Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3

HAPPY READING

***

Lovita membuka matanya secara perlahan, ada sesuatu yang hangat menghembus tengkuk lehernya dengan lembut dan terasa hangat. Perlahan ia mengedipkan matanya dan lalu membuka mata secara jelas. Ia memfokuskan penglihatannya dan ia sama sekali tidak mengenali ruangan ini, satu hal yang ia ketahui kalau ini bukanlah kamarnya.

Lovita memperhatikan sekelilingnya untuk mencoba menebak keberadaannya. Ruangan ini terlihat terang karena pencahayaan dari arah jendela. Sinar matahari masuk melalui jendela besar yang terbentang di hadapannya.

Perlahan Lovita mengangkat kepalanya dari atas bantal, merenggangkan tubuhnya dan memakasa tubuhnya untuk duduk. Kepalanya terasa berat seperti mau pecah dan mulutnya terasa kering, ia tahu kalau ini adalah efek samping karena terlalu banyak minum alkohol di dalam tubuhnya.

Lovita mengerjitkan dahi, sekali lagi ia memperhatikan sekelilingnya, kini keadaanya lebih memahami lingkungannya. Ia sudah menebak bahwa ini adalah sebuah kamar hotel. Kamar hotel mewah terlihat di sebelah kiri ada set sofa, ada juga TV berukuraan besar yang menempel di dinding tepatnya di depan tempat tidur.

Selain itu ada meja kerja yang terbuat dari kayu jati. Lovita menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, di bawah selimut itu ia hanya mengenakan bra dan celana dalamnya. Ia buru-buru menarik selimut itu hingga ke dagu. Sekali lagi Lovita mengintip di dalam selimut itu memastikan bahwa ia hanya mengenakan celana dalam dan bra. Pemandangan yang ada di dalam tidak merubah sedetikpun dari yang ia lihat sebelumnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupnya ia menggeram.

Tempat yang ia tiduri berukuran king size dan ia menoleh ke samping. Jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Ia mendapati dirinya tidak sendiri di atas ranjang ini. Di sini ada lengan kekar yang sejak tadi melingkar di sekeliling perutnya. Jantungnya berdegup semakin liar, dia menolehkan pandangannya dan menahan diri agar untuk tidak menjerit saat melihat seorang pria sedang tertidur tanpa pakaian dengan posisi tengkurap.

Lovita mencoba menetralkan laju jantungnya dengan menarik napas lalu menghembuskan secara perlahan.

Siapa pria itu? Ia berada di mana? Batin Lovita semakin gelisah.

Lovita sadar kalau terakhir ia berada di sebuah club malam, ia meminum wine dengan tingkat alkohol yang tinggi. Lovita perlahan memfokuskan penglihatannya untuk mulai mengenali pria itu. Wajah pria maskulin itu dihiasi alis tebal, hidung mancung yang sempurna. Lovita mencoba berpikir, apa dia seorang artis?

Apa pria itu bersamanya tadi malam? Sialnya ia tidak mengingat apa-apa pada malam itu. Loviita mencoba mengingat apa mereka saling kenal? Ah ya, ia mengenal pria itu, mereka sempat ngobrol. Ia memberitahu namanya kepada pria itu. Lovi menepuk kepalanya merutuk kebodohannya. Apa ia berada di rumah pria itu? Sepertinya tidak, ini merupakan sebuah kamar hotel.

Lovita menyadari kalau ia tidak seharusnya berlama-lama di kamar hotel ini. Lovita turun dari ranjang sebisa mungkin tidakk menimbulkan suara. Ia tidak ingin terjebak di situasi caanggung bersama pria ini jika dia sadar. Lovi melihat pakaiannya terletak di sofa, ia mencium pakaiannya, ada bau menyengat di dasar kain itu, dan ada sedikit sisa muntahan. Sial! Ia pasti tadi malam mabuk berat dan muntah. Lovi kembali merutuki kebodohannya.

Lovi menepuk dahi, ia mengenakan dressnya lagi, lalu mengambil tas nya yang ada di nakas. Ia memeriksa di dalamnya, tidak ada barang-barangnya hilang dan semua masih lengkap. Tidak lupa menenteng high heels nya. Lovi sempat memandang pria itu sekali lagi sebelum pria itu benar-benar keluar.

Lovi berlari menuju koridor, sampai di depan lift ia mengenakan high heels-nya. Ia merogoh ponsel, ia menatap ke kamera memastikan penampilannya baik-baik saja. Lovi merapikan rambutnya yang berantakan dengan jari-jari tangannya. Ia melihat ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Iren dan Angel.

“Oh God!” Ucap Lovi dalam hati, ia yakin Iren mengkhawatirnya.

Lovi mendengar suara ponselnya bergetar, ia melihat pada layar ponsel tertera “Iren Calling” Lovi menggeser tombol hijau pada layar. Ia keluar dari lift, ia letakan ponsel itu di telinganya.

“Iya, halo Ren,” ucap Lovi berusaha setenang mungkin.

“Lo ke mana aja, Lov! Gue cariin dari tadi malam, lo tau? Betapa khawatirnya gue, kalau lo hilang gini!” Iren terdengar memekakkan telinga.

“Gue baru keluar dari hotel nih,” ucap Lovi.

Alis Iren terangkat, “Hotel mana? Jelasin ke gue, kenapa lo sampe bisa ke hotel?” Tanya Iren.

“Gue juga nggak tau nih di mana,” ucap Lovi, ia melangkah menuju lobby ia memandang ke arah receptionis, di atasnya bertulisan Raffles.

“Gue ada di hotel Raffles,” tandas Lovi.

“Lo sama siapa di hotel Lov?”

Lovi menarik napas, “Gue nggak tau sama siapa, yang jelas gue tadi tidur sama cowok, dan gue ngggak tau dia siapa, nggak kenal Ren!”

“Fix’s Lo di bungkus!”

“Yups, apa lagi kan!” Ucap Lovi pasarah, ia memang sudah dibungkus oleh pria yang tidak di kenal di club malam.

“Terus sekarang gimana?”

“Ini mau balik ke apartemen.”

“Tapi Lo nggak apa-apa kan?”

“Iya, enggak apa-apa. Lo tenang aja.”

“Gue ke apartemen lo deh, gue bawain lo sarapan.”

“Ok.”

“Oiya, si Angel juga ada di Raffles tau.”

“Pasti sama tamunya,” ucap Lovi, ia melihat bluebird ada di hadapannya.

“Dengan ibu Lovita?” Ucap driver itu kepada Lovita.

“Iya, saya Lovita pak,” ucap Lovita, ia membuka pintu tengah, beberapa menit kemudian mobil meninggalkan area hotel.

Lovita sadar bahwa telpon nya masih tersambung oleh Iren. Lovita menyandarkan punggungnya di kursi.

“Lo udah di taxi?”

“Iya, ini udah, ini udah di jalan,” ucap Lovita.

Iren menarik napas, “Lo mau sarapan apa?”

“Soto kali ya. Masih puyeng gini kepala gue.”

“Terus cowok yang bungkus lo gimana?” Tanya Iren penasaran.

“Ya masih tidur lah, gue langsung cabut. Kabur gue gitu aja, ngeri tau kalau dia sadar yang ada gue di sekap sama dia.”

“Serem gitu ya orangnya.”

“Ya serem-serem gimana gitu deh.”

“Tapi syukurlah kalau lo udah kabur. Gue siap-siap mau ke tempat lo. Enggak bisa tidur gue, gara-gara khawatirin lo.”

“Iya, iya, gue tunggu ya, Ren.”

Lovita mematikan sambungan telponnya, ia memandang ke depan dan bersandar di kursi. Ia menutup wajahnya dengan tangan. Apa tadi malam ia bercinta dengan pria itu? Kalau bercinta, ia tidak merasakan apa-apa. Ya jelas, orang sinting mana, bisa tidur dengan wanita mabuk.

Lovita menjauhkan pikirannya dari pria yang membungkusnya, itu hanya akan memicu stress. Ia akan melupakan kejadian tadi malam. Ia menganggap bahwa pria itu hanyalah pria asing tidak lebih. Ia tidak peduli siapa dia, semoga saja mereka tidak bertemu lagi setelah ini.

***

Beberapa menit kemudian,

Akhirnya Lovita tiba di apartemennya, ia melewati lobby melihat ada beberapa orang duduk di sofa. Lovita menarik napas, ia masuk ke dalam lift dan ia menempelkan kartu akses di depan pintu. Lift membawanya menuju lantai atas.

Pintu lift terbuka ia melewati koridor yang tampak lengang, Iren dalam perjalanan ke apartemennya. Jarak apartemennya dan jarak apartemen Iren memang tidak terlalu jauh. Ia membuka kunci unit lalu dan masuk ke dalam. Ia meletakan tas nya di nakas dan melihat jam weker menunjukkan pukul 07.30 menit. Lovita buru-buru masuk ke dalam kamar mandi melepaskan pakaiannya. Ia berdiri di bawah shower, air hangat jatuh di tubuhnya. Rasa hangat menjalar. Ia masih penasaran siapa pria itu? Siapa namanya? Ia mengingat samar-samar seseorang menyebutnya boss. Apa dia seorang boss? Dia lebih cocok menjadi model Calvin Klein dibanding seorang boss.

Lovita keluar dari kamar mandi, tubuhnya sedikit lebih baik dibanding tadi. Kepalanya yang pusing juga sedikit hilang. Ia membuka laci mengambil tolak angin untuk mengurangi rasa mualnya. Setelah minum tolak angin, Lovita menuju lemari, ia mengenakan dress berbahan katun yang lembut. Ia mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Mengenakan moisturizer pada wajahnya, tidak lupa mengenakan lipstick.

Suara ponselnya bergetar, Lovita melihat ke arah layar memandang pada layar persegi itu, ia melihat nama Iren di sana, "Iren Calling” Lovita menggeser tombol hijau pada layar.

“Gue udah di lobby nih. Jemput ya.”

“Oke, gue ke sana sekarang,” ucap Lovita.

Lovita melihat calendar di nakas, ini masih tanggal 10 gajian masih lama. Uang sudah menipis, mungkin ia akan meminjam uang kepada Iren untuk kelangsungan hidup hingga akhir bulan. Lovi keluar dari unit menjemput Iren ke lobby.

Lovita memandang sahabatnya di lobby, dia mengenakan celana pendek jins dan tang top berwarna putih. Rambut panjangnya di ikat seperti ekor kuda, Lovi melambaikan tangan kepada Iren. Iren tersenyum ke arahnya dan melangkah mendekatinya.

Iren memandang sahabatnya, ia bersyukur kalau Lovita baik-baik saja dan dalam keadaan sehat.

“Lo enggak apa-apa kan?” Tany Iren.

“Iya, enggak apa-apa. Lo tenang aja.”

“Syukurlah kalau gitu. Gara-gara lo ngilang nih, gue nggak bisa tidur mikirin lo.”

“Sumpah, gue khawatir banget tau,” ucap Iren lagi.

Lovi tersenyum, “Udah, lo jangan khawatir gitu lah. Gue bisa jaga diri tau,” ucap Lovi mereka masuk ke dalam lift menuju unit.

“Tetep aja khawatir. Lo masih mual nggak?”

“Udah better sih, tadi minum tolak angin.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel