03. George Owens's Lonely
Di saat kedua orang tuanya sedang tidak berada di rumah, atau para babysitter yang disuruh menjaganya tidak ada yang bisa menjaga anak laki-laki itu. Maka George Owens akan bermain semua permainan itu sendirian, di belakang rumahnya. Kebetulan, halaman belakang rumahnya memiliki ukuran yang cukup luas dan berdekatan dengan kolam renang.
Rumah George dipagari pagar putih yang sangat tinggi, sekitar 2 meter. Hal itu untuk mencegah hal buruk yang mungkin saja terjadi kepada anggota keluarga mereka di rumah, tentu saja ini juga berlaku untuk menjaga George selama anak laki-laki itu berada di rumah bersama babysitter-nya.
Namun, terkadang, di hari-hari tertentu, George hanya sendirian saja di rumahnya yang besar. Lalu, kemana perginya pengasuh anak laki-laki berusia lima tahun tersebut? Walau dirasa tak mungkin, sebenarnya ada hal yang membuat pengasuh-pengasuh itu tak mau berlama-lama bermain bersama George.
George termasuk anak yang pendiam, tipe anak yang mudah diatur dan tak banyak bicara. Tipe anak-anak seperti ini tidak akan kekurangan energi seperti anak-anak lain seusianya. Dengan alasan ini, setidaknya cukup mampu membuat para pengasuhnya menjaga anak itu dengan baik tanpa membiarkannya bermain sendirian di kediamannya yang megah.
Namun, lagi dan lagi, ada alasan di balik tak adanya pengasuh yang mau berlama-lama menjaga putra pasangan Erick dan Joly Owens itu.
Semua ini di karenakan suatu alasan yang sebenarnya cukup mengganggu.
Hari itu, pada hari di mana Joly dan Erick lagi-lagi harus pergi untuk menjalankan proyek bisnisnya ke luar kota. George ditinggal bersama seorang pengasuh yang baru saja bekerja selama beberapa hari di rumah itu. Mereka mempercayakan anak kesayangan mereka dengan gadis muda yang umurnya tak lebih dari 18.
Dia adalah Marrie Warth, pengasuh sekaligus pembantu rumah tangga yang baru berusia 17 tahun. Gadis lajang itu sudah memiliki pengalaman kerja sejak berusia 15 tahun dan sekarang bekerja pada keluarga Owens. Memang masih di bawah umur, tapi Marrie bersikeras jika dia sanggup bekerja seharian penuh. Dia berasal dari kalangan tak mampu, tinggal di Equador bersama sanak familinya yang jumlahnya lebih dari 8 orang dan ikut membantu orang tuanya merantau ke negeri orang.
Pada hari kedatangannya untuk yang pertama kalinya, gadis itu merasa senang sekali karena dapat bekerja dan mengasuh anak laki-laki dari keluarga kaya itu. Baginya, mengurus George adalah pekerjaan mudah. Sebab, selain George adalah anak penurut yang pendiam dan tak banyak bicara, anak itu juga masih kecil dan polos. Dia masih berumur sekitar lima tahunan.
Mulanya, di hari-hari pertama Marrie bekerja di sana, sama sekali tak ada pikiran untuk berhenti bekerja dan pergi dari rumah itu ketika menemukan kejanggalan. Baginya yang telah diberhentikan dari pekerjaannya sebelumnya karena dituduh meracuni anak anjing keluarga majikannya dulu, bekerja di rumah dengan pemilik rumah baik hati dan merawat anak pintar adalah pekerjaan yang menyenangkan.
Namun, semua pemikiran itu berubah ketika dirinya baru bekerja selama tiga hari di rumah keluarga Owens itu. Marrie termasuk orang yang tak percaya dengan hal-hal berbau mistis, dia sama sekali tak percaya dengan hantu, arwah penasaran atau sejenisnya. Baginya hal supranatural itu adalah sesuatu di luar akal sehatnya sebagai manusia cerdas dan Marrie tak mau ambil pusing memikirkan itu semua.
Akan tetapi, tidak lagi setelah ia mengalami kejadian demi kejadian aneh yang muncul di kediaman Owens, tempatnya berkerja sejak tiga hari yang lalu itu.
Untuk pertama kalinya, Marrie mengalami kejadian burum yang membuatnya trauma dan tak berani lagi menginjakkan kakinya di kediaman Owens.
Hari itu, ketika pemilik rumah sedang pergi bekerja dan mereka mempercayakan George di bawah pengasuhannya, Marrie yang sedang duduk mengawasi George dari kejauhan melihat sesuatu yang sangat mengerikan.
George kecil sedang bermain susunan balok yang terbuat dari kayu jati di halaman belakang rumahnya. Jika sudah bermain dengan balok-balok itu, George akan menulikan telinganya dan hanya terfokuskan kepada permainannya saja.
Sama sekali tak ada yang mengetahui apa yang akan segera terjadi hari itu, termasuk Marrie.
Seperti hari-hari sebelumnya, Marrie akan duduk di sebuah kursi dekat pintu dan mengawasi George yang sedang bermain balok. Gadis itu tersenyum tipis saat mengamati anak laki-laki bersurai cokelat terang yang sedang serius dengan permainannya. Hingga beberapa saat kemudian, Marrie yang tengah mengawasi George melihat sesuatu yang janggal.
Matahari tak bersinar karena terhalangi oleh awan kelabu, mengakibatkan langit menjadi sedikit gelap dan hawa dingin menusuk kulit. Akan turun hujan. Marrie yang khawatir dengan hujan yang akan segera turun pun bergegas berdiri dan berjalan mendekati George.
Akan tetapi saat itu, belum ada lima langkah sang gadis mendekati George, sesuatu yang besar dan berwarna hitam menghalangi pandangannya dari anak kecil itu.
Sesuatu yang tinggi itu tak berdiri di depan Marrie seperti seseorang yang sedang menghalangi langkahnya. Namun, sesuatu yang besar itu ... seolah keluar dari tubuh George dan memerangkap anak laki-laki itu di dalamnya.
"A-a ... Ge-George...." Marrie seketika kehilangan kemampuan bicaranya saat melihat kengerian di depannya. Mulutnya ternganga, matanya melotot dan tubuh yang gemetaran. Gadis malang itu mundur selangkah demi selangkah. Pupil matanya tampak bergetar, menyiratkan ketakutan yang teramat dalam.
Apa yang ada di depannya saat ini sangatlah tidak wajar.
Tubuhnya berwarna hitam transparan, sehingga dapat memperlihatkan George yang masih sibuk dengan mainan baloknya. Anak laki-laki itu terjebak di dalam tubuh raksana besar itu. Namun, tak tampak sedikit pun ketakutan di wajah George, tahu dalam bahaya pun tidak.
Sepertinya George sedari awal memang tak memedulikan adanya sosok lain di sekitarnya.
Marrie benar-benar ketakutan. Makhluk itu besar dan tinggi sekali. Namun, tak memiliki wajah. Tempat yang seharusnya ada mata, hidung ataupun mulut, sama sekali tidak ada. Semua rata.
Marrie bergidik ketakutan. Anak majikannya dalam bahaya, dan jika George kenapa-kenapa, pastilah dia yang akan mendapat hukumannya. "G-George, ke-kemarilah, Nak." Marrie mencoba memanggil anak kecil itu.
Suara Marrie yang terlalu pelan membuat George sama sekali tak menoleh padanya, menghiraukannya saja tidak. Dengan takut-takut, Marrie pun memberanikan diri menaikkan volume suaranya. Sembari meneguk saliva gugup, wanita lajang yang belum menikah itu angkat bicara. "Ge-George, ke-kemarilah sebentar. Ada yang ingin Kakak perlihatkan ...."
Suara lantang milik Marrie tampaknya berhasil membuat George menoleh kepada wanita itu. Gerakan kepalanya lambat dan lirikan matanya tampak perlahan. Namun, detik selanjutnya lebih mencengangkan. George menatap Marrie dengan tajam hingga tampaklah pupil matanya yang menunjukkan ketidak sukaan yang dalam.
Anak itu melotot kepada Marrie dengan diiringi oleh geraman yang terdengar mengerikan.
Marrie tak ingat apa-apa lagi setelah itu karena setelahnya dia ambruk ke tanah dan tak sadarkan diri selama beberapa waktu. Setelah sadar dari pingsan, Marrie yang tampak linglung pun segera melapor dan mengatakan pengunduran dirinya kepada Joly dan Erick yang sudah kembali dari perjalanan bisnisnya.
"Maafkan saya, Tuan, Nyonya, saya harus kembali," ucap Marrie dengan suara bergetar seperti orang ketakutan. Begitulah yang Marrie katakan ketika diantar oleh keluarga Owens ke rumah orang tuanya. Joly mengerti ketakutan yang tengah gadis itu rasakan, ia pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya perlahan. Ternyata tak mudah memiliki seorang pengasuh anak ....