Pustaka
Bahasa Indonesia

Fak(e) Boy

38.0K · Tamat
Libra Girl
31
Bab
1.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Farrel is a badboy.

TeenfictionKampusSweet

Prolog

"Farrel!"

Seorang gadis mengenakan gaun pesta mewah berwarna biru malam berjalan seraya menjinjing gaun panjangnya menemui Farrel, gadis itu menaikkan mahkotanya yang hampir terjatuh karena kepalanya yang tertunduk.

Vanesha, ia tersenyum manis seraya melambaikan tangannya ke Farrel.

Farrel menengok, begitu pula dengan Retha yang berada di sampingnya. Dahi Farrel mengernyit menatap penampilan Vanesha bak seorang Ratu sejagad malam ini.

"Kamu ngapain masih di sini? Acara inti udah mau mulai. Masuk yuk?" ajak Vanesha hendak menggamit lengan Farrel.

Farrel menepis tangan Vanesha perlahan, ia tersenyum menatap Vanesha. Farrel menarik pinggang Retha, menariknya lebih dekat. Tentu saja Vanesha melihat itu dengan jelas.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Vanesha saat ini. Hatinya bagaikan kerupuk yang diremas-remas Farrel menjadi serpihan-serpihan kecil, remuk.

Vanesha tersenyum kecut mendapat penolakan Farrel, bahkan cowok itu menggandeng Retha tepat di depan matanya.

"Happy Sweet Seventeen ya, Nesh." ucap Farrel seraya mengulum senyumnya.

Vanesha mengangguk. Ia membalas senyuman Farrel, walaupun hanya senyuman tipis. "Makasih, Rel."

"Sorry ya, gue nggak bawa kado."

"Nggak papa. Lo dateng aja udah jadi kado terindah buat gue." ujar Vanesha seraya terkekeh. "bercanda."

Retha daritadi diam saja. Mendengarkan obrolan singkat Farrel dan Vanesha, disini posisi Retha kok kayak obat nyamuk ya. Syukur saja Farrel menggandengnya, kalau tidak, udah kayak obat nyamuk beneran.

Kalau di teliti, Vanesha kayaknya suka sama Farrel. Bercanda apanya? Retha juga seorang cewek, ia tahu persis kalau perkataan Vanesha tadi bukan bercanda. Itu curahan hati Vanesha, itu jujur dari hati Vanesha.

Merasa canggung, Retha akhirnya bersuara. Enggan menjadi obat nyamuk, padahal tidak. Ia hanya berusaha tidak kelihatan 'menonjol' disini.

"Vanesh, Happy Sweet Seventeen." ucap Retha ramah. Ia bahkan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.

Bukannya membalas uluran tangan Retha, Vanesha malah nampak terkejut melihat Retha. Dengan ekspresi yang menjengkelkan dan keterkejutan yang di buat-buat.

"Loh? Ada Retha?"

Badan gue segede gini, dia kaga liat?

Retha tersenyum tidak nyaman seraya membuang wajahnya ke samping. Kok rasanya Retha dongkol ya sama Vanesh, jelas-jelas tadi ia sudah melihat Retha. Sekarang pura-pura baru liat. Prinsip hidup Retha adalah, kalau lo baik sama gue, gue bakalan baik juga. Tapi, kalau lo jahat sama gue, gue bisa lebih jahat. Di sini posisinya Vanesha nyebelin. Retha lagi PMS, ada hawa pengen balas dendam gitu. Sekali-sekali Retha ngebales boleh kali, ya.

"Farrel," panggil Retha seraya menggandeng mesra tangan Farrel. "Ke dalem, yuk."

Farrel menaikkan sebelah alisnya menatap Retha. Cewek ini kenapa? Perasaan daritadi marah-marah nggak jelas, sekarang malah manja-manja gini. Kayaknya Retha mabuk deh, tapi kan tadi nggak sempet minum? Terus ini anak kenapa? Kok tiba-tiba berubah, mana Farrel ilfeel digelayutin gini.

Farrel melirik Vanesha yang berada tepat di depannya. Ah, Retha secara tersirat sudah membantunya. Lihat saja wajah Vanesha sekarang, kecut kayak ketek Bimo kalo abis main basket.

"Yuk, sayang." balas Farrel tidak kalah manja.

Demi apapun, baik Farrel ataupun Retha sama-sama ingin muntah dengan drama ini. Untung saja Retha sering menonton drama Valerie dan Samudra, bisa dipraktekan sekarang.

Menjauh, itu yang saat ini sedang Farrel dan Retha lakukan. Dua pasangan tidak jelas itu masuk ke tempat yang lebih ramai orang, di dekat tempat akan berlangsungnya acara tiup lilin.

Di atas altar di hadapan mereka, di sana berdiri Valina--kembaran Vanesha. Valina terus tersenyum manis, ia memang murah senyum. Bahkan Retha lebih menyukai Valina dibanding Vanesha.

Tidak lama, Vanesha menyusul Valina naik di atas altar itu. Vanesha juga tersenyum, namun senyum yang berbeda. Senyum yang dipaksakan, tidak seperti senyuman Valina yang memang tulus karena ia memang sedang sangat bahagia.

Pandangan Retha terus terarah pada altar itu, tanpa sadar kalau Farrel masih setia merangkul bahunya. Membuat Farrel telihat seperti cowok posessif, padahal mereka tidak sadar dengan posisi mereka saat ini.

Sampai suara berat seorang cowok membuyarkan lamunan mereka berdua.

"Jadi gosip yang beredar di OA lambe turah Golden itu bener?"

Retha dan Farrel sama-sama mengalihkan pandangan mereka pada cowok yang berpakaian serba hitam itu, mata Retha terbelalak kaget, sedangkan Farrel menatap cowok itu dengan datar atau lebih tepatnya tidak suka.

"Radit?!" pekik Retha kaget. Sedangkan Farrel bingung, mengapa gadis itu harus terkejut seperti melihat setan. Padahal kan ini hanya Radit, Raditya Dharmawangsa, si ketua osis musuh bebuyutan Farrel.

"Hai, Re." sapa Radit pada Retha dengan senyuman manisnya. Ingat! Hanya pada Retha! Bahkan Radit tidak menganggap Farrel ada, padahal sangat jelas kalau cowok itu sedang merangkul Retha. Iya, Radit tidak salah lihat, Farrel sedang merangkul Retha.

Bagus sekali! Rasanya Retha ingin pura-pura pingsan saja, bagaimana bisa Retha bisa menampakkan wajahnya di depan Radit lagi sekarang.

Sudah bukan rahasia umum lagi kalau Retha dan Radit itu sangat dekat. Dimulai dari lomba PMR yang di adakan di SMA Golden, dan Retha menjadi ketuanya. Berhubung proposalnya harus meminta tanda tangan ketua osis, Retha sampai rela ke rumah Radit malam-malam.

Hanya untuk sebuah tanda tangan, tengah malam Retha rela ke rumah Radit. Itu karena Retha selalu lupa, dan saat proposal itu harus di kumpulkan esok harinya, Retha kelimpungan sendiri.

Dari situ bermula dekatnya Radit dan Retha. Karena, Radit kagum dengan kegigihan Retha. Sampai mereka sering di jadikan partner untuk mengurus acara sekolah, padahal Retha bukan anak osis.

Dan yang membuat Retha saat ini ingin sekali menghilang dari muka bumi adalah, kenyataan bahwa Radit menembaknya dan Retha menolaknya dengan alasan ingin fokus belajar. Memang benar itu nyatanya. Padahal Retha juga menyukai Radit, tapi ya gitu. Terus, sekarang Retha bingung bagaimana reaksi Radit.

Menolak seorang pentolan akreditas A seperti Radit dengan alasan ingin fokus belajar, dan seminggu kemudian beredar berita bahwa ia dan Farrel berpacaran. Apa kata Radit?!

"Em, Dit. Gue--"

"Ngapain lo di sini?" tanya Farrel ketus pada Radit. Tentu saja membuat Retha menghentikan ucapannya.

Radit yang tadinya selalu tersenyum manis pada Retha, tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke Farrel. Raut wajah cowok blasteran itu juga turut berubah, lebih ke tatapan tidak suka.

"Ini tempat umum. Dan, tempat ini bukan punya lo. Acara ini juga bukan acara lo, apa gue masih wajib jawab pertanyaan konyol itu?" jawab Radit santai.

"Kayaknya otak ketua osis udah mulai miring." Farrel tertawa sinis. "Lo bahkan nggak bisa jawab pertanyaan kalau pertanyaan itu nggak spesifik."

Alis Radit terangkat satu. "Maksud lo?" tanyanya bingung. Apa salahnya? Farrel bertanya dan Radit menjawab, se simple itu.

Lalu apa maksud orang di hadapannya ini meremehkan otaknya yang sudah mendapatkan 5 mendali emas, 2 mendali perunggu, 30 sertifikat bertuluskan Juara satu dan satu lemari penuh lemari besar berisi koleksi piala-pialanya yang sudah Radit kumpulkan sejak dari Sekolah Dasar. Itu semua bidang akademik maupun non akademik

Dan, semua pencapaian itu masih ada saja yang mengatakan otaknya miring? Lalu, apa kabar orang-orang yang sangat jauh di bawah Radit? Otak tebalik?

" 'di sini' maksud gue adalah di hadapan gue. Bukan di tempat ini, bro." ucap Farrel datar.

"Gue rasa di sini kosa kata lo yang perlu di perbaiki, bro." balas Radit sambil menekan kata 'bro'.

Farrel tertawa. "Nggak perlu. Bagi gue, kata-kata gue udah bener. Otak lo aja yang nggak nyampe, cetek." ejeknya datar.

Retha tidak tahan lagi mendengarkan obrolan sengit di antara ketua osis dan ketua tim basket ini. Ia lebih memilih menjadi penengah, melepaskan rangkulan Farrel yang melonggar, dan memilih menarik tangan Radit menjauh dari Farrel.

Farrel menggeretakkan giginya. Gadis itu, baru saja ia membuat Farrel Manggala Wdyatmaja kalah telak dengan seorang Raditya Dharmawangsa, dengan lebih memilih lelaki itu di bandingkan dirinya.

Sepertinya Retha tidak sadar, ia baru saja membuat kesalahan terbesar dalam hidupnya dengan lebih memilih Radit daripada Farrel. Membuat seorang Farrel untuk pertama kalinya kalah dari seorang Radit.

Walaupun di sini mereka bukan memperebutkan Retha, yang jadi masalah adalah Retha bersama Farrel dan gadis itu menarik Radit.

Ah, ini sangat menyebalkan!

***

Retha menarik Radit menjauh dari kerumunan. Posisi mereka sekarang berhadapan, dengan Radit yang terus menatapnya dengan tajam meminta pejelasan.

Bibir Retha rasanya sangat kelu. Bingung menceritakannya mulai darimana, bagaimanapun juga ia hatus menceritakannya pada Radit. Ia tidak ingin reputasinya di mata Radit menjadi rusak.

"So, kapan gue bakal dapat penjelasan. Aretha Maharani?" tanya Radit santai, namun ada desakan di nada suaranya.

Retha menarik nafasnya panjang. Menghembuskannya kasar, dan menatap mata hazel milik Radit dengan sedikit takut.

"Gue, nggak pernah nerima, dia." cetus Retha.

Alis Radit bertautan, ia nampaknya bingung. "Kenapa lo seharian ini sama dia? Bahkan lo dateng ke sini dengan dia, oh iya jangan lupakan tentang dia rangkul bahu lo 'mesra'."

"Radit." panggil Retha pelan. Suara gadis itu terdengar pasrah sekali. "Dengerin gue. Semua yang terjadi ini nggak bisa gue ngerti dengan nalar, tentang gue yang untuk pertama kalinya berinteraksi dengan Farrel dan langsung dapet kesialan hari itu juga." Retha menghela nafasnya sebentar.

Radit dengan setia menunggu penjelasan Retha.

"Gue nggak tau kenapa seharian ini bisa nurut sama cowok itu, padahal gue udah nolak se kasar yang gue bisa. Dan, puncaknya malam ini gue dateng ke sini sama dia."

Radit sempat melongo, namun akhirnya cowok itu tertawa. "Udah gue duga. Nggak mungkin lo nolak gue gara-gara cowok blangsak kaya si Farrel."

Retha tersenyum lemas. "I'll be insane if I do that."

"Yes, you never do that." Radit menepuk bahu Retha. "I still wait you say, yes."

"Mungkin lo harus nunggu lagi." ucap Retha seraya tersenyum tulus. "Because I have big problem, and now my nightmare come. I have to solve them before."

"And I never let u solve your problem, this is me, your Nightmare." ucap seseorang yang sedari tadi mengintip Retha dan Radit di balik semak, sembari tersenyun miring.M