Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 18 . Wawancara (Part 1)

Ellena merasa miris. Dulu, dirinya tidak pernah menggunakan lift umum ini. Biasanya, ayah akan membawanya ke ujung ruangan ini dan menggunakan lift pribadi. Bukankah kehidupan seperti lelucon yang tidak lucu? Dirinya bahkan harus membuat surat lamaran untuk bekerja di perusahaan milik ayahnya.

Tanpa sadar, Ellena menghela napas.

"Lelah?" tanya Ethan.

"Sedikit," jawab Ellena jujur.

Ding!!!

Pintu lift terbuka dan mereka masuk bersama dengan begitu banyak karyawan lainnya. Ellena berdiri di sudut lift bagian belakang, keadaan lift penuh sesak dan tubuh mereka terus terdorong.

Ethan berbalik menatap Ellena dan kedua tangannya diletakkan di besi pegangan yang terpasang di sekeliling lift. Ethan menggunakan tubuhnya menjaga Ellena dari orang-orang yang berdesakan di dalam lift.

Ellena tersenyum dan berkata, " Sungguh seorang gentleman."

Ethan hanya mengangguk dengan tersenyum simpul. Ellena menggunakan kesempatan ini untuk menilai penampilan pemuda itu. Postur Ethan tidak terlalu tinggi, jika dibandingkan dengan Marco dan Kevin Kang. Namun, Ellena tetap kalah tinggi dari Ethan. Wajah pria itu memiliki bintik hitam disekitar batang hidungnya, mata besar, alis tebal, hidung mancung sedikit lebar dan bibir berisi, dengan warna kulit kecoklatan. Secara keseluruhan, Ethan termasuk tampan dan Ellena yakin ketampanan itu akan semakin sempurna seiring bertambahnya usia.

"Apa yang kamu lihat?" tanya Ethan yang sadar akan tatapan Ellena sedari tadi.

"Wajahmu!" jawab Ellena.

"Aku tahu aku tampan," jawab Ethan sambil tersenyum lebar.

"Ya, ya, ya."

Ellena memutar bola matanya dan sedikit risih dengan pria yang begitu percaya diri. Hal itu membuat dirinya teringat akan kedua pria Kang itu.

Ding!!!

Pintu lift terbuka di lantai yang mereka kehendaki. Ethan menggandeng tangan Ellena dan membantunya keluar dari lift yang penuh sesak.

Saat berada di luar lift, Ellena menelan ludah melihat begitu banyak pelamar yang sudah menunggu. Yang paling membuat Ellena khawatir adalah penampilan mereka semua yang begitu memukau, berbanding terbalik dengan penampilannya saat ini. Semua mata tertuju pada mereka berdua yang baru keluar dari lift.

Rata-rata mereka menatapnya dengan tatapan merendahkan, tetapi lain halnya dengan Ethan. Mereka yang kebanyakan adalah wanita, menatap kagum kepada Ethan.

Ellena melepaskan tangannya dari genggaman Ethan dan berkata, "Ayo!"

Ethan mengikuti dirinya berjalan ke arah kursi kosong yang berada di sudut ruangan dan mereka berdua duduk di sana.

"Apakah penampilanku payah?" bisik Ellena.

Ethan memundurkan tubuhnya dan menatap penampilan Ellena.

"Tidak! Kamu terlihat seperti calon peserta wawancara kerja pada umumnya," jawab Ethan apa adanya.

"Maksudku, penampilanku kalah jauh dibandingkan dengan pelamar lainnya," ujar Ellena cemas.

"Apa pentingnya penampilan? Yang penting apa yang ada di dalam sini," ujar Ethan sambil menunjuk kepala Ellena.

Ellena tersenyum tipis, dirinya yakin Ethan berusaha menghibur. Namun, hal itu tetap membuatnya cemas.

Sesi pertama adalah tes tertulis, para pelamar dibagi menjadi beberapa kelompok, tergantung pada divisi pilihan mereka. Ellena memilih sebagai asisten Fashion Designer*, sedangkan Ethan sebagai seorang Fashion Illustrator**.

Lalu, mereka masuk ke ruangan yang telah ditentukan dan mulai melakukan tes tertulis.

Tidak ada kendala apapun bagi Ellena untuk menyelesaikan esai itu. Hal itu, membuat Ellena kembali merasa percaya diri dan mengabaikan tatapan merendahkan dari orang lain.

Ellena tidak lagi bertemu dengan Ethan. Dirinya duduk di kursi tunggu untuk menunggu tes wawancara yang merupakan sesi kedua. Ellena mengepal tangannya yang ada di atas pangkuan dan berusaha menenangkan diri. Ini adalah wawancara formal pertama yang dijalaninya, ditambah lagi dirinya sangat ingin bekerja di perusahaan ini. Tekanan mental cukup berat dirasakan olehnya.

"Ellena Lee."

Ellena terlompat kaget saat namanya dipanggil. Lalu, dirinya buru-buru berdiri dan menghampiri seorang wanita yang memanggil namanya.

"Ikut aku," ujar wanita itu datar dan mereka berjalan masuk ke salah satu ruangan.

Ellena membungkukkan badan memberi hormat, lalu menyapa dengan berkata, "Selamat siang, nama saya Ellena Lee."

"Silahkan duduk."

Ujar salah seorang penguji dari tiga penguji yang ada di hadapannya.

"Kami bertiga adalah Fashion Designer inti dari LnK Group, ada 10 orang Fashion Designer inti. Kami mewakili rekan-rekan kami yang lain untuk menemukan asisten yang kompeten! Perkenalkan nama saya Joya," ujar salah seorang penguji yang masih sangat belia.

Ellena menatap kagum ke arah Joya, terlihat jelas selera fashion wanita itu sangat berkelas. Pakaian simpel, tetapi terlihat mahal saat dikenakan oleh wanita bernama Joya itu.

"Hasil tes tertulis milikmu, sempurna!" ujar penguji lainnya. Seorang pria paruh baya dengan penampilan sangat perlente.

Ellena tersenyum senang, saat mengetahui hasil tes tertulisnya sempurna.

"Jangan terlalu senang! Kami tidak butuh kutu buku! Kami butuh asisten yang inspiratif dan berbakat!" ujar penguji lainnya, seorang wanita paruh baya yang berekspresi dingin. Penampilan wanita itu sangat kaku, membuat Ellena teringat akan guru sekolahnya yang sangat galak.

Senyum Ellena menghilang setelah mendengar perkataan wanita paruh baya itu.

Joya berjalan ke arah meja bulat yang ada di tengah-tengah ruangan. Pandangan Ellena mengikuti wanita muda itu.

"Kaos putih, pita satin gulungan dan gunting!" ujar Joya sambil menunjuk ke benda-benda yang ada di atas meja.

"Kamu memiliki waktu 10 menit untuk mengubah kaos itu menjadi sesuatu yang artistik!" ujar wanita paruh baya, berpenampilan kaku itu.

"Waktu dimulai!" ujar penguji pria.

Ellena berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah meja bulat itu. Joya mundur satu langkah untuk memberikan ruang bagi Ellena untuk bekerja.

Ellena melebarkan kaos yang terlipat rapi di atas meja. Kaos putih berkerah bulat dengan ukuran standar, kaos putih biasa yang begitu besar, batinnya.

Lalu, Ellena melihat hanya ada gunting dan pita gulungan satin berwarna hitam. Otak Ellena berputar cepat dan sebuah ide muncul di benaknya.

Ellena mulai menggunting bagian samping leher kaos. Ellena hendak menyulap kaos itu menjadi gaun mini one shoulder***

Untuk bagian pinggang, Ellena akan membentuknya dengan mengunakan pita gulungan tadi. Ellena membuat beberapa sobekan kecil di bagian samping kaos dan menyelipkan pita. Pita itu ditarik kuat dan membuat kaos memiliki beberapa kedutan ke atas.

Ellena tidak memotong pita satin itu dan dibiarkan menggantung panjang. Lalu, Ellena memakai kaos itu di atas pakaiannya dan mulai membentuk sesuai dengan apa yang terlukis di pikirannya.

Ellena mengeluarkan sebelah lengannya dari kaos dan menyelipkan lengan baju itu ke dalam. Dirinya tidak dapat menggunting semua bagian lengan kaos yang tidak terpakai, karena jika itu dilakukan maka kaos akan sangat longgar dan tidak elastis.

Pita satin tadi dilingkarkan ke pinggulnya,membuat pita itu terlihat seperti sabuk. Ellena mengikat asal gabungan antara kedua sisi pita dan mengguntingnya terlepas dari gulungan. Kedutan yang dibentuk oleh ikatan pita membuat bagian bawah kaos menjadi ketat dan berlipit ke atas.

Kemudian, Ellena mengambil gulungan pita dan menguntungkannya cukup panjang dan di lingkarkan ke lehernya, lalu diikat menjadi sebuah dasi.

"Selesai!" ujar Ellena puas.

"3 menit 45 detik!" ujar penguji pria.

*Fashion Designer adalah orang yang berurusan dengan penciptaan sebuah mode.

**Fashion Illustrator adalah orang yang menuangkan mode yang sudah ada dalam gambar 2 dimensi, untuk ditampilkan dalam majalah atau media lainnya.

***Dress one shoulder adalah jenis gaun yang mempunyai satu lengan saja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel