Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DN 6

Astaga, gokil, tampak dari depan serabinya bersih dan agak sedikit mengembang, padahal sebelumnya masih normal.

Tanpa di minta lagi, dia rebahan di depanku sambil mengambil posisi telentang.

"Cal, jangan liatin gitu, aku malu !" katanya, sambil kedua tangannya berusaha menutup liangnya.

Tanpa menimpalinya dengan perkataan, tanganku menepis tangannya, lalu perlahan jari jempolku mengusap pelan bibir serabinya.

"Ssshht, !" desisnya, sambil matanya melirik ke arah bawah.

Lalu ku buka sedikit bibir serabinya menggunakan jari jempol dan telunjuk. Setelah terbuka, aku bisa melihat benjolan yang lebih kecil di bandingkan milik kak Lisa.

Sebelum mengambil posisi aku mengingat persis dengan aksiku semalam, jadi aku berniat memberikan apa yang aku lakukan semalam dengan serabi milik kak Lisa.

Aku pun mempraktekkan apa yang aku ketahui, tanganku mengusap biji klitnya, dan benar saja, ketika baru kusentuh Laras langsung menggelinjang dan melenguh ke enakan.

"Ssshhht, Cal, kamu apakan punyaku, kenapa rasanya geli - geli tapi enak ?" ujarnya.

Mendengarnya aku justru semakin bersemangat mempermainkan biji klitnya.

Aku elus dan ku putar - putari biji klitnya dengan jari jempol, kadang dengan tempo cepat, dan juga tempo lambat. Hingga membuat pinggul Laras ikut bergerak meliuk liuk.

"Ssshhht, aaahh, enak banget !" desahnya, kedua tangannya meremas keras kedua gundukan dadanya.

Tiba - tiba tubuh Laras menggeliat, mengejang, dan mulai bergetar. Aku yang mengetahui dia akan segera mendapatkan puncaknya, langsung menghentikan aksiku.

Aku ingin mengetahui apa yang ia katakan, apakah dia akan ikut kesal, seperti apa yang kak Lisa lakukan dengan ku tadi malam.

"Cal, aaahh, tau assuu, kenapa kamu berhenti, padahal udah enak banget loh? " protes Laras.

"Terusin Cal, ayolah, aku mohon. " pintanya memelas.

Sepertinya dia akan menggerutu kenikmatan jika aku memberikan servis lidahku.

Saat aku membuka lebar pahanya, dia sempat menahanku, dan mengatakan.

"Cal, kamu gila, kamu mau melakukannya?" tanyanya.

"Melakukan apa ?"

"Kamu kamu memasukkan burungmu, ?" tanyanya lagi, namun pertanyaannya sedikit ragu.

Akupun hanya tersenyum, lalu tubuhku merendah, hingga wajahku sejajar dan tepat berhadapan dengan liangnya.

Bibirku mengecup bibir liangnya, aku lumat, dan sesekali aku menjilatinya tanpa ada rasa jijik.

Kini tubuh Laras mulai merenggang, dan mulai rileks. Dia semakin merenggangkan kedua pahanya, biar kepalaku bebas beraksi di pangkal pahanya.

Aku lalu membuka bibir liangnya lagi, lalu kujulurkan lidahku menyentuh biji klitnya, kusapukan lidahku di area itu, kuputar - putar lidahku, tiba tiba tubuhnya menghentak hentak seperti kesurupan, namun aku tidak perlu khawatir karena mulutnya sedari tadi mendesah, mendesis dan melenguh kenikmatan.

Pinggulnya menekan ke atas, tangannya menjambak rambutku, persis dengan kak Lisa bedanya Laras tidak menjepit kepalaku, malahan dia semakin melebarkan pahanya.

"Aduhh, tolong jangan hentikan Cal, aduh nikmat sekali, enakkk, aaahhhh !" racaunya.

Aku tidak menjilatinya lagi, aku fokus menghisap, sambil menanti cairan yang aku harapkan.

Sluuuurrrppp, sluuuurrrppp, sluuuurrrppp!

"Aaaaarrrggg, akkkhhhh, ssssshhtt !" erangannya, dia menekan kepalaku, dan pinggulnya di tekan naik, sampai aku hampir kehabisan oksigen, untung saja hanya beberapa saat, setelah itu tubuhnya melemah. Matanya sayup - sayup, dan aku melihat tubuhnya penuh dengan keringat.

Tidak ada cairan sama sekali yang menetes saking rakusnya aku mengisap cairan yang meluber keluar.

Setelah beberapa menit dia duduk sembari melempar senyuman.

"Sumpah, tadi enak banget, Cal, tubuhku serasa melayang !" ujarnya, tangannya melepas lilitan roknya lalu dia beranjak untuk memakai pakaiannya kembali.

Kami melanjutkan menonton tv, namun kami seolah layaknya sepasang ke kasih, aku tiduran di pahanya, dan Laras mengelus pelan kepalaku..

"Cal, terimah kasih yah ?" katanya lirih.

"Enak ngga ?" tanyaku balik,

"Enak banget, tapi sepertinya ada yang lebih enak lagi, !"

"Apa itu ?"

"Memasukkannya !"

"Kenapa kamu yang gila sekarang?" tanyaku.

"Ngga usah di masukkin, gimana kalau gesek - gesek aja, kayaknya enak !" katanya.

Kami berdua seolah tidak pernah puas, kami seolah ingin melakukan lebih, dan ini semua karena kami di gantung dengan rasa penasaran.

Dia kembali beranjak, sambil melepas dalamannya, lalu  menaikkan roknya sebatas  diperutnya.

Aku mengambil posisi telentang, aku melihat Laras mulai mengangkangi tubuhku, dan aku seolah menantinya dengan memposisikannya.

Dia kemudian menurunkan tubuhnya,

"Ssshhht, aaaahhhh!" ungkapku kenikmatan.

Aku merasakan batangku menyentuh bibir liangnya, licin dan basah.

"Uhhh, enakk, !" ucap Laras.

Namun dia kembali mengangkat pinggulnya, tangannya memegang batangku, dan dia mengusap - usapkan kepala batangku di bibir liangnya sampai dia memejamkan matanya.

"Sumpah, enak banget, Rassss !"

"Iya, gimana yah kalau di masukkin?"

"Jangan, jangan kejauhan cukup di gesek aja!" timpalku panik, apalagi aku merasa ujung batangku sedikit masuk akibat tekanan tubuhnya.

Untuk mewaspadainya, tanganku memegang sisi pinggangnya.

"Jangan di gituin, kamu duduk aja, sambil gesek, bahaya !" pintaku.

Batangku tertekuk, ke atas lalu dia mendudukinya, meskipun posisi ini sedikit menyakitkan, namun lebih enak lagi sensasi yang aku dapatkan ketika dia mulai bergerak maju mundur.

Lebih nikmat dari pada kocokan tangan, lebih nikmat dari pada kuluman.

Sangat terasa batangku di gesekkan di perantara bibir liangnya. Hangat, basah, dan licin, itulah yang aku rasakan, hingga aku memejamkan mataku.

"Astaga......., Rizall, Larassss, apa yang kalian lakukan ?" teriak seseorang, dan aku yakin itu suara dari kak Lisa

Sontak aku terlonjak kaget, akibat lonjakanku membuat tubuh Laras terjungkal, namun rasa syoknya mengalahkan rasa sakitnya, dia langsung berlari keluar,

"

"Larasssss, kamu lupa celana dalammu!" panggilku, namun dia tidak menoleh bahkan saking terburu - burunnya dia menabrak tubuh kak Lisa.

Kak Lisa seolah tidak peduli dengan tabrakan mereka berdua, namun setelah Laras pergi, kak Lisa langsung melangkah pasti kearahku.

Saat ini aku berdiri dengan tubuh gemetar tentunya sarungku kembali melilit di pinggangku.

Kak Lisa sejenak memeriksa bagian lantai, dan sempat dia mencolek cairan kental lalu mengendusnya.

"Dek, katakan yang sebenarnya, kamu tidak memasukkan punya kamu di dalam kan ?" tanyanya, dia menggoyangkan tubuhku agar aku tersadar dari kegugupanku.

"Ta- tadi aku menggeseknya dari luar, kaaakkk!" jawabku gemetar hebat.

"Huffttt, syukurlah!" katanya, dia kemudian melepas pegangannya di bahuku lalu dia melangkah untuk duduk di kursi.

"Dek, ini semua salah kakak, karena kakak kamu sampai melakukan ini semua, harusnya kamu tidak boleh mempraktekkannya dengan orang lain. Cukup sama kakak aja dek!" ujarnya.

Mendengar nadanya sudah mulai normal, aku mendekatinya, lalu bersimpuh di hadapannya.

"Kak, aku janji tidak akan mengulanginya lagi, !" kataku dengan memasang wajah memelas.

"Untung kakak yang menemukan kalian, andaikan ibu, mungkin kamu langsung di buang ke tempat sampah !" timpalnya.

"Masa iya, ibu setega itu !"

"Iyalah, perbuatan seperti itu ngga boleh di lakukan di tempat sembarangan, harus meminimalisir untuk ketahuan!"

"Iya, kak, jangan laporin ke ibu yah ?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel