Bab 6 . Alasan Klise
Marco Kang menatap bibir mungil itu. Bibir yang sibuk meniup bibirnya dengan lembut. Spontan kedua tangannya menangkup wajah Ellena dan menarik dekat wajah gadis itu.
Ellena terkejut dan menatap pria itu dengan mata membelalak. Perlahan pria itu mulai memiringkan kepalanya dan mendekati wajahnya.
"Bibirmu akan kembali berdarah, jika kamu menciumku!" desisnya dengan wajah galak.
Marco Kang berhenti sejenak, wajah mereka sangat dekat, begitu juga dengan jarak antara bibir mereka berdua. Pria itu ragu sejenak, tetapi godaan lebih besar dibandingkan dengan ancaman gadis itu.
Marco Kang menciumnya. Ellena panik dan membuka mulutnya hendak memaki pria itu kembali. Kesempatan itu digunakan pria itu untuk memperdalam ciumannya.
Ellena mendorong tubuh pria itu dengan kedua tangannya. Namun, pegangan pria itu di kepalanya sangat erat. Dirinya hendak mengigit bibir pria itu lagi, tetapi hati nuraninya menegur karena luka gigitan pertama sudah cukup dalam.
Perlahan Ellena memejamkan mata, ini ciuman pertamanya. Dirinya mencoba mengikuti irama ciuman pria itu, rasa menggelitik mulai menghampirinya. Tanpa sadar, Ellena melingkarkan tangannya di leher pria itu dan memperdalam ciumannya.
Marco Kang terkejut dan berhenti sejenak karena merasakan pelukan dari gadis itu. Jeda itu, memberi kesempatan bagi akal sehat Ellena untuk menampar kesadarannya.
Ellena membuka mata dan mendorong tubuh pria itu menjauh dengan sekuat tenaga.
Marco Kang melepaskannya. Bahkan Ellena dapat melihat, pria itu sama terkejut dengan dirinya.
Awalnya, Marco Kang berencana memberikan kecupan singkat. Namun, rasa gadis itu sungguh memabukkan dan membuatnya kehilangan kendali.
Ellena kembali ke tempat duduknya dan menutup wajah dengan kedua tangan. Malu! Dirinya sangat malu, mengapa dirinya menikmati ciuman itu.
Marco Kang menatap gadis di sampingnya yang menutup wajah dengan kedua tangan. Dirinya tersenyum, satu hal yang disyukuri dari pernikahan Sang Ayah adalah memiliki saudari tiri yang begitu menarik.
Akhirnya, Marco Kang berhasil mengendalikan diri, kemudian melajukan kembali mobilnya menuju pusat perbelanjaan.
Ellena tidak lagi menutup wajahnya, tetapi dirinya tidak mampu menatap pria di sampingnya itu. Dirinya menatap keluar jendela, dengan pikiran yang melayang tidak menentu.
Mobil berhenti di depan pusat perbelanjaan, pria itu turun dan membukakan pintu mobil untuknya.
"Turun!" perintah pria itu.
Ellena patuh dan turun. Dirinya melihat keadaan sekeliling yang cukup ramai dan itu membuat dirinya merasa aman. Kemudian, Ellena mengikuti pria itu masuk ke dalam pusat perbelanjaan. Pria itu masuk ke salah satu gerai ponsel merek ternama. Lalu, memilih salah satu ponsel berwarna putih dan membayarnya serta mengutak-atik ponsel itu.
Ellena hanya berdiri di samping pria itu dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
Setelah itu, mereka keluar dari pusat perbelanjaan dan kembali masuk ke dalam mobil. Pria itu yang mengemudi dan Ellena duduk di kursi penumpang di samping.
"Aku akan mengantarmu pulang! Di mana kamu tinggal?" tanya pria itu sambil menyalakan mesin mobil.
Ellena memberikan alamat Dojo, itu bagus, agar pria itu berpikir dua kali sebelum mencari masalah dengannya. Mereka tidak berbicara sepanjang perjalanan, sampai mobil berhenti di depan Dojo, pria itu bertanya, "Inikah alasanmu begitu mahir membanting orang lain?"
"Ya! Jadi, kamu harus lebih berhati-hati!" ujar Ellena, berusaha memperingati pria itu dengan wajah sangar.
Marco Kang tertawa, dirinya tidak keberatan jika dibanting gadis itu kembali.
"Tunggu sebentar!" ujar pria itu saat Ellena hendak membuka pintu mobil.
"Apalagi?" tanya Ellena ketus.
Marco Kang menatapnya dan tersenyum. Hati Ellena sedikit bergetar, melihat senyuman pria itu. Pria itu sangat menarik, dengan wajah yang tampan dan postur tubuh yang tinggi serta kulit putih. Mata yang tajam dibingkai alis yang tebal, hidung mancung dan bibir tipis kemerahan. Pria itu memiliki ketampanan yang lembut, malah terlihat sedikit cantik.
"Maafkan aku! Izinkan aku memperkenalkan diri secara resmi!" ujar pria itu.
Ellena menaikkan sebelah alisnya dan menilai pria itu. Apakah pria itu tulus atau tidak? Namun, tatapan pria itu sangat serius dan membuat dirinya hanya mengangguk, tidak dapat berkata apa-apa.
"Aku, Marco Kang! Pewaris tunggal bisnis Group Kang! Calon saudara tirimu!" jelas pria itu.
Ellena menatapnya dengan penuh rasa tidak percaya. Lalu, apa yang dilakukan pria itu di kediaman Lee? Apakah pria itu berkencan dengan calon ibu tirinya?
"Jadi, apa kamu mengencani calon ibu tirimu?" tanya Ellena dingin.
"Tidak! Malam itu aku berencana merekam kelakuannya yang sangat menjijikkan itu dan memberikannya kepada Ayahku! Aku berharap Ayahku dapat berubah pikiran dan batal menikahi wanita itu! Namun, semuanya berubah saat dirimu muncul dan perkataanmu cukup menyita perhatianku!" jelas Marco Kang.
"Kamu sangat naif! Hanya dengan membaca tabloid, aku tahu pernikahan mereka hanya untuk memperkuat kerajaan bisnis masing-masing! Atau ..., apakah kamu tidak mengikuti perkembangan bisnis ayahmu?"
"Ah ..., kamu adalah pewaris kaya generasi ketiga, tentu tidak memiliki waktu untuk memperhatikan perusahaan!" sindirnya.
Ha ha ha!
Marco Kang tertawa, seraya berkata, "Aku sangat menantikan bertemu denganmu kembali, saat kita telah menjadi saudara!"
"Penantianmu akan sia-sia! Karena aku tidak dianggap anak oleh wanita itu! Tapi, kamu tetap akan memiliki seorang saudari tiri yang bisa kamu ajak bermain nantinya!" jawab Ellena ketus.
"Aku yakin kamu akan tetap terlibat! Bagaimanapun, kamu adalah keturunan Keluarga Lee yang sesungguhnya!" jawab Marco Kang.
Ellena tertawa sinis, jika memang seperti perkataan pria itu, mengapa dirinya berakhir menumpang di rumah orang lain? batinnya. Namun, dirinya malas memperdebatkan masalah itu.
"Namun, aku akan pergi! Aku tidak akan terlibat di pesta pernikahan konyol itu!" ujar Marco Kang.
Timbul sedikit rasa kecewa di hati Ellena, saat pria itu mengatakan hendak pergi.
"Pergi? Pergi kemana? Mengapa?" tanya Ellena bertubi-tubi.
"Aku harus berguna untuk dapat masuk ke dalam perusahaan, agar aku memiliki hak untuk keberatan! Jadi, aku butuh belajar!" jelas Marco Kang.
Ellena melihat sisi lain dari pria itu, dan dirinya cukup kagum.
"Aku akan kembali dalam 3 tahun! Jadi, pastikan kamu menunggu diriku!" ujar pria itu kembali.
Tiga tahun? Mereka baru saling kenal dan pria itu sudah harus pergi selama itu.
"Jika begitu, semoga berhasil!" jawab Ellena singkat dan membuka pintu mobil.
Marco Kang menghentikan dirinya dengan menahan tangannya.
"Ini! Ini untukmu!" Pria itu menyerahkan kantongan berisi ponsel padanya.
"Tidak perlu!" Ellena menolak.
"Anggap saja hadiah dari saudara tirimu! Ambillah! Kamu akan sangat butuh ponsel saat mencari pekerjaan!" Marco Kang berusaha meyakinkannya.
Perkataan pria itu masuk di akal, tetapi jika dirinya menerima ponsel itu, maka harga dirinya akan terluka.
"Anggap saja aku meminjamkan padamu! Setelah aku kembali, maka belikan aku satu ponsel seperti itu!"
Marco Kang tahu, Ellena adalah gadis yang mandiri dan tentunya memiliki harga diri setinggi langit.
"Baiklah! Aku akan membayarmu nanti!" Ellena menerima kantongan itu dan menutup pintu mobil, lalu masuk ke dalam Dojo.
Marco Kang memperhatikan gadis itu, sampai gadis itu menghilang di balik pintu. Lalu, dirinya mengeluarkan ponsel dan melakukan panggilan.
"Halo, Paman! Besok aku akan tiba di sana!"
Setelah mengatakan hal tersebut, Marco Kang memutuskan panggilan dan melajukan mobil meninggalkan Dojo.
Ellena naik ke atas, setelah menyapa Paman dan Bibi Gu, dirinya masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.
Ellena duduk di atas ranjang dan membuka kantongan itu. Sebuah kotak ponsel seri terbaru, perlahan dirinya membuka kotak dan mengeluarkan ponsel putih yang sangat bagus. Secarik kertas memo terjatuh, saat dirinya mengeluarkan ponsel itu.
Ellena mengambil kertas memo itu dan membaca isinya.
"Aku tidak menyimpan nomor ponselmu, bukan karena aku tidak ingin. Karena jika aku melakukannya, aku pasti akan terus menghubungimu! Besok aku akan pergi ke Negera S, jadi doakan aku berhasil." Salam Marco Kang.
Ellena menatap kertas memo itu lama, tanpa sadar tangannya menyentuh bibirnya. Rasa ciuman pria itu masih dapat dirasakannya.
Lalu, dirinya meremas kertas memo itu dan melemparkannya asal. Apakah pria itu mencampakkannya setelah mencuri ciuman pertama miliknya? Apakah ponsel ini untuk membayar ciuman tadi? Bahkan pria itu memberi alasan klise agar tidak perlu menghubunginya!
Ellena melompat turun dari ranjang dan menghentakkan kakinya kesal. Dasar pria kaya yang arogan, jika mereka bertemu kembali, maka dirinya tidak akan melepaskannya.