Ringkasan
Cerita ini bermula, di saat Fahrizal menyadari kalau ada benda yang sangat berbeda dari teman laki-lakinya. Akhirnya dia memutuskan untuk berkonsultasi dengan kakak kandungnya, namun kakak kandungnya memberikan perspektif kalau itu adalah sebuah penyakit, hal itu membuat Fahrizal menjadi sangat khawatir. Cerita ini 18+, usahakan membacanya dengan penuh ketelitian, karena author masih penulis pemula. mohon dukungannya dengan memberikan komentar yang bisa menjadi motivasi. Salam Bugis Bone.
prolog
Aku terlahir dari keluarga yang sedang - sedang saja, atau sederhana. Ibuku bernama Indo Calleda, ayah bernama Ambo Sotta. Ibuku berdagang ikan di pasar, dan itu hasil tangkapan dari ayahku. Yah, ayahku kesehariannya jadi nelayan.
Namaku sendiri Fahrizal, biasa di panggil Rizal, atau Ical.
Aku memiliki saudari wanita bernama Lisa, beda tiga tahun denganku.
Hari ini tepat hari pelulusanku, dimana seharusnya aku merasa bahagia karena aku masuk di tiga besar lulusan terbaik. Tapi rasa bahagiaku tercoreng ketika mengetahui mulai malam ini aku akan mulai belajar untuk tidur sendiri di kamar baruku.
Akupun mencoba menata ulang kamarku yang sebenarnya sudah tertata rapi, tapi aku orangnya paling tidak suka melihat sesuatu yang belum sempurna. Aku meletakkan buku - buku yang sudah di susun di atas mejaku, lalu aku pindahkan di dalam lemari kayu.
"Sudah beres, waktunya untuk tidur !"
Meskipun aku sudah menerima keadaan ini, tetap saja aku merasakan hal baru yang selalunya tidak membuatku nyaman.
Di saat aku berusaha untuk memejamkan mataku, aku kembali teringat pelajaran yang pernah aku baca, bahwa setiap tempat baru pasti memiliki penunggu.
Aku tidak tau apakah ini penyakit atau apalah, tapi aku orangnya sering ketakutan, selalu merasa khawatir, resah dan pikiranku selalu negatif.
Jadi aku kembali terbangun, aku memeriksa di luar kamar sejenak tidak ada siapa - siapa mungkin yang lainnya sedang istirahat siang. Aku kembali mengunci pintu dari dalam, lalu aku melanjutkan rasa khawatirku dengan memeriksa setiap sudut, dalam lemari, bawah kolom meja, dan di bawah ranjangku.
Setelahnya, aku kembali merebahkan tubuhku, namun aku kembali kepikiran.
"Tadi udah periksa lemari belum yah ?" pikirku membatin.
Mungkin inilah alasanku kenapa aku takut tidur sendirian.
Siang harinya aku tidak bisa tidur, jadi aku memutuskan untuk pergi bermain. Kebetulan aku sudah memiliki sepeda, jadi setiap ingin pergi bermain pasti aku memakai sepedaku.
Tujuanku saat ini menuju ke rumah Laras dia sahabatku. Kami biasanya menghabiskan waktu bermain dengan memainkan karambol di rumahnya. Aku yakin di siang bolong begini pasti dia ada di rumahnya.
Benar saja dari arah kejauhan aku melihat Laras berada di teras rumahnya. Tapi sepertinya ada sahabatku yang lain juga, mereka sedang mengobrol di sana.
"Cal, kamu mau kemana ?" tanya Jody.
"Ya elah, aku udah di sini malah nanya lagi, lu ngapain di rumah cewekku?" tanyaku balik.
"Hahah, dia cewekku !" timpal Abi.
"Tunggu - tunggu, sejak kapan kita jadian ?" tanya Laras kebingungan.
"Entah, mungkin besok, !" jawab Jody.
Yah beginilah candaan kami berempat ketika bertemu, pasti Laras selalu di jadikan bahan candaan, berhubung hanya dia yang cewek.
Akupun langsung bergabung duduk melantai dengan mereka.
"Ehh, kalian mau lanjut di mana ?" sahut Laras.
"Aku sih, lanjut pelaminan aja, tapi maunya sama neng Laras !" kata Abi.
"Aku sih cukup di nomor satukan, udah bahagia kok Ras !" tambahku.
"Di mana lagi Ras, kan di sini cuman ada satu sekolah SMP untuk kita lanjut !" jawab Jody, tumben banget dia jawab dengan jawaban yang masuk akal.
"Yah, kalau aku sih, mau lanjut kota, kirain kalian ada yang ikut denganku. !" ucap Laras, namun nada suaranya berubah sedih.
"Hah, beneran kamu mau lanjut di sana ?" tanyaku, sontak aku kaget karena Laras pernah mengatakan dia akan lanjut di sini, dan memilih untuk tinggal dengan neneknya.
"Aku sih hanya bisa pasrah, jika kamu pergi, tapi aku janji akan menjaga hatiku untukmu saja, Cha, Cha, tepuk tangan dulu ngga sih ?" ujar Abi dengan pedenya.
"Main karambol yuk, kayaknya seru nih!" sahutku.
"Gimana kalau kita ke kali aja, sekalian merayakan kelulusan kita !" saran Laras.
Awalnya aku tidak minat ikut, tapi ternyata Abi dan Jody memutuskan untuk ikut.
Sebelum kami pergi tentunya kami meminta izin terlebih dahulu dengan nyokap Laras.
Setelah mendapatkan izin kami menuju ke kali menggunakan sepeda masing - masing, sambil beriringan.
Beberapa menit kami mendayuh dengan penuh semangat, akhirnya kami sampai di kali.
Sesampainya di kali, tanpa pikir panjang, kami langsung nyebur dengan sepeda masing - masing.
Saat aku mencuci sepedaku, dari celah sisinya, aku melirik ke arah Laras.
"Heiii, kamu lihat apaan, Zal ?" tegurnya sambil menyipratkan air.
"Kamu nanya apa, Ras ?" tanyaku.
Dia tidak menjawabnya, namun dia berjalan kearahku.
"Aku sebenarnya power ranger !" katanya.
"Power ranger pink, hah ?" tanyaku.
"Hahah, merah !" jawabnya.
*****
Pulangnya dari kali, aku langsung menuju ke rumah, karena sebelum pergi aku tidak pamit dengan orang di rumah.
Jam baru menunjukkan pukul 15.00, dan aku baru merasakan ngantuk.
Sebelum tidur aku kembali memastikan keadaan kamarku ini.
"Lindungilah hambamu !" ucapku lirih.
Semakin aku mmmeluk gulingku aku merasa semakin ketakutan, aku menutup kepalaku, dan benar saja, aku merasa ada tangan yang tengah merabaku.
"Zakina, Zakina, Laras - Laras !" aku menyebut dua nama temanku yang sebenarnya bukan sekedar teman biasa.
Satunya sahabatku sendiri, tapi sepertinya Laras tidak menyadarinya. Sementara Zakina aku pernah secara terang - terangan mengatakan aku suka dengannya, karena hari itu aku menolongnya dari gangguan teman - temanku. Namun dia tidak menyukaiku, sejak saat itu aku tidak pernah lagi berusaha untuk mendekatinya. Tapi aku masih memikirkan kejadian memalukan itu.
Setelah bergelut dengan pikiranku sendiri, akhirnya aku bisa tertidur. Begitulah diriku, baru bisa tertidur jika otakku sudah capek untuk berpikir.
******
Tepat pukul 08.00 malam, kami sekeluarga sedang berada di ruang makan untuk menyantap makan malam.
Yah beginilah kehidupan di kampung, kebersamaan lebih di utamakan.
Namun setelah kami makan, ibu dan ayah memberi tahu bahwa setelah ini dia akan pergi mengunjungi rumah nenek yang berada di kampung sebelah. Awalnya aku pengen ikut, tapi ternyata mereka mau bermalam di sana.
*****
Setelah mereka pergi aku memutuskan untuk membuang waktu dengan menonton acara tv kartun, namun kesenanganku terusik ketika kak Lisa yang baru saja keluar dari kamarnya, langsung mengganti siaran TV yang menampilkan film yang membuat nafasku berubah memburu.
"Kak jangan nonton film gituan, bikin risih !" sergahku, dan hendak meraih remot.
"Kamu udah nonton, sekarang giliranku lagi !"
Namun kak Lisa enggan untuk memberikan remot yang ada di tangannya. Dia berdiri sembari mengangkat tinggi remot itu, tapi saat ini tinggi badanku sudah hampir sama dengannya. Jadi aku bisa saja mendapatkan remot itu jika aku mendekat.
Bugggg!
Tanpa sengaja ketika aku hendak meraih remot itu, dia langsung memajukan pinggangnya, sehingga membuatku langsung menerpanyanya.
Tubuhku menindihnya, dan inilah awal mula aku merasakan getaran berbeda di dalam tubuhku.
(Selamat membaca, cerita ini sekedar hiburan. Sedikit berbagi pengalaman, tapi tentunya sedikit di bubuhi kata - kata penambahan, untuk membuat cerita lebih seru.)