Bab 20 . Jalan Hidupku Tidaklah Mudah
Seandainya, ayah masih berada di sisinya, mungkin semua yang dimiliki Pricilla akan kembali menjadi miliknya. Namun, tidak ada jalan kembali bagi Ellena, dirinya hanya dapat terus melangkah maju dan berusaha. Tanpa sadar, Ellena menghela napas dan baru sadar dirinya belum memberitahukan Ethan di mana alamatnya.
"Kita harusnya ke arah sana," ujar Ellena, saat mobil Ethan sudah melewati jalan ke arah Dojo.
"Aku akan mentraktir dirimu makan terlebih dahulu!" ujar Ethan dan mobil melaju ke arah restoran tempat di mana Ellena bekerja.
Cukup bagus, dirinya dapat langsung bekerja setelah selesai makan. Ini pertama kali bagi Ellena menjadi tamu di restoran tempat dirinya bekerja.
Mobil sport merah masuk ke lahan parkir. Setelah mobil terparkir dengan sempurna, Ellena turun dan menghampiri Paman Lu yang duduk di kursi plastik usang. Pada siang hari, restoran tidak terlalu ramai dan klub masih tutup, jadi Paman Lu tidak begitu sibuk.
"Paman," panggil Ellena dan menghampiri pria tua itu.
Paman Lu sibuk berkutat dengan ponsel yang diberikan oleh Ellena waktu itu.
"Ellena," panggil Paman Lu kembali dan tersenyum lebar.
"Bagaimana Paman? Apakah Paman sudah bisa memakai ponsel itu?" tanya Ellena dan berdiri di samping Paman Lu.
"Lihat! Lihat, anak paman mengirimkan foto-foto cucu Paman!" ujar Paman Lu bahagia dan memperlihatkan foto cucunya kepada Ellena.
"Sangat menggemaskan," ujar Ellena jujur.
"Paman sudah bisa membuat panggilan telepon dan menerima pesan! Sisanya Paman tidak butuh." Paman Lu berujar senang.
"Baguslah, jika Paman menyukai ponsel itu," ujar Ellena sambil tersenyum.
"Mengapa kamu tiba begitu awal?" tanya Paman Lu kembali.
"Teman akan mentraktir makan," ujar Ellena, kemudian pamit kepada Paman Lu.
Ellena menghampiri Ethan yang sudah menunggunya di depan pintu restoran. Mereka berdua masuk dan semua karyawan menyapa dirinya, tidak lupa mereka menatap Ethan dan mengira-ngira apakah pria itu adalah kekasih baru Ellena?
"Kamu bekerja di sini?" tanya Ethan saat mereka duduk di salah satu meja dekat jendela.
Ellena mengangguk dan menerima buku menu dari Lea, salah satu pelayan restoran yang juga sahabatnya. Lea juga menyerahkan satu buku menu kepada Ethan.
"Apa yang kamu rekomendasikan?" tanya Ethan.
"Kamu suka pasta?" tanya Ellena.
Ethan mengangguk. Lalu, Ellena memesan dua porsi pasta dan dua gelas minuman. Ethan menambahkan pesanan dengan beberapa porsi snack.
Ethan menatap kagum kepada Ellena. Hidup gadis itu tidaklah mudah.
"Apakah ini alasannya kamu dapat mengenai tukang parkir itu?" tanya Ethan.
"Paman Lu! Panggil dia Paman Lu," ujar Ellena.
"Baik! Baik! Jadi, karena kamu bekerja di sini makanya kamu kenal dengan Paman Lu dan memberikannya ponsel?" Ethan mengulang pertanyaannya.
"Sebenarnya, aku sudah mengenal Paman Lu sebelum bekerja di sini! Dulu aku supir pengganti, jadi aku butuh bantuan Paman Lu. Berkat Paman Lu, diriku dapat bekerja di sini," jelas Ellena. Walaupun, dirinya tahu itu semua adalah karena bantuan Marco Kang, tetapi Ellena tidak memungkiri adanya keterlibatan Paman Lu.
"Lalu, bagaimana dengan ponsel?" tanya Ethan, tidak sepenuhnya mengerti dengan penjelasan Ellena.
"Ponsel itu sebenarnya untuk dikembalikan kepada seorang teman! Namun, teman itu tidak membutuhkannya jadi aku berikan kepada Paman Lu," jawab Ellena santai.
Makanan mereka telah disajikan dan mereka mulai makan. Ellena tidak dalam suasana hati yang baik, jadi dirinya lebih banyak diam. Lain halnya dengan Ethan, yang begitu banyak bertanya dan cukup membuat Ellena pusing.
Selesai makan, waktu sudah hampir pukul 6 sore. Sudah waktunya bagi Ellena mulai bekerja.
"Aku harus bekerja! Terima kasih atas makanannya," ujar Ellena dan meninggalkan meja itu.
Ethan menatap Ellena yang menghilang di ruang belakang restoran. Dirinya tidak ingin mengganggunya Ellena bekerja, jadi Ethan membayar tagihan dan keluar dari restoran.
Di ruang ganti.
"Hei! Itu kekasih barumu? Sungguh tampan dan terlihat kaya. Di mana kamu bertemu pria seperti itu? Kenalkan aku satu ...!" ujar Lea yang menghampiri Ellena ke ruang ganti.
Brakkk!!!
Ellena menutup loker pakaian dengan kuat. Lalu, bersandar di depan pintu loker sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kita tidak butuh pria untuk hidup! Itu hanya teman," ujar Ellena dan berjalan meninggalkan Lea sendirian.
Ellena tidak akan pernah mengantungkan hidupnya kepada seorang pria. Itu sama saja dengan berjalan di atas tali tipis yang dapat putus kapan saja.
Ellena kembali bekerja dan setelah jam kerja selesai, dirinya menghampiri Sang Manager yang hendak keluar dari restoran.
"Tuan!"
Panggilan Ellena menghentikan langkah Sang Manager yang berbalik menghadapnya.
"Ada apa, Ellena?"
"Hmmm, Tuan besok saya akan mulai bekerja di perusahaan LnK Group. Jadi, ada kemungkinan aku datang terlambat. Namun, aku belum tahu seperti apa nantinya jam kerja di sana," ujar Ellena yang berusaha menjelaskan mengenai pekerjaan barunya.
"Tidak masalah, kita dapat menyesuaikan jam kerjamu nantinya. Selamat atas pekerjaan barumu," ujar Sang Manager yang telah begitu baik padanya.
"Terima kasih," ujar Ellena dan merasa lega, Sang Manager dapat memahami kondisinya.
***
Keesokan harinya, Ellena bangun sangat pagi. Bahkan dirinya kesulitan tidur dan terus memeriksa waktu. Walaupun hanya menjadi seorang Helper, setidaknya dirinya sudah melangkah masuk ke dalam perusahaan. Sisanya, Ellena akan bekerja keras dan membuktikan kemampuannya.
Setelah sarapan, Ellena berangkat ke perusahaan menggunakan bus. Hari ini Ellena mengenakan pakaian terbaik yang ada di lemari pakaian milik putri Paman dan Bibi Gu. Kemeja lengan panjang, bahan lemas berwarna hitam, dipadu dengan celana jeans biru pucat miliknya. Ellena mengikat rambutnya model ekor kuda dan membawa tas ransel satu-satunya.
Tiba di perusahaan, Ellena menghampiri meja resepsionis untuk mengambil kartu pengenal sementara. Ternyata, kartu pengenal karyawan telah disediakan, karyawan masa percobaan dan tertera jelas jabatannya sebagai seorang Helper.
"Helper?" tanya resepsionis yang kemarin bermain mata dengan Ethan.
Ellena hanya tersenyum tipis, padahal jabatan wanita itu tidak lebih baik dari dirinya dan sudah begitu angkuh. Tidak ingin awal harinya dimulai dengan berdebat, setelah mengambil kartu pengenal, Ellena berjalan menuju lift.
Kartu pengenal di gesek, Ellena berjalan tepat di depan pintu lift yang sudah begitu banyak karyawan mengantri.
"Ellena!" panggil Ethan.
"Hei! Kapan kamu tiba?" tanya Ellena setelah melihat Ethan.
"Barusan," jawab Ethan. Padahal, Ethan sudah menunggu di depan lift hampir setengah jam. Dirinya menunggu Ellena.
Ding!!!
Pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam bersama dengan karyawan yang berbondong-bondong.
Seperti kemarin, Ellena berdiri di sudut ruang lift dan Ethan berdiri di depannya menjaga Ellena dari dorongan karyawan lain.
"Helper?" tanya Ethan saat melihat kartu pengenal yang tergantung di leher Ellena.
"Fashion Illustrator, keren!" ujar Ellena dan ikut membaca jabatan Ethan yang tertulis di kartu pengenal.
"Bukan itu jabatan yang kamu pilih bukan?" tanya Ethan khawatir. Meskipun jabatan Helper terdengar sepele, tetapi itu pekerjaan yang tidak mudah. Semua hal harus dilakukan dan membantu begitu banyak orang.
"Bukan! Seperti biasa, jalan hidupku tidak mudah. Namun, aku bersyukur masih diterima, terlepas dari apa jabatannya."
Ellena berujar santai, dirinya berusaha mengabaikan rasa marah dan iri yang memenuhi hatinya.
"Bersabarlah! Aku yakin dirimu akan mendapatkan promosi jabatan sesegera mungkin," hibur Ethan sambil menepuk perlahan kepala Ellena.