Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

HAPPY READING

****

“Mampus! Lovita hilang!” Ucap Iren menyadari kalau sahabatnya tidak ada di table.

Iren melewati kerumunan orang di dalam club setelah pergantian DJ. Sialnya Lovita tidak ada, entah hilang entah ke mana, ia mencari di toilet wanita dan di Bar, juga tidak ada. Ia hanya takut kalau sahabatnya itu di bungkus oleh pria hidung belang, atau paling tidak pria yang ingin memanfaatkan tubuh Lovita.

Iren keluar dari lounge dia mengambil tasnya di ruangan staff, ia merogoh ponselnya di dalam. Ia menghubungi nomor Lovita namun sang pemilik ponsel tidak menjawab panggilannya berkali-kali. Iren mengumpat, karena ia kehilangan Lovi.

Iren tahu betul masalah Lovita bagaimana, dia kekurangan uang untuk membiayai orang tuanya sakit. Gajinya sebagai karyawan tidak cukup untuknya orang tuanya. Tadi Lovi ingin menawarkan diri untuk freelance menjadi lady companion plus plus di sini. Yang di mana ada paket pengunjung mendapatkan minuman plus di temani LC karaoke bebas untuk disentuh. Bahkan ada paket di mana LC nya hanya memakai kimono untuk mandi tanpa dalaman di dalamnya. Banyak wanita yang bekerja di sini memang banyak yang bertahan karena pendapatannya sangat besar. Ia tahu betul bagaimana kehidupan gelap di karaoke. Ia bukan tidak mau sahabatnya terjun di dunia ini, itu akan menjadi candu untuk Lovita.

Iren sudah berkali-kali menghubungi Lovita tapi sang pemilik ponsel tidak mengangkat panggilannya. Iren mengampiri security yang bertugas di depan pintu,

“Pak, ada yang lihat teman saya nggak?” Tanya Iren kepada security yang bertugas.

“Temen yang mana neng?” Tanyanya.

“Temen saya cewek pakek dress item, rambutnya coklat.”

“Wahh yang pakek dress item banyak neng yang keluar masuk di sini, tadi ada yang bolak balik juga.”

“Haduh, gimana ya jelasinnya ya,” ucap Iren gusar, karena yang menggunakan dress pesta di sini sangat banyak tidak hanya Lovi saja.

Iren keluar dari lounge ada beberapa tamu menyapanya, ia hanya mengacungkan tangan dan memilih duduk di salah satu sofa. Dia menatap layar ponselnya ia mencari nomor ponsel Angel sahabatnya. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 01.30 menit. Ia berharap kalau Angel belum tidur.

Iren menaruh ponsel di telinganya, ia menunggu sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya. Tidak berapa lama kemudian akhirnya sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.

“Iya, Ren, ada apa?” Ucap seorang wanita dengan suara khas bangun tidur.

“Lo lagi tidur?”

“Iya, ini lagi mau tidur, kebangun ponsel gue geter.”

“Lo lagi sama tamu?” Tanya Iren penasaran.

“Iya, ini di Raffles.”

“Tamu lo di samping lo?”

“Udah tidur dia, kenapa?”

“Si Lovi hilang tau di lounge!” Ucap Iren.

Alis Angel terangkat, “Hah! Kok bisa?”

“Gue tadi kerja, doi ikut gue, katanya lagi pusing mikirin duit. Sampe di sini, gue suruh tunggu di table, gue pikir dia aman kan di table tadi. Lo tau kan Lovi gimana, dia kan cupu banget. Mana rengek-rengek minta kenalin ke mami Rika untuk jadi LC.”

“LC?”

“Iya, mau jadi LC kan mama nya lagi sakit di Bali.”

“Emang nggak pakek BPJS?”

“Ya pakek, tapi keperluan lainnya sehari-hari kan banyak, apalagi dia suruh orang buat jaga mama nya. Belum lagi biaya hidup di Jakarta banyak.”

“Kenapa nggak open BO aja,” ucap Angel memberi solisi.

“Aneh aja lo!”

“Ya, simple kan. Nanti gue kenalin deh sama tamu-tamu gue kalau Lovi mau.”

“Haduh, mampus parah sih kalau tuh anak sama lo!”

Angel seketika tertawa, “Nanti deh gue ngomong sama Lovi, kalau mau cari duit mah gampang. Asal modal nekat dan nakal aja, pasti dapat duit.”

“Awas lo ya! Macam-macam!” ucap Iren, sementara Angel tertawa-tawa.

“Ya, itu kan yang paling solution kalau soal duit.”

“Terus-terus gimana si Lovi? Di bungkus kali dia sama om om di sana,” ucap Angel.

Iren mengedikkan bahu, “Enggak tau deh.”

“Yaudahlah biarin aja, udah dewasa juga. Besok juga bakalan muncul tuh anak di apartemennya.”

“Iya sih, tapi tetep aja was-was, karena dia bareng gue bukan sama lo.”

“Besok deh gue hubungin Lovi, udah lama nggak ketemu dia. Baru tau gue kalau bebannya berat banget."

“Iya, iya.”

“Pokoknya lo harus tenang ok, jangan panic. Ingat kalau Lovi udah dewasa.”

“Iya, iya, ah lo,” Iren mematikan sambungan telponnya, mereka bertiga memang sahabatan sejak dari SMA, jadi sudah selayaknya saudara saling menjaga satu sama lain.

Iren menarik napas, ia akan kembali bekerja setelah ini. Iren masuk kembali ke lounge, dia menuju meja bar dan memesan segelas beer kepada bartender.

***

Sementara di sisi lain,

“Kita ke hotel mana pak?” Tanya Indra.

“Ke hotel Raffles aja, yang paling deket.”

“Baik pak.”

“Sekalian kamu yang chek in ya, Ndra.”

“Baik pak.”

Christ menyandarkan tubuhnya di kursi ia berusaha rileks setelah membersihkan muntahan si wanita yang tengah tidur di sampingnya. Kepala wanita itu berada di bahunya, sejujurnya ini pertama kalinya ia membawa wanita mabuk ke dalam mobilnya.

Christian menatap wanita itu dengan seksama, rambut coklatnya menutupi sebagian wajahnya. Christ meminta karet kepada Indra, dan Indra mengambil karet bekas di dasbor. Ia lalu mengikat rambut wanita itu agar tidak berantakan, setidaknya ia bisa melihat wajah wanita itu secara jelas.

Beberapa menit kemudian,

Christ dan Indra tiba di hotel, Indra melakukan transaksi kepada receptionis sementara Christ menunggu di lobby. Christ meminta security membawa kursi roda untuknya, tadi ia mengatakan kalau istrinya sedang mabuk dari club dan sialnya pria itu percaya.

Christ menatap Indra menghampirinya, “Sudah selesai?” Tanya Christ.

“Iya sudah pak. Ini kunci aksesnya ada di lantai lima.”

“Terima kasih.”

“Saya pulang dulu ya pak,” ucap Indra.

“Iya, kamu besok jemput saya.”

“Baik pak.”

Indra memandang security itu yang tengah memperhatikannya, “Saya sekretarisnya pak Christ, dia ibu ini yang pingsan ini adalah istrinya,” ucap Indra menjelaskan kepada security.

Christ mendorong kursi roda itu ke dalam lift, ia bersyukur kalau di lobby sedang sepi-sepinya hanya ada ia dan wanita itu. Christ masuk ke dalam lift dan lift membawanya menuju lantai atas. Tidak lama kemudian pintu lift terbuka.

Christ melangkah menuju koridor, dia mencari nomor kamar. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu, ia menempelkan kartu akses, pintu seketika terbuka. Christ menghidupkan lampu kamar, ia melepaskan sepatunya.

Christ mendekati Lovita, dia mengangkat tubuh itu ke ranjang. Ia melepaskan high heels wanita itu. Tas wanita itu ia letakan di nakas. Ia melihat dia tertidur pulas, wajahnya terlihat damai. Dia memang tidak secantik mantan istrinya, namun wanita itu termasuk katagori cantik menurutnya.

Christ membuka kancing kemejanya lalu ia letakan di sofa. Mandi sebelum tidur merupakan kebiasaanya sehari-hari, ia beranggapan kalau mandi sebelum tidur itu sangat menenangkan. Christ masuk ke dalam kamar mandi, ia menghidupkan shower. Air hangat itu membasahi tubuhnya.

Tidak berapa lama kemudian, ia keluar dengan bathrobe putih. Ia mengeringkan rambut dengan handuk, ia mendekati meja mengambil ponselnya, ia melihat jam menunjukkan pukul 02.10 menit. Ia mematikan lampu kamar, dan tersisa hanyalah lampu tidur. Ia mendekati tas wanita itu dan melihat ponsel wanita itu kembali bergetar, namun ia tidak mengangkat dan membiarkan begitu saja.

Christ membaringkan tubuhnya di tempat tidur tepatnya di samping wanita itu. Ia tidak peduli siapa wanita itu, yang pasti ia akan menjadi pria berguna untuk menolong wanita cantik. Ia tidak akan memanfaatkan situasi, apa enaknya melakukan having sek dengan wanita mabuk.

Christ menatap wajah wanita itu, ia menyungging senyum “Lovita,” ucapnya dalam hati, nama yang bagus menurutnya.

“Semoga pertemuan kita awal yang baik.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel