Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Dua orang murid SMA Golden terciduk berdua-duaan di dalam gedung tua di jalan lama. FMW, inisial lelaki yang bersama AM di ketahui adalah anggota geng motor yang suka meresahkan warga.

Mereka tertangkap sedang bersembunyi di gedung tua karena berlari dari kejaran polisi yang berniat untuk menangkap ratusan pelajar yang terlibat balapan liar.

"Ahhh!" pekik Retha ketakutan. Ia baru saja berkhayal tentang berita-berita tentang dirinya dan Farrel.

Farrel yang melihat Retha ketakutan setengah mati, entah mengapa tidak suka. Padahal sebelum ini ia sangat suka melihay gadis itu ketakutan ataupun marah.

Tangan Farrel menarik Retha ke dalam pelukannya, membuat gadis itu tenang agar tidak bersuara. Retha tidak melawan, ia hanya diam di dalam pelukan Farrel sembari berdoa bahwa ini tidak nyata.

"Tenang, kita nggak bakalan ketangkep. Itu tadi cuman pancingan, mereka nggak mungkin ngeliat kita di tempat gelap ini." kata Farrel menenangkan. Entah apapun itu, benar ataupun tidak, yang jelas Retha percaya.

Farrel mengeratkan pelukannya, membuat Retha...nyaman? Entah apa yang terjadi diantara mereka berdua sehingga tom&jerry bisa berubah menjadi romeo&juliet seperti ini.

"Farrel, janji ya. Kita bakalan baik-baik aja?"

Farrel menganggukan kepalanya. "Janji."

Derap suara sepatu yang menapak lantai membuat jantung Retha berdetak sangat cepat, ia mencengkram jaket Farrel semakin erat.

Retha membenamkan kepalanya di dada bidang Farrel, tidak perduli kalau yang sedang ia peluk ini adalah cowok yang sangat ia benci.

Astaga, kenapa Farrel sangat pelukable?!

Derap suara sepatu itu semakin mendekat, semakin membuat jatung Retha berpacu lebih kencang, darahnya berdesir hebat.

"Ha, tercyduk!"

Retha memejamkan mata, tapi tunggu, ia seperti pernah mendengar suara ini. Retha memalingkah wajahnya, menatap orang yang baru saja memergoki dirinya dan Farrel.

"Hayoloh! Lo bedua ngapain dua duaan di sini?!" kata Bimo heboh. Cowok melayangkan senyum menggodanya. "Peluk-pelukan lagi! Jangan-jangan-- anjir!"

Bimo meringis kesakitan karena Farrel langsung menjitak keras kepalanya. Belum lagi saat mendapatkan pelototan tajam dari cowok itu.

"Bimo!" pekik Retha setengah kaget dan setengah lega. Tentunya lega karena Bimo bukanlah polisi.

"Apa? Lo mau jitak kepala gue juga?"

Retha menggeleng senang. Dalam hatinya ia memanjatkan syukur karena teselamatkan hari ini.

*****

"Selamat untuk sahabat kita, Aretha Maharani." ucap Deva menyindir Retha.

Mereka bertiga sedang berada di kantin sekarang, sedang memakan siomay masing-masing. Lebih tepatnya hanya Deva dan Vale yang sedang makan, sedangkan Retha, gadis itu menatap sepiring penuh siomaynya tanpa minat.

"Udahlah, Deva. Itu bukan salah Retha, lagian Farrel itu lumayan baik, kok." kata Valerie dengan senyumnya yang menenangkan. Dasar Valerie, selalu menganggap semuanya positif. Pantas saja si singa jantan a.k.a Samudra bisa tergila-gila.

Deva memutar bola matanya malas. "Val, plis deh. 'LUMAYAN BAIK'?"

"Setidaknya di diri cowok itu ada sifat baiknya. Daripada enggak ada sama sekali."

"Val. Baik sama bego itu beda tipis ya, gue rasa lo bukan baik, tapi bego." ketus Deva.

Valerie tertawa. "Deva sensian, deh."

"Gini nih. Gara-gara lo jadian sama Samudra, makanya jadi ngebelain sepupunya."

