Bab 8 Sebuah pesta
Bab 8 Sebuah pesta
Jaka duduk di lobby hotel dengan perasaan kesal, menggerutu dengan umpatan dalam hati ketika pesan yang dikirimkannya pada Putra dan Raya diabaikan. Melirik jam tangan, mereka sudah terlambat sekitar lima belas menit dari waktu acara. “Di mana sih mereka?” gumamnya. Jaka pun beranjak keluar dan berencana pergi ke kost milik Raya namun pintu hotel terbuka dan terlihat Putra dan Raya yang berjalan bersisian ke arahnya. Jaka spontan mematung melihat bagaimana penampilan Raya malam ini. Dia mungkin sudah pernah melihatnya berpenampilan feminim—tetapi itu sudah beberapa tahun lalu. Dan sekarang Jaka dapat melihatnya kembali, karena pernah berfikir bahwa dia mungkin tidak akan pernah melihat sahabatnya berpenampilan feminim.
Putra dan Raya yang sudah berdiri di depan Jaka, bingung melihat Jaka yang tak berkedip padahal mereka sudah berdiri tepat didepannya. Raya yang melambaikan tangannya tepat diwajah Jaka dan memanggilnya satu atau dua kali. Putra yang terkekeh karena dia memiliki pemikiran yang sama dengan Jaka tentang penampilan sahabatnya malam ini. Raya yang mulai kesal karena diabaikan, menendang tulang kering Jaka hingga membuatnya berteriak kesakitan, “Sakit sialan!” umpatnya sambil berlutut dan menggosok kakinya.
“Jangan diam aja. Tadi kau menyuruh kami cepat datang,” ucap Putra yang dibalas kikuk oleh Jaka.
“Maaf, soalnya aku pangling melihat teman kita satu ini yang …” Jaka tidak melanjutkan ucapannya melainkan kedua tangannya meliuk dari atas ke bawah di depan Raya, hingga membuat Raya hampir melayangkan pukulan pada Jaka yang langsung cepat tanggap berlari ke belakang Putra.
“Jangan macam-macam ya, aku bisa menendangmu detik ini juga!” ancam Raya dan dibalas anggukan patuh oleh Jaka yang masih bersembunyi dibelakang Putra.
“Sudah ayo, acaranya sudah mulai juga nanti kita semakin terlambat,” ajak Putra dan diikuti oleh Jaka dan Raya.
Mereka sudah sampai dilantai teratas hotel dan baru saja keluar dari elevator, namun Jaka segera berhenti tiba-tiba dan terkejut setelah meraba saku celananya, “Astaga hadiah untuk Laras tertinggal di lobby. Aku akan kembali, kalian duluan saja ya,” ujar Jaka sambil menekan kembali tombol pada elevator dan pergi meninggalkan Putra dan Raya disana.
“Ray, aku mau ke toilet sebentar. Kamu duluan saja, nanti aku menyusul.”
“Yang benar saja. Terlalu canggung untukku Putra,” rengek Raya namun Putra menepuk pundak guna menenangkan.
“Kau tidak mungkin menungguku kan? Masuk saja duluan, aku tidak akan lama,” Putra melambaikan tangan dan pergi kearah papan yang bertuliskan toilet tak jauh disana.
Melihat dirinya ditinggalkan sendirian, Raya menghembuskan nafasnya berat. Mengepal tangannya dan menepuk pelan dadanya untuk menenangkan, “Baiklah Raya. Tidak apa-apa, kau pasti bisa!” Raya berjalan kearah pesta dengan percaya diri, setelah memberikan undangan sebagai tanda resmi untuk masuk kedalam acara, dengan langkah yang semakin tenang Raya berdiri di ambang pintu yang terbuka. Perlahan pergerakan matanya yang menatap langsung suasana acara, sampai retinanya bertemu dengan milik Revan yang ternyata berdiri didepannya dengan jarak yang lebih dekat. Baik Raya maupun Revan, sama-sama diam tak memutuskan kontak mata diantara keduanya, cukup lama sampai Putra sudah menyusul dan berdiri disamping Raya, Revan memutuskan pandangannya lebih dulu berbalik pergi meninggalkan kerumunan mahasiswi yang dari tadi masih berdiri dekat dengannya.
“Ray, kenapa berdiri disini? Tidak masuk?”
“Eh? Iya, ayo masuk,” ajak Raya dan mereka memasuki acara dan menghampiri Laras yang berdiri tak jauh dari sana.
“Selamat ulang tahun ya Laras,” Raya memberikan bingkisan kecil dari dalam tasnya dan diterima oleh Laras, Laras yang senang memeluk Raya.
“Terima kasih ya Raya, aku tidak menyangka kau mau datang. Mengundangmu cukup sulit tahu,” cibir Laras dan dibalas kekehan malu oleh Raya.
“Maaf ya. Aku tidak terbiasa soalnya,”
“Tidak apa-apa, ayo silahkan nikmati acaranya ya, aku permisi dulu,” Raya dan Putra mengangguk lalu Laras pergi dan menghampiri tamu lainnya.
Acara berlangsung dengan meriah, dimulai dengan ucapan terima kasih dari si empunya acara dan pemotongan kue, lalu ucapan selamat dari Revan—yang dipaksa oleh Tristan dan Laras, membuat acara lebih meriah. Alunan musik ceria berikut makanan yang tersaji sangat luar biasa. Pun membuat Raya mendapatkan banyak teman malam ini, berpisah dengan Putra dan Jaka, mereka memberi ruang untuk Raya dapat berbaur dengan teman perempuannya dari jurusan lainnya. Sebenarnya Raya tidak memiliki masalah pertemanan dengan teman seangkatannya, sebab mereka sudah mengetahui Raya dari tahun pertama, walaupun masih adanya oknum yang merasakan iri dengki dengannya, tapi itu bukan masalah besar. Namun setelah penerimaan mahasiswa baru ditahun berikutnya, dan dengan kabar burung mengenai ketampanan Putra, yang sering ditemui selalu bersamanya, pun fakta bahwa Raya merupakan satu-satunya mahasiswi cantik di jurusannya yang juga diinginkan oleh sebagian besar kaum adam dikampusnya. Membuat kabar tak sedap yang sering diterima Raya. Membuat kepercayaan dirinya semakin menyusut hilang untuk berteman selain Jaka dan Putra, pun mengabaikan segala hal dan bersikap semaunya, kian membuat berita tidak sedap mengenai dirinya semakin kuat.
“Hei Raya, apa Putra dan Jaka masih belum memiliki kekasih?”
“Belum.”
“Kenapa belum? Apa berita itu memang benar ya?”
“Berita? Berita apa?” Raya mengernyitkan dahinya bingung, topik obrolan antara dirinya dan beberapa teman perempuannya ini sekarang mengenai dirinya.
“Aku dengar kalau kau melarang mereka berkencan? Dan mereka tidak mau mencari wanita lain karena mereka berdua memperebutkan dirimu?”
“Eh? Itu tidak benar! Aku tidak pernah melarang mereka untuk berkencan,” Raya melambaikan tangan menyela pernyataan yang dilontarkan.
“Benarkah? Tapi yang terlihat seperti itu, Raya.”
“Aku jadi turut prihatin denganmu, kau pasti terganggu dengan berita-berita itu, benar kan?” Raya tidak menjawab, matanya melirik kearah Putra dan Jaka yang berdiri tak jauh darinya yang sedang tertawa bersama teman-teman lainnya.
Raya merasakan pundaknya dipegang dan menoleh, “Mau aku beri saran? Tapi ini terserah kamu mau mengikutinya atau tidak, hakmu,” ucapnya sambil tersenyum.
Raya diam mendengarkan, dan temannya dengan santai menjawab, “Mungkin kau bisa jaga jarak dengan mereka sementara waktu? Atau kau bisa mencari teman selain mereka di jurusan lain? Tidak perlu terlalu lama, tapi cukup untuk membuktikan bahwa berita yang selama ini tersebar itu tidak benar.”
Raya melihat beberapa teman lainnya yang mengangguk setuju, dan mendukungnya. Raya hanya tersenyum sembari mengucapkan ucapan terima kasih karena mereka mau membantunya, namun pikirannya masih bimbang, seharusnya malam ini dia datang untuk bersenang-senang, namun yang didapatinya adalah hal lain.
“Hey, ini minumanmu,” Tristan memberikan satu gelas minuman yang diambilnya dan diberikan kepada Revan yang berdiri agak jauh dari acara.
“Kau ini bagaimana sih, bukannya berbaur dengan lainnya malah menyendiri seperti ini.”
“Aku juga berbaur.”
“Berbaur kepalamu itu,” Tristan mencibir dan Revan hanya balas tersenyum.
“Eh, tadi itu Raya kan? Dari mesin? Tidak ku sangka ternyata dia cantik sekali, benar kan?” Revan tidak menjawab, matanya mengarah ke Raya yang berdiri berseberangan dengannya yang dibatasi oleh kolam renang.
Raya sudah selesai mengobrol dengan teman-teman dari jurusan lain, berencana mengambil minuman yang disediakan, juga ingin menyingkir sementara dari kerumunan untuk menghirup udara segar. Setelah mengambil satu gelas, Raya berbalik dan tak sengaja menabrak seorang pria hingga minuman yang berada digenggamannya tersenggol dan tumpah mengenai gaunnya.
“Ah! Maafkan aku, apa kau tidak apa-apa?” Pria itu membungkuk sedikit dan meminta maaf, sebab minuman yang dipegangnya juga ikut tersenggol dan tumpah mengenai gaun Raya.
Pria itu ingin menyentuh gaun Raya namun ditepis cepat olehnya, “Aku tidak apa-apa, permisi,” Raya yang berencana segera pergi namun tangannya ditahan.
“Aku akan bertanggung jawab, akan ku bersihkan,” pria itu mengambil sapu tangan dari dalam saku celananya dan berusaha mengusap noda yang terdapat pada gaun—lebih tepatnya pada dada Raya, membuat Raya refleks mundur kebelakang dan menahan tangan pria itu.
“T-Tidak perlu, aku akan membersihkannya sendiri. Permisi,” pria itu tidak memberikan jalan pada Raya hingga Raya terus berjalan kebelakang hingga-
Byur!!
Suara air kolam renang karena Raya terjatuh dan tercebur kedalamnya, membuat seluruh atensi mengarah ke kolam renang, hingga kepala Raya muncul meminta pertolongan sebab kakinya yang tiba-tiba kram membuat beberapa orang disekitarnya berteriak meminta pertolongan.
Jaka dan Putra yang juga terkejut langsung berteriak dan berlari kearah kolam renang namun berhenti ketika ada seseorang yang lebih dulu masuk kedalam dan berenang kearah Raya. Membantunya naik keatas permukaan, semuanya terkejut ketika ternyata Revan yang menyelamatkan Raya. Revan menepuk kedua pipi Raya beberapa kali yang pingsan, memberikan pertolongan pertama dengan menekan dada untuk mengeluarkan air dari dalam tubuh Raya, namun tidak membuahkan hasil. Hingga Revan membuka mulut Raya lalu memberikan napas buatan dengan menciumnya, membuat beberapa orang disekitarnya berteriak histeris dengan apa yang dilihatnya.
Nafas buatan diberikan dua sampai tiga kali hingga Raya terbatuk mengeluarkan air dari mulutnya dan sadar, Revan langsung menggendong Raya untuk membawanya pulang dan Putra menghentikannya, “Mau kau bawa ke mana Raya?”
“Aku akan membawanya pulang.”
“Biar aku saja,” tangan Putra terulur untuk mengambil alih tubuh Raya namun berhenti ketika Jaka menahan tangannya.
“Biarkan saja dia yang mengantarkan, dia juga sudah kepalang basah dan harus pulang. Yang jadi masalah adalah penyebab Raya bisa sampai tercebur seperti itu di kolam renang,” Jaka menepuk pundak Revan, “Kau tahu tempat tinggalnya kan?” Revan mengangguk.
“Kalau begitu tolong antarkan dia dengan selamat ya” Revan mengangguk lalu pergi.