Bab 19 . Wawancara (Part 2)
Plok plok plok!
Joya bertepuk tangan dan menatap Ellena dengan senyum lebar.
"Sangat bagus!" puji Joya.
"Silahkan keluar dan tunggu pengumuman, apakah dirimu lolos di sesi ini atau tidak," ujar penguji pria.
"Baik," jawab Ellena, sambil melepaskan kaos tadi dan meletakkannya kembali di atas meja.
Setelah Ellena keluar, Joya berkata, "Aku ingin Ellena menjadi asistenku!"
"Ajukan itu kepada Manager," ujar penguji wanita yang lain.
"Huh! Manager yang tidak berkualitas!" gerutu Joya kesal.
Di luar, Ellena kembali duduk di kursinya tadi. Dirinya yakin mampu melewati tes sesi kedua ini, tetapi dirinya tetap merasa cemas. Tidak lama, nama-nama yang lolos tes sesi kedua disebutkan. Beruntung Ellena lolos dan itu membuatnya kembali merasa lega. Sekarang hanya tersisa sekitar 15 orang dari 55 orang. Bagaimana dengan Ethan? Apakah pria itu lolos? batinnya. Mereka berada di ruangan yang berbeda, jadi Ellena tidak tahu bagaimana kabar pria itu.
Sesi ketiga adalah sesi wawancara dengan petinggi. Itu artinya, Ellena harus mempersiapkan diri dan terlihat percaya diri.
Ellena kembali menunggu dalam rasa cemas, setiap orang menjalani wawancara sangat singkat, sekitar 5 sampai 10 menit. Namun, Ellena merasa waktu berjalan begitu lambat dan menunggu begitu lama untuk tiba gilirannya. Ternyata, dirinya adalah peserta yang dipanggil paling akhir. Semua orang sudah meninggalkan ruang tunggu, hanya tinggal dirinya.
"Ellena."
Akhirnya, dirinya di panggil. Ellena mengangkat wajahnya tinggi, dirinya ingin terlihat percaya diri. Namun, semua itu sia-sia saat Ellena masuk ke dalam ruang wawancara.
Ketiga penguji sesi kedua berada di ruangan itu, mereka semua duduk di belakang meja panjang yang ada di hadapan Ellena. Namun, satu orang yang membuat Ellena risau.
Seorang wanita muda yang duduk di sudut meja panjang itu dan melihatnya dengan tatapan membunuh. Itu Pricilla, saudari tirinya. Apa yang Pricilla lakukan di sini? batinnya.
"Perkenalkan, ini Nona Pricilla, Manager divisi Fashion Design!" ujar Joya memperkenalkan Pricilla.
Ellena merasa jantungnya merosot. Bagaimana mungkin saudari tirinya menjabat sebagai Manager? Bukankah itu terlihat jelas, usaha Bibi Yihua menempatkan putrinya di jabatan penting perusahaan. Ellena merasa marah dan iri. Benar! Dirinya marah dan iri, bagaimana dirinya dapat diperlakukan seperti ini.
Senyum Ellena sirna saat melihat Pricilla. Dirinya yakin, Pricilla akan mempersulit dirinya.
Sesi wawancara dimulai, beruntung Joya yang mengajukan pertanyaan. Jadi, Ellena lebih tenang dalam menjawab pertanyaan. Tidak ada kendala dalam menjawab pertanyaan dan Joya terlihat puas dengan dirinya.
"Nona Pricilla, aku ingin Nona Ellena Lee menjadi asistenku," jelas Joya langsung di hadapan Ellena.
Pricilla berdiri dan berjalan mendekati Ellena. Tubuh indah, dibalut dengan pakaian bermerek, serta wajah dengan riasan yang sempurna. Membuat Pricilla terlihat begitu memukau dan saat mereka berdiri berdampingan, penampilan mereka terlihat sangat bertolak belakang.
"Aku yakin ada masalah di mata dan pikiranmu!" ujar Pricilla dingin kepada Joya.
"Bagaimana kamu bisa memutuskan untuk menggaji dia? Bahkan penampilannya saja sudah tidak pantas untuk berada di perusahaan ini! Tidakkah kamu tahu jelas, perusahaan ini bergerak di bidang mode. Setidaknya kamu harus berusaha berpenampilan pantas, walau hanya untuk menjalani wawancara!" ujar Pricilla mengejek.
"Namun, tes sesi satu dan kedua dilewati Ellena dengan hasil yang sempurna! Untuk penampilan, aku akan-" ucapan Joya terpotong oleh Pricilla, yang berkata, "Siapa Manager di ruangan ini? Apakah kamu lupa, keputusan akhir ada di tanganku?"
Joya menatap Pricilla tajam. Ellena dapat melihat, Pricilla bukanlah atasan yang disukai atau disegani. Namun, tidak ada yang dapat disalahkan, itu semua murni karena sifat Pricilla yang menjengkelkan.
