Bab 17 . Kakak Perempuan Yang Galak
Kevin Kang tersenyum, walaupun tubuhnya sakit, tetapi hatinya bahagia. Akhirnya, dirinya menemukan wanita yang begitu istimewa.
Kevin Kang menggunakan siku tangan untuk menopang tubuhnya. Dirinya tidak berdiri dari posisinya itu dan menatap lekat kepada Ellena.
Ellena sendiri berkacak pinggang dan membalas tatapannya dengan angkuh, seraya berkata, "Ingat untuk memberikan tanda terima kasih kepada seluruh staff restoran!"
Ellena melompat melangkahinya dan berlari menuruni tangga. Kevin Kang masih menatap tidak percaya kepada wanita itu. Seulas senyuman menghiasi wajah tampannya dan akhirnya dirinya berdiri, lalu kembali ke ruangan VVIP tadi.
"Apa yang Paman lakukan terhadap Ellena?" tanya Marco saat bertemu dengan Sang Paman.
"Mengajaknya berkencan!" jawab Kevin Kang dan mengambil sebatang cerutu, lalu hendak menyalakannya. Namun, tangannya terhenti mengingat ucapan Ellena soal otaknya yang berasap. Kevin Kang tidak jadi menyalakan cerutu itu dan kembali duduk bersandar.
"Lalu, apa tanggapan Ellena?" tanya Marco penasaran. Ada rasa tidak suka yang muncul di dalam hatinya, saat memikirkan Sang Paman akan berkencan dengan Ellena Lee, saudari tirinya itu.
Kevin Kang menggelengkan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan keponakannya.
Ha ha ha!!!
Marco Kang tertawa geli, seraya berkata, "Apakah itu artinya Paman ditolak?"
Kevin Kang menatap Marco dengan tajam. Apakah keponakannya itu begitu senang, karena penolakan Ellena? Bahkan, dirinya tidak berencana memberitahukan tentang dirinya berakhir di atas lantai karena ulah Ellena. Kevin Kang sudah memastikan bodyguard yang menyaksikan hal tadi, menutup mulut mereka. Jadi, hal memalukan itu cukup diketahui oleh dirinya sendiri.
"Aku tidak gampang menyerah," lanjut Kevin Kang santai di sela gelak tawa keponakannya yang belum berhenti.
Kedua pria Kang, sibuk mengobrol dan mengabaikan ketiga wanita cantik tadi yang datang bersama dengan mereka.
***
Keesokan harinya, Ellena mendapat panggilan wawancara dari LnK Group, perusahaan milik ayahnya. Hal itu membuat Ellena berlari gembira di sekeliling rumah mungil Paman Gu. Paman dan Bibi Gu ikut gembira atas hal itu. Wawancara akan dilakukan siang ini, jadi Ellena tidak lagi sempat membantu di Dojo.
Selesai makan siang, Ellena mandi dan keramas. Lalu, membuka lemari pakaian mencari pakaian mana yang tepat digunakan untuk wawancara kerja, hari ini. Tidak ada baju mewah di dalam lemari itu, hanya pakaian sederhana yang nyaman di pakai. Akhirnya, pilihan Ellena terjatuh pada kemeja putih lengan panjang, milik putri Paman Gu. Ellena tidak memiliki rok, dirinya hanya mengenakan rok saat bekerja di restoran, benar rok seragamnya. Sisanya di lemari pakaian, hanya ada celana dan celana.
Ellena mengambil celana panjang jeans berwarna hitam. Dirinya, bertukar pakaian dan mengikat rambutnya model ekor kuda.
Menatap pantulan dirinya di cermin, Ellena terlihat sederhana. Namun, hanya ini pakaian yang dimilikinya. Dirinya hanya harus percaya diri dan yakin dengan pengetahuannya.
Setelah meyakinkan dirinya sendiri, Ellena pamit kepada Paman dan Bibi Gu. Menggunakan bus, Ellena pergi ke perusahaan LnK Group.
Ellena turun di halte bus dan bejalan sekitar 5 menit untuk tiba di gedung perusahaan yang sangat artistik. Tentu saja, karena perusahan itu bergerak di bidang mode. Ellena menengadah menatap gedung perusahaan yang begitu tinggi dan kokoh. Sewaktu kecil, ayah pernah beberapa kali mengajaknya datang ke ke perusahaan dan mereka akan menggunakan lift pribadi untuk tiba di ruang kerja ayah yang berada di lantai paling atas.
Kenangan itu, membuat mata Ellena mulai panas dan pandangannya kabur karena air mata. Tidak memperhatikan jalan di depannya, Ellena terjungkal ke depan karena menabrak seseorang.
Bruk!!!
"Argh ...!" pekik Ellena, karena terjatuh ke depan. Beruntung Ellena menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuhnya, jika tidak wajahnya yang akan mendarat di lantai batu alam yang kasar.
"Kau tidak apa-apa?" tanya seorang pria, saat Ellena berusaha berdiri.
Sial! Sungguh sial! Bagaimana dirinya bisa terjatuh di saat-saat penting seperti ini. Ellena buru-buru berdiri dan menepuk pakaiannya agar tidak ada debu yang menempel.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya pria yang ditabraknya tadi.
"Maafkan aku! Aku tidak memperhatikan jalan," ujar Ellena sambil menengadah menatap lawan bicaranya.
"KAMU ...!"
"Ellena?"
Ujar mereka berdua bersamaan. Pria itu adalah pria yang ditemuinya di depan klub dua hari yang lalu. Ellena menjadi supir pengganti untuk pria itu dan mengantarnya ke hotel berbintang lima.
"Kamu akan melakukan wawancara?" tanya pria itu pada Ellena.
Ellena tersenyum lebar dan mengangguk, seraya berkata, "Bagaimana dengan dirimu?"
Penampilan pria itu, sama dengan waktu mereka bertemu. Berpakaian rapi dan bermerek, terlihat jelas pria itu kaya.
"Aku juga datang untuk mengikuti wawancara," jawab pria itu.
"Ethan Qi," Pria itu mengulurkan tangan dan hendak resmi berkenalan dengannya.
"Ellena Lee."
Ellena menjabat tangan Ethan dan mereka berjabat tangan dengan senyum terpatri di wajah masing-masing. Saat mendengar marga mereka masing-masing, membuat Ellena teringat akan ibu tirinya. Begitu juga dengan Ethan, mendengar marga Ellena membuat dirinya teringat akan suami kedua ibunya, Tuan Lee yang sudah meninggal.
Namun, mereka berdua merasa marga itu hanya kebetulan sama, karena tidak mungkin anak pemilik perusahaan melamar pekerjaan melalui jalur umum.
"Ayo!" ajak Ethan kepada Ellena.
"Bukankah dirimu anak orang kaya, mengapa berada di sini?" tanya Ellena saat mereka berjalan masuk ke dalam perusahaan.
"Perintah ibuku!" jawab Ethan datar.
Ellena tersenyum, menatap pria yang berjalan di sampingnya. Walaupun terlihat seperti berandalan, siapa sangka pria itu patuh pada perintah ibunya.
"Berapa usiamu?" tanya Ellena saat mereka berdiri di depan meja resepsionis yang begitu besar dan panjang, untuk mengambil kartu tanda pengenal.
"Apa pedulimu dengan usiaku?" tanya Ethan sambil menerima kartu pengenal sementara dari resepsionis.
Ellena melihat jelas wanita yang berada di balik meja, mengedipkan sebelah matanya kepada Ethan. Parahnya, wanita itu berusia jauh di atas Ethan.
Ellena menggandeng tangan Ethan dan memberikan tatapan kepemilikan kepada wanita itu. Hal itu, membuat kartu pengenal milik Ellena di letakkan dengan kasar di atas meja oleh wanita itu.
"Ayo!" ujar Ellena sambil mengambil kartu pengenal miliknya dan berjalan menjauhi meja itu.
Kartu pengenal harus di scan agar dapat masuk ke bagian dalam perusahaan. Mereka berdua menscan kartu pengenal masing-masing dan masuk ke bagian dalam perusahaan.
"Kamu cemburu, melihat wanita tadi menggoda diriku?" tanya Ethan gembira.
Pok!!!
Ellena mengetuk kepala Ethan dengan siku jari telunjuknya.
"Aduh ...!!!" pekik Ethan sambil menyentuh kepalanya yang diketuk Ellena.
"Walaupun kamu tidak mau mengatakan berapa usiamu, tapi aku yakin dirimu lebih muda dari diriku sekitar 3 atau 4 tahun! Itu artinya, kamu masih sangat muda dan bagaimana jika kamu jatuh dalam godaan wanita tadi? Lagipula, kamu pria muda kaya yang memiliki alasan tersendiri mengapa melamar pekerjaan di perusahaan ini dengan jalur umum!" ujar Ellena kesal. Dapat terlihat jelas, Ethan pria muda dan kaya. Itu artinya pria itu tidak akan mandiri di usia semuda itu, lain halnya dengan dirinya yang sudah harus banting tulang untuk menghidupi dirinya sendiri.
"Kenapa kamu terlihat seperti seorang kakak perempuan yang galak?" gerutu Ethan.
"Karena aku lebih tua darimu!" jawab Ellena singkat.
Mereka berdua berdiri di depan salah satu dari tiga pintu lift, bersama dengan karyawan perusahaan yang begitu banyak.