tetapi suatu hari ia mulai terlihat memisahkan diri. Hal itu berhasil membuat kedua orang tuanya yang diam-diam memperhatikan anak mereka satu-satunya itu mengalami kecemasan. Takut terjadi suatu hal yang buruk yang menimpa anak kesayangan mereka.
"George, kenapa tak bermain lagi dengan anak-anak lain di komplek sebelah? Apa ada yang mengganggumu, Sayang?" tanya Joly saat menimang putra semata wayangnya.
George menggeleng dan menjawab, "Tidak..."
"Lantas mengapa, Nak?" tanya ibunya lagi.
"Mereka semua tidak suka dengan mainan bongkar pasangku, Ma, Pa," jawab George sedih. Merasakan apa yang dirasakan oleh putranya, Erick yang sedari tadi memperhatikan pun lantas membawa George dalam dekapan.
"Bukankah permainan George sangat menarik? Mengapa mereka tidak suka? Mereka pasti salah menilaimu."
George hanya menggendikkan bahu tanda tak tahu. Joly, sang ibu pun tersenyum kecil, mencoba menguatkan anak kesayangannya. "Ayo bawa kemari mainan bongkar pasang punyamu. Kita bertiga coba memainkannya bersama-sama."
Dengan senyum semringah, George pun langsung berlari ke taman belakang. Sembari menunggu anaknya kembali, Joly beserta suaminya pun bercengkerama demi membahas masa depan anak kesayangan mereka. Keduanya benar-benar bangga dengan apa yang dimiliki oleh George.
Tak berselang lama, George pun sudah kembali sambil membawa mainannya. "Mama ... Papa!" panggilnya dengan nada riang, menarik perhatian kedua orang tuanya.
Joly dan Erick, kedua orang tua George pun menoleh ke belakang dengan cepat, disertai senyum cerah di wajah. Keduanya berniat melihat mainan 'bongkar pasang' yang baru saja anak kesayangannya ambil dari taman belakang rumah mereka. Namun seketika itu pula langit seolah runtuh bagi keduanya.
Tak tampak sedikitpun benda terbuat dari kayu di tangan anak laki-laki mereka. Namun, ada sesuatu yang lain yang saat itu sedang George genggam di kedua tangan mungilnya.
Senyum pasangan suami istri itu pun luntur, digantikan dengan perasaan ngeri yang membuat mereka merinding dengan bulu kuduk yang meremang.
Saat itu, George membawa seekor laba-laba berukuran besar, melebihi ukuran telapak tangannya yang kecil. Laba-laba itu berjenis Tarantula Goliath dan merupakan peliharaan ayahnya yang sengaja ditaruh di akuarium khusus dekat taman bermain rumahnya.
Laba-laba berjenis kelamin jantan itu memiliki corak warna yang cantik.
Akan tetapi, sesuatu yang membuat orang tua George terkejut bukanlah laba-laba besar yang kini berada di tangan anaknya, melainkan penampakan dari hewan invertebrata bercangkang keras dari famili Theraphosidae itu yang sudah tidak utuh lagi.
Tubuh hewan malang itu dalam keadaan yang sangat mengenaskan.
"Geo-George...." Panggil Joly dengan suara yang tersendat-sendat. Kelopak matanya bergetar pelan. "A-apa yang kau lakukan terhadapnya, Sayang?"
George menaruh laba-laba besar itu di tengah-tengah. Antara dirinya dan kedua orang tuanya. Tak jauh dari ketiganya, tepatnya di atas sebuah meja kecil, terdapat sebotol lem perekat kuat yang sepertinya sudah lama disiapkan. George pun mengambilnya dan menyusunnya dengan rapi di sebelah Tarantula milik sang ayah, lalu senyum anak laki-laki itu pun merekah semakin lebar.
"Bermain bongkar pasang!" jawab George riang.
"Mama, Papa!" George mengangkat laba-laba itu tinggi-tinggi, lalu kembali berkata, "Ayo kita pasang lagi kakinya dengan lem ini!"
"Setelah itu kita lepas lagi ya dari badannya!"
George memutilasi tarantula malang itu dan bermain bongkar pasang dengannya ....