"Gue nggak ngebela, Dev. Tapi gue coba berpikir positive aja, siapa tau Retha bisa ngerubah Farrel kayak gue ngerubah Samudra." Valerie tersenyum menggoda ke arah Retha.

"Iya nggak, Tha?"

"Ha?" jawab Retha bingung. Ia tidak mendengarkan perdebatan kedua sahabatnya, gadis itu masih kepikiran tentang kejadian tadi malam.

Tentang Farrel yang kena marah habis-habisan oleh Ayahnya. Tentang Farrel yang mau menenenangkannya saat ia ketakutan.

Lagi-lagi Valerie tersenyum penuh arti. "Jawab aja iya."

"Iya." jawab Retha menurut. Membuat Valerie tersenyum kemenangan, dan Deva menepuk jidatnya.

Alis Retha bertautan menatap dua sahabatnya yang menampilkan raut wajah berbeda ini, Valerie dengan senyum kemenangan, sedangkan Deva... Wajah gadis itu sangat kesal.

"lo berdua kenapa?" tanya Retha bingung.

Saat Deva hendak menjawab, tiba-tiba seorang adik kelas yang Retha ketahui bernama Nadira, menghampirinya. Sontak saja itu membuat Retha bertanya-tanya, untuk apa adik kelas yang terkenal belagu itu menghampirinya.

"kenapa?" tanya Retha pada Nadira. Pasalnya, cewek itu daritadi hanya diam menatap Retha, tanpa berkata sepatah kata apapun.

Tidak di sangka, Nadira mengambil jus jeruk milik Retha dan menumpahkan minuman itu tepat di atas kepala Retha.

Hal itu terjadi tepat di depan mata Valerie dan Deva. Bahkan, seluruh pasang mata di kantin memperhatikan kejadian itu.

Aretha Maharani, si pentolan sekolah yang baik hati, di siram jus jeruk pada jam istirahat pertama oleh adik kelas paling belagu sejagad raya. Nadira Dharmawangsa.

"Jangan sok cantik, kak." ucap Nadira tepat setelah ja melemparkan gelas bekas jus itu ke sembarang tempat.

Retha masih syok atas apa yang terjadi padanya. Ia tidak menyangka Nadira bisa seberani itu, apalagi ia tidak pernah merasa memiliki masalah dengan Nadira. Untuk apa adik kelas ini menyiramnya dan mengatainya sok cantik?

"HEH! MAKSUD LO APA?!" geram Deva tidak terima. Sahabat mana yang akan diam jika sahabatnya sedang di permalukan seperti ini?

Nadira menatap Deva sebentar, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Retha lagi. "Hampir dua tahun kakak ngegantungin bang Radit, nolak abang sampe dia galau satu minggu. Cuman buat FARREL?! otak kakak dimana?!" bentak Nadira.

Ahh, ya. Nadira adik kandung Radit, wajar saja ia bersikap seperti ini. Tapi, ahh, tidak-tidak wajar sama sekali!

Retha berdiri, menggebrak meja dengan keras dan menatap tajam ke arah Nadira. "Nadira, tolong bicara yang sopan."

Nadira tertawa sinis. "Sopan? Sama kakak kelas murahan kayak lo? Najis tralala."

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Nadira. Retha terkejut bukan main, saat mengetahui siapa yang baru saja menampar adik kelasnya itu.

"Vanesha?" ucap Retha tak percaya.

"Jangan seenaknya nilai Farrel ya! Tampangnya emang urakan, nggak se rapi penampilan abang lo yang oke. Tapi, lo pasti pernah dengar istilah Jangan menilai buku dari sampulnya, kan?"

Valerie berdiri, mencoba menyabarkan sepupunya yang tengah di landa emosi itu. "Udah, Nesh. Jangan berantem."

Tidak mengindahkan larangan sepupunya, Vanesha kembali menatap Nadira.

"Tampang kakak lo itu cuman keren di luar, dalemnya? Menjijikkan." ucap Vanesha sinis.

Vanesha mengambil sembarang segelas minuman, dan membalas Nadira dengan menumpahkan jus itu di atas kepalanya.

"Balasan buat lo, adik kelas gatau diri!" sinis Vanesha.

