Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

10. Universe (1)

bagian 1

-Universe-

.

.

"Do you speak Russian?"

"No." Angin menjawab dengan singkat, matanya tak beralih dari jendela pesawat jet pribadi milik keluarga Trahvensky. Ia tak bisa membayangkan kehidupannya setelah ini. Apakah ia bisa menemukan the beloved dan membawanya untuk Theo ataukah dia akan berakhir dengan peluru bersarang di kepalanya. Angin menarik napas lelah, tinggal sedikit lagi, batinnya ngilu.

.

Orion menatap gerakan Miroceanic dengan mata menyelidik. Mengukur bagaimana sepak terjang Miro yang misterius di matanya. Sungguh merasa aneh dengan menghilangnya semua data informasi mengenai anak itu. Dan diam-diam memuji bagaimana pamannya begitu rapi menyembunyikan seorang Miroceanic.

"Kamu tahu mengapa Theodore memberi nama kamu Miroceanic?"

.

Angin tidak menjawabnya. Membiarkan sang anak tertua berbicara untuk memecah kebekuan dari kecanggungan yang menyebalkan.

.

"Mi (mai) berasal dari kata my, menyatakan milik. Ocean (osean) adalah samudra, Nic adalah adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti anak lelaki yang memenangkan. Theo menggabungkannya menjadi Miroceanic, pria yang memenangkan samudra miliknya. Anak lelaki yang memiliki segala hal dimiliki Theo. Betapa ia mencintaimu dengan sangat."

.

Ada rasa sakit yang di rasakan Angin, mengingat bagaimana ia membenci lelaki itu. Bagaimana ia menolak eksistensi orang yang menjadi ayahnya. Dan penyesalan yang merambat bagai air terhadap sumbu. Begitu pelan tapi menjalari hatinya yang keras bagi batu, yang menolak semua rasa cinta.

.

"Pria itu begitu ahli menyimbunyikan dirimu dari pengawasan kami. Bagaimana semua informasi tentang dirimu nyaris nol. Hingga sang ratu merasa diabaikan, dan menyuruh kaki tangannya untuk melenyapkanmu. Namun Theo menyelamatkanmu sekali lagi."

.

Ada tangan transparan meremas jantung Angin, menyebabkan ia kesulitan bernapas. Segalanya menjadi terang di matanya. Segala kenangan yang ia coba gali dan ia cari yang dulu buram menjadi jelas sekarang. Alasan kenapa Eyang kakung meminta Theo mengambil Angin di saat ajal menjemput lelaki tua itu. Bukan karena Eyang kakung membenci Angin karena menyebabkan putrinya meninggal, tapi lebih karena sayangnya kepada cucu yang berasal dari neraka. Lelaki tua itu ingin agar Angin aman bersama ayah kandungnya. Hanya Theo satu-satunya yang bisa melakukan itu.

.

Kenyataan itu membuat Angin merasa matanya perih, ia kehilangan fungsi paru-parunya. Ia meraup udara dengan tergesa. Rasanya napasnya menghilang. Kenyataan bahwa lelaki yang ia benci setengah mati justru mencintainya. Eyang kakung menyayanginya. Kenyataan yang ia takutkan. Bagaimana jika ia terlalu banyak menerima cinta? Cinta hanya akan melemahkannya. Tangannya gemetar. Angin mengusap wajahnya dengan gusar.

Theo menyayanginya.

Kalimat itu membuat dadanya sakit. Ketakutan merajamnya tanpa ampun. Cinta hanya akan melemahkan keteguhannya untuk melarikan diri. Padahal ia ke sini menguatkan hatinya untuk mati.

Ia hanya tak ingin seoarang pun mencintainya. Ia ingin semua orang membencinya. Ia pernah merasakan kepedihan bagaimana ditinggalkan. Ia pernah melihat kesedihan tak berujung milik Theo ketika membicarakan ibunya. Dan bagaimana putus asanya Eyang kakung setiap kali nama almarhumah ibunya dibicarakan. Ia tak ingin rasa itu ada pada satu orang pun ketika ia mati.

Ia ingin semua orang bahagia ketika ia mati. Maka itu, ia bertekad untuk dibenci oleh siapapun di muka bumi ini.

.

Muka keruh Angin membuat Orion tidak nyaman. Membuatnya menerka-nerka apa yang dipikirkan anak itu. Mereka tumbuh di dekade yang berbeda. Dan jalan pikiran Angin merupakan misteri untuk seorang prodigy seperti Nikolai Orion Trahvensky.

"Ada yang perlu kau tahu, Miro-" Orion memulai, "Ada syarat yang harus kupenuhi ketika mengambilmu dari Theo. Bahwa kau akan dikawal dan dibantu oleh Izarus. Ini gila!"

.

Angin menautkan alisnya, "Izarus?"

Seringai Orion mengembang, "Izarus adalah, guardian sang Raja. Dia adalah orang yang telah disumpah hanya untuk mengabdikan diri kepada Masternya. Mulanya Izarus hanya mematuhi perintah sang ratu. Karena ia merupakan adik angkatnya." Orion dapat melihat kilatan keterkejutan di mata Angin.

"Pria itulah yang memberikan luka di punggungmu." Orion melanjutkan apa yang sejak kemarin di tahannya.

.

Melenceng dari perkiraan Orion, Angin justru terkekeh. "Daddy benar-benar tahu apa yang kusukai. Kebencian." Anak itu melihat hamparan awan yang terasa dekat dengan tempatnya duduk.

"Kau tidak merasa tindakan Theo ini aneh?" Sebuah pertanyaan jebakan, tentu saja.

Angin tertawa tertahan, matanya menatap mata abu-abu yang serupa miliknya. "Untuk mengimbangi seorang monster sepertiku, memang harus ada seoarang predator."

.

Orion berdengus, tangannya mengepal. Hatinya penuh dengan gemuruh rasa iri. Bagaimana mungkin anak yang berada di depannya ini begitu mirip Edgar? Mirip sang raja? Keculasan, cara berpikir, arogansi, bahkan kebenciannya akan dunia ini.

.

Memikirkan jika Miroceanic merupakan kloningan sang ayah membuat dia sakit hati. Inilah alasan mengapa sang ayah seperti kesetanan mendapat kabar bahwa Miroceanic masih hidup dan berada dalam pengawalan sang adik. Namun begitu, ia masih tidak mengerti. Kenapa ayahnya tidak merampas Angin sendiri. Kenapa seorang raja seperti Edgar harus membiarkan anak yang digadang-gadang merupakan pewaris utama berada di dalam pelukan musuh abadinya. Hal yang kini menjadi pertanyaan untuk Orion.

.

Mereka ditelan keheningan yang mencekam. Mengahabiskan sisa perjalanan tanpa kata-kata. Angin tahu, jika Orion tidak akan membantunya masuk ke lingkaran kerajaan jika tidak mendapat imbalan. Tapi imbalan apa yang di dapat Orion dengan membawanya masuk?

.

Mereka saling mencurigai. Tidak tahu akan berpihak pada siapa.

.

****

.

.

Bertemu dengan Izarus adalah sebuah titik balik dalam kehidupannya. Angin memang ingin menemui orang yang membuatnya mengenal kebencian. Tapi sebelum ia punya kendali atas semua hal, ia harus mengukur bagaimana Izarus itu.

.

Mereka bertemu di sebuah pondok yang dijanjikan Orion. Sementara lelaki muda yang mengaku sebagai saudara tirinya itu pergi entah ke mana. Orion bukan type lelaki yang ingin tahu urusan orang lain jika itu tak ada hubungannya dengan pria berumur dua puluh enam tahun itu.

Ingatan Angin mengorek bagaimana rupa Izarus, si reaper. Malaikat pencabut nyawa yang memberikan sayatan panjang di tubuhnya itu. Yang dibayangkannya tidak jauh beda dengan kenyataan. Seperti dalam kilatan ingatannya yang samar, lelaki itu tak banyak berubah. Matanya yang hijau toska tidak mudah dilupakan, serta juga tatapan tajamnya. Mungkin lelaki itu terlihat lebih bisa mengatur ekspressinya.

.

"Lama tak berjumpa, reaper.."

.

Lelaki itu hanya menundukkan kepala tanpa menjawab perkataannya.

Angin memandang lelaki itu lagi. "Aku datang bukan untuk menghukummu karena luka yang tak bisa dihilangkan waktu. Namun aku menawarkan kesepakatan." Angin menjelaskan jika ia hanya mau Izarus berada dipihaknya seperti Aaron Weitz yang menjadi sekertaris pribadinya.

Lelaki itu diam, namun ia kemudian mengeluarkan sebuah buku catatan kecil. 'Maafkan hamba yang mulia, namun hamba hanya seorang bodyguard, bukan seorang asisten.'

Angin menatapnya lekat, tiba-tiba nafasnya tercekat.

,

"Julurkan lidahmu!" Perintah pertama dari sang Master.

Izarus menarik napas dan menggeleng.

,

Angin memejamkan mata, ada titik di mana dia merasa sangat marah. Seperti pemburu yang mengetahui hewan buruannya ditembak pemburu lain. Egonya merasa terlukai.

"Jangan bilang, jika Edgar Trahvensky yang melakukannya." Angin menggeram.

Buru-buru Izarus menuliskan, 'Tidak tuanku. Saya pantas mati karena berani melukai putra mahkota. Namun karena kemurahan hati Yang Mulia, saya dibiarkan hidup."

Gigi Angin gemelutuk. Ada cerita yang ditangkap oleh nalarnya. Sang raja memilih untuk memberikan kehidupan semu kepada para musuhnya. Manusia hanya sekedar spesies mahluk hidup jika tanpa bahasa. Musuhnya hanya hewan peliharaan jika tanpa suara penolakan, Terlihat baik hati karena membiarkan buruannya hidup, namun sinis dan juga keji di saat yang sama. Khas Edgar. Edgar menciptakan penderitaan yang panjang untuk mangsanya. Seolah menikmati semua rasa sakit mereka.

.

'Tuanku. Bukankah anda lebih baik kembali ke menara? Akan ada penyambutan untuk Anda. Yang mulia, akan marah jika anda terus mengulur waktu.'

.

Aku menyanggupi untuk segera kembali ke menara. Sebuah kastil megah di tengah danau buatan. Lagi-lagi, kemewahan ini membuatku muak. Hanya karena tahta yang tak kuhendaki ini aku harus mati berulang-ulang.

Akankah nyawa manusia hanya diukur berdasarkan angka? Aku tersenyum pahit..

.

Pintu gerbang terbuka secara otomatis. Banyak penjaga dengan senjata lengkap. Tapi tak satupun yang berseragam militer. Aku baru sadar jika kami lebih kuat dari lembaga itu. Kami berjalan memasuki pintu utama kastil, bebrapa orang berjejer dan menundukkan kepala ketika kami lewat. Seseorang berdiri di tengah ruang tamu megah, seseorang yang agaknya berumur sama dengan Orion.

"Victor?" Orion tampak kaget sahabatnya itu berada di sana.

Lelaki yang disapa itu tersenyum lalu membungkuk ramah, "Selamat datang, Tuanku. Selamat datang, pangeran Nikolay."

Orion memalingkan wajah, tampak kecewa dengan hal yang telah terjadi ketika ia diasingkan. Sementara itu, pria itu mengatakan jika ia adalah asisten barunya. Namun dengan murka Angin menolak hal itu, dan menyuruh Victor menghadap sang raja dan menyampaikan pesannya.

.

Izarus membungkuk untuk menunjukkan kamar putra mahkota. Kamar besar dengan nuansa serba pastel. Dinding dan juga lantainya terbuat dari kayu. Ada jendela besar menghadap ke selatan, di mana danau terlihat berkilauan. Juga ada balkon yang menghadap ke barat, tempat sang surya turun dan bersembunyi di balik pegunungan. Terlihat terlalu sempurna. Tentu saja sangkar emas ini bukan pilihannya untuk mati.

Angin mengingat-ingat lagi, apakah ia pernah berada di tempat ini?

Nihil. Tempat ini baru.

Yang ia ingat hanya potongan lagu pengantar tidurnya. Dan entah kenapa ia merindukan Theo.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel