Bab 5 Sendiri
Bab 5 Sendiri
Sinar matahari secara perlahan menerangi bumi menggantikan tugas rembulan yang sudah kembali ke peraduannya. Sudah seminggu Ken mendampingi Januari sebagai seorang CEO yang membawahi sekian banyak direktur di Maeda Group. Dan kini saatnya dia pergi meninggalkan Indonesia untuk kembali ke Belanda. Kembali berkumpul bersama dengan Andara dan anak-anaknya yang sudah seringkali dia tinggalkan.
“Ini hari terakhir?” tanya Januari saat Ken mengemasi beberapa barang pribadinya di ruangan. “Atau aku tidak perlu bertanya?”
“Aku pergi karena kamu sudah siap dan sangat siap menjalani tugas baru kamu. Semua yang wajib kamu ketahui tentang perusahaan ini sudah kamu mengerti dan pahami dengan baik. Sementara semua direktur, staf dan juga para pegawai sudah mengenalmu. Apalagi yang bisa membuatku khawatir?”
“Ini tidak semudah yang kalian bayangkan. Bagaimana jika aku membawa pengaruh buruk pada perusahaan?”
“Apa yang membuatmu begitu khawatir? Yakinlah bahwa kamu bisa mengatasi semuanya. Kamu adalah putra Merah dan keponakan Matahari dan kamu mempunyai kemampuan yang tidak semua orang miliki,” jawab Ken membesarkan hati Januari.
“Matahari akan datang hari ini,” ujarnya kemudian.
“Uncle Ra akan datang? Dengan kata lain sudah tidak ada waktu untukmu tetap berada di sini?”
“Benar. Matahari sudah berjanji padaku bahwa dia akan datang berkunjung untuk melihat dirimu. Dia hanya ingin mengantarku meninggalkan ruangan ini,” jawab Ken, ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang telah ditempatinya selama lebih dari 30 tahun. Pandangannya berakhir pada Januari yang terlihat gelisah. Kegelisahan yang mulai dirasakan tidak masuk akal.
“Kenapa Jan? Aku tidak percaya akan melihat hal ini darimu. Selama aku mengenalmu belum pernah aku melihatmu memiliki rasa ragu yang membuatmu khawatir. Apa yang membuatmu khawatir?”
“Entahlah. Apakah kau pernah mendapatkan bisikan angin bahwa laut yang tenang menyimpan gelombang yang sangat ganas, atau gunung yang hijau menyimpan misteri yang membuat seorang pendaki tersesat?”
Ken menatap Januari dengan tanya yang tersirat dalam pandangannya. Ia mengerti dengan maksud dari ungkapan yang baru saja dikatakan oleh Jan. Yang tidak dia mengerti adalah pemuda yang berdiri di hadapannya seperti pesimis.
“Apa yang membuatmu berkata seperti itu?”
“Aku tidak tahu. Aku hanya mengungkapkan bahwa semua yang kita anggap baik-baik saja ternyata menyimpan sesuatu yang tidak bisa kita anggap remeh,” jawab Januari sambil mengedikkan bahunya.
“Ini bukan dirimu. Sejak kapan kau membiarkan keragu-raguan menguasai pikiranmu? Biasanya kau selalu bersikap optimis dan percaya diri,” ujar Ken memberi semangat pada Januari yang terlihat mulai bisa menerima posisinya sebagai seorang CEO Maeda Group. Perusahaan besar yang selalu menjadi perbincangan umum karena memiliki aset dan omset yang luar biasa.
“Entahlah,” ujarnya lelah. Ia melihat Ken yang terlihat gelisah hingga dia bertanya dari balik laptop yang berada di depanya.
“Apa kau sudah tidak sabar untuk pergi hingga harus melihat jam tangan secara terus menerus?” goda Januari dengan pandangan geli.
“Aku tidak sabar karena Matahari seperti sengaja membuatku membatalkan penerbangan hari ini,” sahutnya dengan jengkel.
“Benarkah? Kenapa aku tidak melakukan hal sama?” tanya Januari keluar dari balik mejanya dan menghampiri Ken yang berdiri dekat jendela.
“Jangan macam-macam Jan. Aku sudah tahu seberapa besar kemampuanmu,” tegur Ken.
Mendengar jawaban Ken, Januari tertawa. Ia tidak mengira kalau pria yang sangat disegani di perusahaan besar seperti Maeda bisa terpengaruh dengan ucapan yang bernada humor.
“Kurasa aku sering melakukannya sejak kecil,” kekeh Januari. “Tapi aku tahu Aunty merindukanmu, aku tidak akan menghalangi keberangkatanmu karena Uncle Ra sudah cukup mewakili diriku,” ucap Januari kembali ke mejanya. Sudut matanya melihat Matahari yang membuka pintu tanpa suara, hingga Ken tidak mendengar kedatangannya.
“Dengan kata lain aku sudah melakukan kesalahan dengan datang sekarang?” ucap Matahari sambil menutup pintu di belakangnya.
“Kau memang tidak pernah berubah, selalu karet,” gerutu Ken begitu Matahari berdiri di sisinya. “Kalau kamu tidak berjanji untuk datang ke sini, sudah tentu aku bisa pergi lebih cepat,” sungut Ken dengan wajah jengkel yang tidak dia sembunyikan.
“Astaga Ken, kamu itu mau pulang ke kandangmu bukannya mau berkelana lagi. Jadi terlambat satu hari aku rasa bukan masalah,” sahut Matahari membuat Ken menatapnya tajam.
“Apa kamu bisa berkata seperti itu kalau aku tidak bersedia menerima tanggung jawabmu ketika kamu mundur dari Maeda?” balas Ken.
“Dan aku sangat bersyukur karena memiliki Kakak yang selalu membantuku dalam segala hal,” jawab Matahari tertawa.
Melihat dua orang yang sangat dikaguminya berbicara dengan nada akrab membuat Januari tergelitik dengan kehidupannya sendiri yang terlihat sepi. Sejak kecil Januari selalu berada di dalam sangkar yang dibuat oleh Bibib.
Istri Daniel itu selalu melindunginya hingga dia berumur lima tahun sampai dia bertemu dengan Uncle Ra dan ia baru mulai mengenal kehadiran Merah dan Bayu yang ternyata adalah orang tuanya. Kehidupan menyedihkan yang ia alami selama lima tahun berubah dalam sekejab.
Ia berubah dari anak yang kesepian menjadi bocah yang selalu dilimpahi kasih sayang. Setelah masa remaja sampai dia selesai kuliah, Januari lebih banyak menghabiskan waktu dengan dunia photografi dan pendakian menuju puncak tertinggi gunung yang berada di Indonesia dan juga di luar Indonesia, membuat pergaulannya pun terbatas.
“Apa yang sedang kamu pikirkan Jan?” tegur Matahari mengembalikan Januari dari pikirannya yang sempat berkelana. Tersenyum kecil, Januari menatap keduanya dengan rasa yang ia sendiri tak bisa mengungkapkannya.
“Aku iri dengan kalian. Kalian sangat dekat satu sama lain. Dan hubungan kalian pun masih tetap sama dengan yang lainnya. Sementara aku?” kata Januari dengan mengedikkan bahunya.
“Kau tidak jauh berbeda dengan dia saat muda,” sahut Ken menoleh pada Matahari yang menyeringai. “Dia bahkan tidak pernah mengenal perempuan selain Merah, Hanako dan Bibib sampai dia bertemu Larisa.”
“Dan juga seperti aku, kau memiliki kenyamanan yang sudah kamu pilih Jan. Temanmu adalah yang sudah kamu putuskan untuk lebih mengerti dengan duniamu,” jawab Matahari yang berjalan mendekat ke arah Januari.
“Aku dan Ken sudah bersama sejak aku masih kanak-kanak. Dia mengajarkan banyak hal padaku, itulah yang membuat kami bersatu dan bersama-sama saling membantu dan bekerja sama,” ujar Matahari.
“Aku mengerti Uncle. Dan memang semua ini keputusanku. Kurasa akan cukup menyenangkan jika aku memiliki teman dan sahabat yang bisa berbagi,” jawab Januari terlihat tenang dengan pilihannya.
Matahari menatap mata Januari, “Kau tahu, kau memilikinya. Aku, Isamu, dan Daniel, kami bisa menjadi teman bagimu setiap saat.”
“Uncle sudah mendapatkan laporan yang berisi penilaian dari Ken. Dan kamu sangat mampu untuk berdiri sendiri tanpa perlu pendamping lagi. Itulah kenapa Ken memutuskan untuk pergi hari ini,” kata Matahari dengan tatapan matanya yang tajam dan memberikan kepastian pada Januari.
“Kami yakin dengan keputusan dan penilaian ini terhadapmu, mengapa kamu seperti tidak yakin dengan dirimu sendiri?” tanya Matahari lagi.
“Mungkin karena aku melihat bagaimana kalian menjalankan perusahaan ini,” sahut Januari dengan suara rendah.
“Kau bahkan sudah memiliki kemampuan itu sejak masih remaja,” ucap Matahari menenangkan keponakannya.
“Baiklah. Aku akan berusaha dan akan menjaga kepercayaan kalian berdua,” jawab Januari dengan penuh semangat.
“Bagus. Dengan begitu aku bisa meninggalkan Indonesia dengan perasaan tenang. Dan kamu tidak perlu khawatir karena Uncle Ra juga akan siap membantu pada saat kamu membutuhkan bantuannya. Dia tidak pernah bisa meninggalkan Maeda sepenuhnya,” ucap Ken. Dan sekali lagi dia memeluk Januari sebagai salam perpisahan darinya.
“Selamat jalan Ken. Semoga selamat sampai tujuan. Sampaikan salamku pada Aunty Andara,” kata Januari sebelum Ken berjalan keluar pintu.
“Akan aku sampaikan dan aku menanti kunjungan darimu. Tentu saja ketika kamu cuti,” sahut Ken tertawa.
“Kami pergi dulu Jan. Jangan sungkan untuk menelepon,” pesan Matahari sebelum dirinya keluar mengikuti Ken yang sudah keluar lebih dulu.
Januari kini sendirian di ruang kerjanya yang sangat besar. Menatap keluar jendela seperti yang sering dilakukan Ken sebelumnya. Aku berharap semuanya dapat berjalan dengan baik dan tidak akan mendapat gangguan yang berarti sehingga aku bisa menjadi pemimpin yang dapat di andalkan, ucap Januari pada dirinya sendiri.
Meninggalkan Januari sendirian di ruang kerjanya membuat Ken terlihat gelisah hingga menarik perhatian dari Matahari yang duduk di sebelahnya.
“Kenapa? Sudah tidak sabar bertemu dengan Andara?” tanya Matahari menggoda Ken.
“Tidak sabar bertemu dengan Andara sudah pasti tidak dapat aku sangkal Ra. Tetapi ada sesuatu yang membuatku sedikit cemas. Terutama dengan pernyataan Januari tentang laut dan gunung yang memiliki bahaya dan misteri yang bisa membuat manusia kehilangan arah,” jawab Ken hingga Matahari mengerutkan kedua alisnya.
“Kau berpikir ada bahaya yang mengintai kedudukan Januari di perusahaan?” tanya Matahari setelah diam cukup lama.
“Sebaiknya kita hati-hati. Aku tak bisa berhenti berpikir tentang itu setelah mendengar ungkapan kalimat yang diucapkan olehnya.”
*Bersambung*