Retha, Valerie dan Deva membelalakan matanya atas sikap Vanesha. Entah datang dari mana, Vanesha seperti pahlawan. Mereka memang satu sekolah, namun Vanesha jarang keluar kelas.

"Ngapain masih di sini?! Sana, minggat! Mau gue siram lagi, nih pake kuah bakso yang udah di kasih cabe. Mau?" ancam Vanesha sangar?l?

Nadira menghentakan kakinya kesal, sedetik kemudian ia menghilang dari hadapan keempat gadis itu. Mungkin saja dia takut dengan ancaman Vanesha.

"Vanesh, galak amat." komentar Valerie.

Vanesha menyibakkan rambut panjangnya ke samping. "Gue udah lama gedek sama itu bocah, cuman lagi nyari cara aja buat bikin dia kicep. Pas bener gue liat Retha di siram, jadi gue punya alasan buat nyerang dia."

"Tha, lo pulang aja deh, ya? Baju lo basah gini, rambut lo juga lengket-lengket." kata Deva.

Retha mengangguk setuju, tidak mungkin ia bisa mengikuti pelajaran dengan basah-basah seperti ini.

"Gausah pulang, Tha. Ikut gue aja, gampang." ajak Vanesha.

"Tapi, Van---eh!!"

Belum sempat Retha menolak, Vanesha sudah menariknya ke suatu tempat.

"Itu Retha mau di apain sama Vanesha?!" ujar Deva panik.

Valerie tersenyum, kemudian menepuk sekali pundak Deva. "Tenang aja, dia aman sama Vanesha."

Deva mengerngitkan dahinya tidak setuju. "Aman? Vale, semua murid di sini juga tau kalo Vanesha itu cinta mati sama Farrel. Bahkan dia balas dendam ke Nadira cuman gara-gara dia jelek-jelekkin Farrel, apa kabar sahabat kita yang statusnya pacar Farrel?"

"Lo belebihan, ah." Valerie tertawa. "Vanesh itu emang cinta sama Farrel, tapi dia nggak bodoh. Bisa di hajar sama kakek kalo sampe dia berani gangguin Retha, lagian Vanesha nggak senekat itu."

Deva memutar bola matanya malas. "Serah lo deh, Val. Semua orang lo anggap baik, susah emang temenan sama malaikat." ketus Deva.

Vanesha mengajak Retha berkeliling lewat lapangan belakang sekolah, karena kalau lewat tengah, pasti akan jadi tanda tanya besar apa yang terjadi pada ketua PMR itu.

Mereka berdua sampai di depan ruangan bertuliskan head master.

Ruang kepala sekolah?

Alis Retha bertautan, untuk apa Vanesha mengajaknya ke sini?

Vanesha membuka pintu itu tanpa permisi, Ibu kepala sekolah yang berada di dalam nampak terkejud karena kehadiran dua muridnya itu.

"Vanesha, biasakan ketuk pintu!" tegur Ibu Tiara--kepala sekolah.

"Tante, Retha numpang mandi di sini ya. Vanesha mau ambil seragam cadangan di loker, bye!"

Vanesha segera melengos pergi, dan hanya dalam beberapa detik gadis itu sudah hilang bak di telan bumi.

Tiara menggelengkan kepalanya heran, melihat tingkah keponakannya itu. Sangat berbeda jauh dari orang tuanya, bahkan kembarannya.

Pandangan Tiara beralih ke arah Retha, matanya terbelalak saat melihat penampilan murid kesayangannya itu sangat berantakan.

"Astagfirullah! Kamu kenapa?" tanya Tiara. Wanita itu langsung berdiri dari duduknya, dan menghampiri Retha.

Retha tersenyum kikuk. "Nggak papa, bu. Tadi ada adik kelas yang tidak sengaja menumpahkan jusnya."

Tiara menaikkan sebelah alisnya. "Kamu yakin, dia tidak sengaja?"

"Yakin, Bu."

"Kalau tidak sengaja, kenapa dia menumpahkannya dari ujung kepala? Yang saya tau, kalau tidak sengaja hanya mengenai baju kamu saja." ucap Tiara penuh keraguan dan tepat sasaran, karena wajah Retha langsung berubah seperti ketahuan.

Tiara tersenyum, lalu memegang kedua pundak Retha. "Saya pernah muda, nak. Saya tahu kalau ini memang di sengaja. Jangan terlalu baik dengan menutupi kesalahan orang lain, karena terkadang orang suka tidak tahu diri."

Retha bingung harus apa. Ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah dengan mengadukan hal ini, namun perkataan Tiara juga benar.

Masalah ini tidak bisa di anggap terlalu sepele, apa lagi ini menyangkut Nadira. Gadis itu sudah melewati batasnya, tidak memiliki sopan santun.

"Kok belum mandi sih, Tha?" Vanesha masuk ke dalam ruangan khusus itu sembari membawa seragam yang sama dengan yang ia gunakan.

"Iya, Van. Ini baru mau mandi." ucap Retha. "Bu, saya numpang kamar mandinya. Permisi."

Setelah mendapat anggukan dari Tiara, Retha mengambil seragam yang di berikan Vanesha dan segera memasuki kamar mandi di ruangan itu.

Tiara menatap ke arah Vanesha, meminta penjelasan apa yang sudah terjadi. Vanesha tentu saja mengerti arti tatapan itu, dengan malas, ia menjelaskan.

"Di siram sama Nadira, kelas sepuluh." ujar Vanesha menjelaskan.

Seakan tidak ada habisnya, alis Tiara terangkat satu. "Masalahnya?"

"Masalah remaja, tante nggak bakalan ngerti."

"Kamu kira tante nggak pernah remaja?" kesal Tiara.

"Masa remaja tante terlalu dewasa, sampe mau ngebunuh kembarannya sendiri." sinis Vanesha.

Padahal itu kejadian lama sekali, entah mengapa Vanesha sangat dendam dengan tantenya itu. Bahkan, kejadian itu terjadi sebelum dirinya lahir, bahkan belum di buat.

*****

"Vanesh, makasih banget ya. Kalau nggak ada lo, mungkin gue bakalan absen seharian ini." ucap Retha sembari tersenyum tulus.

Vanesha menarik sudut bibirnya, kemudian mengibaskan tangannya. "Bukan apa-apa. Lo kayak sama siapa aja, santai sama gue."

Retha mengangguk. Kemudian, ia teringat sikap kenakan-kanakannya di pesta Vanesha dan tiba-tiba merasa tidak enak hati.

"Van.." panggil Retha pelan.

Vanesha mengangkat dagunya. "Kenapa?"

"Gue minta maaf atas kejadian 'manas-manasin' di pesta lo waktu itu. Gue cuman--"

"Kesel?" potong Vanesha cepat dan mendapat anggukan dari Retha. Setelahnya, Vanesha tertawa.

"Ya ampun, lo nggak usah minta maaf lagi, Tha. Seharusnya gue yang minta maaf, yah.. You know, gue pura-pura ga liat lo waktu itu." Vanesha terkekeh pelan. "Lagian, cewek manasih yang nggak sebel liat cowoknya di 'rayu' cewek lain?"

Retha ikut tertawa dan mengangguk setuju. "Cewek sejatinya pencemburu."

"Apa lagi cowoknya kayak Farrel. Sebagai ceweknya, harus sabar. Yah, dia banyak fans-nya." Vanesha tertawa.

Lagi-lagi Retha merasa tidak enak. Bagaimanapun juga, Vanesha menyukai Farrel. Dan, sekarang Vanesha seperti bersikap 'mendukung'nya.

"Van, masalah Farrel.. Gue juga mau minta maaf.." ujar Retha pelan.

Vanesha menaikkan sebelah alisnya. "Minta maaf? Buat apa, Tha?"

"Gue tau, lo suka sama Farrel."

"Ya ampun." Vanesha menepuk jidatnya. "Gue kira kenapa."

Benarkah ini? Sesantai itukah Vanesha? Apakah sepupu jauhnya ini tidak marah dengannya? Tidak membencinya?

"Lo, nggak marah sama gue?" tanya Retha bingung.