"Jika, Nona tidak dapat menyetujui keinginan saya, maka takutnya target untuk peluncuran mode baru tahun depan akan terhambat eksekusinya! Aku butuh asisten yang pintar dan memiliki selera yang sama denganku!" ujar Joya kembali.
"Kamu mengancam?" tanya Pricilla dingin.
"Tidak! Itu kenyataan, kita butuh asisten dan tidak ada yang aku inginkan selain Ellena!" jawab Joya langsung.
Pricilla berjalan ke arah meja dan duduk di salah satu kursi kosong dibalik meja itu. Jari jemari dengan kuku panjang bercat merah mengetuk meja. Kedua penguji lainnya hanya diam dan tidak berani bersuara.
Ellena menatap Joya dan merasa kagum atas keberanian wanita itu.
"Baiklah! Jika dirimu memaksa! Namun, aku tidak bisa membiarkan seseorang dengan selera mode yang begitu buruk menjabat sebagai Asisten Fashion Designer! Ellena, kamu akan menjabat sebagai Helper di divisi Fashion Design! Itu artinya selain membantu Joya, kamu harus membantu semua Fashion Designer lain yang butuh bantuanmu! Hanya ini keputusan yang dapat aku buat, karena aku sudah memutuskan siapa saja 10 orang yang menjabat sebagai Asisten Fashion Designer."
Setelah menyampaikan hal itu, Pricilla bangkit dan berjalan dengan anggun keluar dari ruangan ini. Tentu hal itu tidak luput dari tatapan membunuh Joya.
Joya kembali menatap Ellena dengan tatapan kecewa. Bagaimana gadis dengan bakat sebagus ini, hanya dijadikan sebagai seorang Helper? Namun, itu lebih baik daripada tidak, nanti dirinya akan mencari cara agar Ellena tidak lama berada di posisi itu, batin Joya.
"Baiklah! Keputusan telah dibuat, apakah kamu akan menerima tawaran tadi?" tanya Joya.
Ellena meremas ujung kemejanya tanpa sadar. Jika dirinya menolak, maka itu sesuai dengan keinginan Pricilla. Ellena tidak berencana membuat saudari tirinya itu merasa senang. Jadi, Ellena mengangguk kuat sebagai jawaban atas pernyataan Joya.
"Bagus! Kamu mulai bekerja besok dan jangan terlambat!" ujar Joya yang juga merasa puas atas keputusan Ellena.
"Terima kasih," ujar Ellena dan berjalan keluar ruangan.
Saat dirinya keluar, Ethan sudah menunggu.
"Bagaimana?" tanya Ethan dengan senyum lebar.
Dari senyuman pria itu, Ellena tahu wawancara Ethan berjalan dengan lancar.
"Besok aku mulai bekerja," jawab Ellena datar dan berjalan ke arah lift .
"Namun, mengapa kamu tidak terdengar gembira?" tanya Ethan.
"Jangan terus membahas diriku! Bagaiman denganmu?" tanya Ellena.
Ding!!!
Pintu lift terbuka dan mereka berdua masuk ke dalam lift.
"Aku diterima sebagai Fashion Illustrator di tim inti perusahaan," ujar Ethan tidak lagi begitu antusias. Karena dirinya yakin, semua ini ada campur tangan Sang Ibu.
Ellena hanya mengangguk dan ikut senang terhadap pencapaian Ethan.
Mereka keluar dari lift dan berjalan menuju lobi. Setelah mengembalikan kartu tanda pengenal sementara, mereka berdua keluar dari pintu putar.
"Bagaimana kamu pulang?" tanya Ethan.
"Bus," jawab Ellena sambil menunjuk ke tempat di mana halte bus berada.
"Aku antar!" ujar Ethan dan langsung menggandeng tangannya. Ethan tidak bertanya, tetapi langsung menariknya ke arah mobil sport merah terparkir.
"Bukankah itu terlalu mencolok?" tanya Ellena menatap mobil mewah itu.
"Aku suka menjadi pusat perhatian," ujar Ethan santai dan membuka pintu mobil penumpang di bagian depan.
Ellena masuk dan Ethan menutup pintu mobil, lalu berlari ke arah pintu mobil pengemudi. Ethan masuk dan menyalakan mesin mobil. Mobil pun melaju meninggalkan gedung perusahaan LnK Group. Ellena menatap gedung perusahaan itu dari kaca spion mobil, sampai gedung itu hilang dari pandangannya.
Ellena merasa matanya hangat, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Mengapa ayah dan ibu meninggalkan dirinya seorang diri? Tidakkah mereka tahu, kehidupannya sangat berat? Terkadang Ellena berpikir, bagaimana jika dirinya menyusul ayah dan ibunya saja?