Bab 7
"Gimana, ya?" Farrel menatap Retha lekat-lekat. "Gue kangen lo, sih."
Blush!
Pipi Retha merona merah. Bisa gawat kalau Farrel melihatnya, bisa-bisa cowok itu akan mengejeknya habis-habisan.
"Bercanda." Farrel tertawa. "Baper, ya?"
Iya, gue baper! Sebelum lo bilang bercanda. Batin Retha.
"Enggak!" bohong Retha. Yakali dia jujur, bisa besar kepala cowok itu.
"Kalo engga, pipi lo kenapa merah?"
Skak mat!
"Ini, ini, ini..." Retha bingung harus berkata apa.
"Ini apa? Efek globalisasi, jadi pipi lo merah?"
"Apaan, sih! Udah sana, pulang!" Tangan Retha bergerak mendorong-dorong bahu Farrel.
"Idih. Gue di ajak masuk secara paksa, disuruh pulang secara paksa juga. Ogah." ujar Farrel yang masih diam di tempatnya tanpa bergerak sesenti pun.
"Ih, Farrel! Pulang sana!!!!" Retha sudah tidak tahan, kalau Farrel terus-terusan di sini, Retha bisa........ah rahasia.
"Arhhh" ringis Farrel.
Retha menghentikan kegiatannya memukuli Farrel, setelah sadar kalau ia baru saja memukul luka cowok itu.
"Ya ampun, maaf," ucap Retha tidak enak. Ia meniup-niup luka Farrel yang sudah ia perban, seakan hal itu bisa membuat luka itu tidak terasa sakit lagi.
"Masih sakit, nggak?" tanya Retha yang masih fokus meniup-niup luka Farrel. Dan tangannya yang tanpa sadar mengusap lembut wajah tampan Farrel.
Farrel terpaku di tempatnya, melihat Retha dari bawah begini rasanya menyenangkan. Ia baru sadar, ternyata hidung Retha itu mancung, bibirnya tipis, pipinya juga sangat tirus. Sempurna.
Farrel baru menyadari satu hal. Ternyata, Retha sangat cantik.
"Jangan liatin gue kayak gitu, tar naksir." ucap Retha yang meniru gaya bicara Farrel tadi.
"Lo jiplak kata-kata gue?" tanya Farrel tidak terima.
"This is like karma. What you do, that you get." Retha tersenyum penuh kemenangan.
"Up to you." balas Farrel malas.
Krunyuk krukkk rukkkkk
Hening.
Farrel dengan tawanya yang tercekat, dan Retha dengan wajah merah padamnya yang tidak dapat ia sembunyikan lagi.
"So, rumah segede gini nggak ada stok makanannya, ya?" Farrel menatap geli ke arah Retha.
"Sembarangan! Gue lagi diet." alibi Retha.
Tawa Farrel pecah seketika. "Diet?" tanya Farrel seraya tertawa. "Badan udah kurus kaya tusuk sate gini masih mau diet? Cowok mana ada yang nafsu."
Retha melotot. Mundur tiga langkah menjauh dari Farrel, dan menutup dadanya dengan kedua tangan.
Melihat itu, Farrel semakin ingin tertawa. "Nggak usah di tutupin gitu, elah."
Retha semakin melotot ke arah Farrel. "FARREL!"
"Yes, baby?"
Astaga, ini siapa sih? Kenapa tiba-tiba manis dan mesum kayak gini? Ini pasti bukan Farrel!
"Jangan liatin gue!" bentak Retha. "Eh, lo mau ngapain?!"
Farrel berjalan kearah Retha, mendekati gadis itu. Dengan seringai menyeramkan, seperti ingin menerkam. Oh, Tuhan. Kenapa di saat-saat menegangkan seperti ini dia masih saja tampan?
"Mundur nggak lo?!" teriak Retha.
Sayangnya percuma. Farrel masih saja berjalan mendekatinya, perlahan namun pasti. Membuat Retha merasakan deja vu saat pertama kali ia bertemu Farrel di depan UKS.
Retha tersudut di tembok, tidak bisa menghindar lagi karena Farrel langsung menguncinya dengan kedua tangan kekar cowok itu.
"Lo--m-mau apa?" Bibir Retha bergetar. "I--ini rumah gue!"
"Yang bilang rumah gue siapa?" tanya Farrel.
Krunyukkk
Ini perut gue ya Allah. Batin Retha.
Farrel hendak tertawa, namun ia tahan. Farrel memajukan wajahnya, mengikis jarak yang ada diantara dirinya dan Retha.
Retha memejamkan matanya, wajah Farrel semakin mendekat. Bahkan, dia bisa merasakan hangatnya deru nafas cowok blasteran spanyol itu.
Farrel semakin mendekatkan bibirnya, dan
"Let's get a dinner." bisiknya.
Sialan.
Ya, Farrel hanya ingin membisiki Retha dan mengajaknya makan malam. Bukan ingin mencium atau berbuat yang lain sepert Retha dan kalian pikirkan.
Mata Retha yang tadinya terpejam, kini membulat sempurna. Seiring dengan pipinya yang memanas dan lututnya mulai melemas.
Entah sudah berapa kali dalam seharian ini Farrel membuat pipi Retha bersemu merah, membuat hatinya berdegub karena hal-hal yang dilakukan lelaki itu.
"Stop it!"
****
Ini kedua kalinya Farrel bersiap-siap pada pagi hari untuk berangkat ke sekolah. Jika biasanya ia akan santai-santai saja, dan tidak perduli akan terlambat berbeda dengan hari ini.
Farrel sudah siap, ia meraih jaket boomber hitam dari Pull & Bear yang selalu ia kenakan dan memakainya. Farrel berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil ransel sekolahnya yang ber logo supreme dan tentunya berwarna hitam.
Farrel memerhatikan penampilannya di kaca.
"Nikmat Tuhan mana lagi yang enggkau dustakan." gumamnya saat melihat pantulan dirinya sendiri di kaca.
Seperti biasa, Farrel menyisir jambul tebalnya ke belakang. Memerhatikan alisnya yang tegas rapi dan tebal serta bibirnya yang sangat sexy karena warna pinknya yang alami.
"Pangeran arab sama gue mah lewat."
Farrel segera menyampirkan ranselnya ke sebelah pundaknya, memasang sepatu sekolahnya dan berangkat dengan motor kesayangannya yang baru kakeknya kembalikan kemarin.
Namun, sebelum itu, Farrel tedlebih dahulu mengeluarkan ponselnya. Membuka aplikasi berlogo hijau yang di sebut LINE, mencari kontak seseorang yang tentunya berada di deretan atas.
Dapat, Farrel segera mengetikkan pesan singkat pada orang itu dan tanpa menunggu balasan, Farrel sudah melajukan motornya.
Ke rumah Retha.
Sepuluh menit, waktu yang hampir mustahil untuk di gapai mengingat jauhnya jarak rumah Retha dan Farrel. Namun, jangan heran. Dengan kecepatan full dan berhasil membuat orang mengumpat pagi-pagi karena ia membawa motor ugal-ugalan, jangan heran.
Farrel turun dari motornya, menyapa pak Bono yang sedang menyeruput kopi paginya dan mulai memencet bel rumah Retha.
Terdengar dari dalam sana seseorang berteriak menyuruhnya menunggu, Farrel dapat meyakini bahwa itu adalah suara yang empunya rumah.
Tidak lama, seorang gadis cantik yang terlihat sangat polos dengan piyama tidurnya menampakan diri dibalik pintu besar utama rumah itu.
Retha, gadis itu masih mengenakan baju tidurnya yang bergambar Queen Elsa dari serial frozen. Ia menutup mulutnya karena menguap, dan matanya hanya membentuk satu garis pertanda ia belum sepenuhnya sadar.
"Ayah, bukannya pulang besok?" ujar Retha yang nampaknya belum sadar siapa yang ada dihadapannya saat ini.
Farrel menahan tawanya. "Iyanih, Ayah kangen sama Bunda."
Tepat saat itu pula Retha membuka lebar matanya. Dihadapannya ada Farrrel yang sudah siap berangkat ke sekolah, sedangkan dirinya?
Belum mandi, belum gosok gigi, bahkan..YA AMPUN! Retha belum cuci muka!
"Farrel, ngapain?!" tanya Retha yang nadanya seperti orang menagih hutang.
"Jemput, pacar?"
Lagi-lagi Baper. Farrel, udah dong bercandanya.
"Farrel, udah dong bercandanya. Gue cape." kesal Retha.
"Cape apa takut baper? Atau," ucapan Farrel menggantung.
"Atau apa?"
"Atau, lo udah baper?"
Tepat sasaran.