"Ya enggak, lah! Gue nggak sehina itu kali." Vanesha terkekeh, lalu menepuk pundak Retha. "Tha, gue emang suka sama Farrel, bukan berarti gue harus benci sama cewek yang dia pilih, kan? I mean, buat apa gue benci, koar koar ga jelas sama cewek yang udah Farrel pilih? Itu cuman bikin gue capek, dan apa untungnya? Farrel tetap nggak bakalan ngelirik gue."

Vanesha menghembuskan nafasnya panjang. "Kalo ceweknya itu elo, gue bakalan dukung kok. Setidaknya lo lebih baik daripada gue, dan Farrel pantas untuk itu. Beda cerita kalo ceweknya itu sejenis, Nadira."

Retha tersenyum tenang. Walaupun hubungannya dan Farrel bukan didasari oleh cinta, tapi tetap saja. Ah, susah di jelaskan dengan kata-kata.

"Makasih, Van. Lo nggak benci gue." Retha tersenyum penuh arti. "Tapi, hati gue tetep aja nggak enak."

"Tha, kalau dengan hilangin perasaan gue ke Farrel bikin lo lega, bakal gue hilangin se--"

"Bukan, Van! Bukan itu maksud gue. Perasaan itu nggak bisa di paksain, nggak bisa dihilangin juga. Jangan nyiksa diri lo buat hilangin perasaan itu cuman gara-gara gue. Lagian, gue sama Farrel bentar lagi putus, kok."

Vanesha menoyor jidat Retha. "Itu mulut lo, ya. Awas lo sama Farrel sampe putus!"

"Tapi--"

"Nggak ada tapi-tapian! Buruan kita masuk ke kelas, udah telat. Ayok!" ajak Vanesha tanpa menghiraukan Retha.

*****

Sunyi, itu kata yang tepat untuk menggambarkan suasana rumah Farrel saat ini. Entah mengapa, ia tidak masuk sekolah hari ini.

Setelah mengantarkan Retha pulang dan dimaki-maki oleh ayah Retha, Farrel langsung pulang ke rumahnya. Mengurungkan niatnya untuk tidur di apartemennya, karena motornya yang di sita polisi.

Tadi malam Bimo datang sebagai penyelamat, memang sudah kebiasaan. Bimo lah yang selalu menyelamatkan Farrel di saat seperti itu.

Sebelum berangkat, ia sudah menghubungi Bimo untuk menjemputnya di gedung tua itu, karena firasat Farrel sudah tidak nyaman. Farrel memang cenayang.

Mengingat kejadian tadi malam, Farrel tersenyum. Mengapa wajah Retha saat sedang marah sangat cantik? Apalagi wajah ketakutan gadis itu, sangat menggemaskan.

Astaga! Farrel mengusap wajahnya kasar, menghilangkan pikiran-pikirannya tentang Aretha Maharani.

"Dia korban, lo nggak boleh suka sama dia!" teriaknya pada dirinya sendiri.

Ya, korban. Entah mengapa, bayangan awal bertemu dengan Retha kembali terputar di memori indahnya. Membuat Farrel kembali kesal dengan sikap gadis itu.

Namun, kembali teringat wajah Retha yang sangat ketakutan tadi malam. Dan, entah dorongan setan dari mana, Farrel dengan senang hati mau menenangkan gadis itu.

"Ah! Kenapa mukanya manis banget, sih?!" tanya Farrel pada dirinya sendiri. Sepertinya, ia akan gila sebentar lagi.

Dering ponselnya membuat perhatian Farrel teralihkan, dahinya mengernyit saat melihat siapa yang menelfonnya. Jari Farrel dengan ragu menggeser tombol hijau, namun tetap ia lakukan.

Farrel menempelkan benda pipih ituke telinganya. "Hallo?"

Dua detik setelah itu, Farrel mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dadanya naik turun seirama dengan emosi yang tiba-tiba menghampiri dirinya. Masih dengan posisi sebelah tangannya menempelkan ponsel di telinga.

"Jangan macem-macem!" gertak Farrel.

Disebrang sana, orang itu tertawa meremehkan. Farrel semakin mencengkram keras sisi ranjangnya. Dan, sialnya orang itu semakin tertawa.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel