Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Rencana Mark

Bab 7 Rencana Mark

Mark memandang Januari dengan mata mencemooh dan juga penuh dengan kebencian. Buat dia tidak ada yang lebih berhak dari pada Isamu untuk menjadi seorang CEO di Maeda Group.

“Saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan. Saya maupun Isamu sama-sama keturunan Maeda, entah dimana perbedaannya dalam pandangan Anda,” ujar Jan dengan sinar mata menantang.

“Hahaha, kau benar-benar berpikir kau pantas?” tawa Mark menguar ke seluruh ruangan, terdengar semakin menyakitkan. “Kurasa keluargamu yang lebih pantas menjelaskan. Tapi aku minta agar kau segera meninggalkan kursi kepemimpinan karena yang paling berhak untuk itu akan segera datang,” perintah Mark, ia meninggalkan ruang kerja Januari dengan langkah berderap.

‘Apa maksudnya? Apa yang membedakan kami?’ ucap Jan dalam hati. Ia selama ini tak pernah merasakan perbedaan antara dirinya dengan Isamu. Mereka menerima semua hal dalam porsi yang sama.

Dengan perasaan yang menggantung karena perkataan Mark, Januari melanjutkan pekerjaannya dan dia mulai menyusun kembali rencana yang ditinggalkan Ken dan Matahari. Memilih untuk tidak mempedulikan apa pun yang dikatakan Mark, Januari tenggelam dalam semua berkas yang ada di hadapannya.

Pulang menjelang tengah malam, ia melempar tubuhnya ke kasur setelah membersihkan diri. Dan bangkit lagi ketika ponselnya menjerit dari atas nakas. Menghela nafas ketika nama Matahari tertera di sana. Mungkin para penggugatnya siang tadi sudah bertemu dengan pamannya.

“Halo Uncle,” sapa Januari dengan suara lelah.

“Sudah di rumah?” tanya Matahari.

“Ya.”

“Apa yang terjadi hari ini?” suara Matahari terdengar sedikit membuatnya tidak nyaman. Sejenak Januari diam. Mungkin Matahari sudah mengetahui kehadiran Mark, karena ia selalu tahu segala yang terjadi di Maeda Group.

“Tidak ada hal buruk, Uncle. Semua baik-baik saja.”

“Memilih berbohong padaku?”

“Tidak, Uncle. Aku….”

“Lalu mengapa kau biarkan mereka datang menemuiku dan membiarkan laki-laki tua itu mengatakan hal yang tidak penting padamu?” sergah Matahari.

Januari menghempas napas. “Uncle, aku mengerti mengapa dia berkata seperti itu dan itu tidak memberi pengaruh apa pun padaku,” ujar Januari dengan suara yakin. Tapi Matahari merasakan keraguan dalam nadanya.

“Dia hanya berusaha mengganggumu. Jangan biarkan kau terpengaruh oleh mereka. Dan orang-orang yang tidak setuju dengan posisimu sekarang, tidak akan kau temui lagi besok di kantor.”

“Uncle, haruskah sejauh itu?”

“Tidak ada yang boleh meragukan keputusanku, Jan.”

“Aku mengerti, Uncle.”

“Jangan biarkan Mark mengganggumu. Dia bukan siapa-siapa di Maeda. Kalau dia mengancammu, Uncle tidak melarangmu untuk bertindak tegas dengannya,” ucap Matahari mendukung Januari bila nanti Mark bertindak di luar wewenangnya.

“Aku yakin aku bisa mengatasinya. Aku tahu dia bukan orang penting di perusahaan,” jawab Januari tertawa.

“Bagus, ini yang Uncle tunggu darimu. Ken sempat meragukan dirimu yang menurutnya menyerah sebelum berperang, sekarang aku tahu, kau tidak akan menyerah,” sahut Matahari yang hanya dibalas tawa miring oleh Januari.

Mereka mengakhiri percakapan tengah malam itu. Januari kembali ke kasurnya dengan helaan nafas berat. ‘Semua baru saja dimulai,’ pikirnya kelu. ‘Apa yang bisa kulakukan jika Isamu kembali? Aku tidak mungkin bertentangan dengan adikku sendiri.’

Sementara Matahari masih menggeram ketika ingat tiga orang yang menemuinya di kafe siang tadi. Mereka yang tanpa basa basi mengungkapkan keberatan atas kehadiran Januari. Ingatannya melayang ke siang tadi, ketika ia berpikir ketiganya hanyalah pengunjung yang protes dengan pelayanan mereka.

“Anda ingin bicara dengan saya? Ada sesuatu? Kalau kalian tidak puas dengan pelayanan kami, kalian bisa menyampaikan di tempat pengaduan. Dan kami akan selalu memberikan yang terbaik,” ucap Matahari saat berada di depan meja mereka.

“Saya minta maaf, Pak. Kami meminta waktu Bapak karena ada yang perlu kami sampaikan, dan ini di luar dari tingkat kepuasan pengunjung yang datang ke sini. Ini berhubungan dengan Maeda Group,” jawab salah satu dari mereka.

Wajah Matahari berubah saat mendengar nama Maeda Group. Tatapannya yang tadi ramah seketika berubah dingin dan kejam. “Maeda? Siapa namamu?”

“Nama saya Ardy, Pak. Yang di sebelah kanan saya Deni dan di samping kiri Bapak Faiz,” beritahu Ardy pada Matahari.

“Perusahaan sudah kuserahkan pada keponakanku, Januari,” jawab Matahari dengan memandang tajam mereka bertiga.

“Kami tahu itu,” sahut Ardy sedikit terbata, tatapan tajam Matahari membuatnya serasa terpanggang. Larisa memperhatikan mereka dengan jarak beberapa meja.

“Lalu?”

“Kami ingin yang menjalankan perusahaan adalah Isamu. Kami yakin bila perusahaan dipimpin oleh Isamu, perusahaan akan lebih maju lagi,” jawab Deni dengan suara yang terdengar mantap.

Ucapan yang tadinya mereka pikir akan disukai Matahari, justru membuat wajah pria itu semakin bengis. “Siapa yang mengatakan kalau di bawah pimpinan Isamu perusahaan bisa lebih maju? Apakah kalian sudah pernah bertemu dengan Isamu? Apakah kalian tidak tahu bahwa dia belum pernah bekerja di perusahaan manapun juga apalagi di perusahaan yang sangat besar seperti Maeda Group?”

Teguran yang diucapkan oleh Matahari membuat mereka terkejut dan tertunduk pucat. Tidak menduga bahwa perkataan mereka bisa membuat Matahari marah.

“Siapa yang mengatakan kalau Isamu lebih mampu dibandingkan dengan Januari? Apakah kalian pernah bertemu dengan Isamu? Dalam mimpi pun aku tidak percaya kalau kalian katakan pernah bertemu dengannya.”

Dengan wajah merah dan malu karena ucapan Matahari membuat mereka tidak berani memandang mata tajamnya. Kemarahan terbaca sangat jelas di sana.

“Kalian tidak perlu menggigit lidah kalian karena aku lebih suka kalian meminum air cucian piring agar kalian tahu bahwa ucapan dan kata-kata kalian sangat tidak berguna dan hanya menimbulkan penilaian buruk dan sikap tidak percaya bahwa kalian mampu bekerja dengan baik. Siapa yang menjual nama Isamu pada kalian?” Pandangan dan ucapan tajam Matahari akhirnya hanya bisa ditanggapi dengan dua kata.

“Tuan Mark.”

‘Sudah kuduga,’ batin Matahari. Mark, nama yang sudah lama tidak membuat masalah dalam kehidupan Matahari. Dia tidak tahu bahwa laki-laki tua yang juga ayah mertuanya ternyata masih saja tidak suka melihat keluarganya hidup dengan nyaman dan tenang.

“Apa yang dia katakan pada kalian? Dan dari mana dia tahu kalau Januari yang menjadi CEO?” tanya Matahari dengan suara mengancam.

“Kami tidak tahu Tuan.”

“Tidak tahu? Apakah aku terlihat sangat bodoh? Lalu bagaimana kalian bisa bertemu dengannya? Apakah kalian mengenalnya? Denganku saja kalian baru bertemu hari ini setelah sekian tahun bekerja di bawah pimpinanku. Saranku untuk kalian semua, kalau kalian tidak puas, segera tinggalkan perusahaan sebelum aku mengeluarkan kalian dengan tidak hormat.”

Ketiganya terhenyak, menatap mata menyala Matahari dengan rasa takut. “Pergi sebelum aku berubah pikiran,” cetus Matahari dengan nada mengancam. Ketiganya berlalu dengan langkah bergegas.

Berpikir apa yang akan dia lakukan setelah mengetahui kalau Mark sudah membuat kekacauan di perusahaan, bahkan di hari ketiga ia menjabat. Matahari akhirnya menghubungi Januari untuk memberikan dukungan pada keponakannya.

Mendapatkan dukungan dari Matahari yang masih sangat berpengaruh di perusahaan walaupun sudah mundur, Januari berharap semua yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Dan kini ia semakin yakin bahwa dia bisa bekerja setelah dirinya mulai mendapat kepercayaan dari berbagai pihak dan rekan bisnis mereka.

Januari selalu bertindak dengan penuh perhitungan dan tidak pernah menduga kalau Mark tetap tidak menerima kalau dirinya yang menduduki jabatan tersebut. Mark ternyata mengambil langkah yang sangat tidak terduga. Dia akan menjemput paksa Isamu di Jerman. Dan dia akan melakukannya tanpa sepengetahuan Matahari maupun Larisa sebagai orang tua Isamu Maeda.

“Apa kamu yakin dengan apa yang kamu lakukan?” tanya Tom berdiri mengawasi Mark yang sedang memesan tiket ke Jerman.

“Tentu saja aku yakin. Tidak akan ada yang bisa melarang dan menghentikan langkahku untuk mendapatkan apa yang aku inginkan,” jawab Mark dengan mata yang penuh ambisi untuk menghancurkan.

“Bagaimana kalau ayahnya menolak dan marah padamu?”

“Siapa dia? Harusnya dia bersyukur aku mendukung putranya untuk menjadi orang sukses dan menjadi nomor satu. Aku tidak pernah mengerti bagaimana mungkin seorang ayah tidak menginginkan kemajuan dan kesuksesan untuk anaknya.”

“Ingat apa yang pernah ia lakukan padamu. Jika bukan karena dukungan SN dan Dave, Diamond tidak akan pernah bangkit seperti sekarang,” Tom mengingatkan.

Mark bergeming, ia sudah memutuskan untuk menjemput cucunya yang sedang menimba ilmu di Jerman untuk kembali ke Indonesia. Dan dia akan memaksanya apabila Isamu menolak pulang. Tidak peduli kalau dia tidak mempunyai hak untuk memaksa Isamu pulang. Baginya yang terpenting adalah bagaimana agar Isamu mengikuti apa yang dia inginkan walaupun dia tahu Matahari tidak akan menerima apa yang dia lakukan. Terutama ikut campur di dalam urusan keluarganya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel