Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DN 7

"Hmmm, iya deh, tapi ada syaratnya!"

"Apa kak ? Aku akan melakukannya apapun itu !" jawabku segera.

"tapi kakak juga pernah main di sini, aku melihatnya!" kataku, tiba - tiba aku mengingat kejadian itu, mereka berciuman mesra di depan tv, namun saat itu aku tidak berani menegurnya, jadi aku memilih untuk tinggal di luar, sampai pria itu pergi.

"Kamu melihatnya ?" tanyanya, bola matanya semakin membulat, namun dia kembali menghela nafas, sambil menyandarkan punggungnya.

"Jangan membenarkan kesalahan di atas kesalahan, kakak udah wajar, lah kamu masih bocil ingusan, penakut, dan bahkan belum bisa membedakan rasa suka dan sayang !" ujarnya.

"Huuuu, !" seruan batinku protes dengan pernyataan darinya.

Setelah itu kak Lisa berlalu masuk ke dalam kamarnya, akupun ikut membuntutinya berharap melihatnya berganti pakaian.

Saat dia ingin menutup pintunya dia menggelengkan kepalanya, sembari memberiku jalan untuk masuk lebih duluan.

Tanpa rasa sungkan dia mulai melucuti pakaiannya satu persatu, sampai menyisakan penutup dada dan dalamannya saja.

"Kakak, seksi banget deh !" kataku.

"Makasih !" jawabnya singkat.

Melihat tubuhnya yang begitu santai lalu lalang di depanku, seketika batangku menegang di balik sarungku.

Saat dia sedang bersiap untuk memakai baju, aku langsung berlari mendekapnya dari belakang, tanpa menunggu lama aku melepas lilitan sarungku, lalu memasukkan batangku di sela pahanya. Dia berusaha menggeliat, namun aku juga semakin mendekapnya.

"Dek, apa - apaan sih !" protesnya, sambil berusaha melepaskan dekapanku.

Aku mulai memaju mundurkan pinggulku menggesek batangku di liangnya yang masih di lapisi dalaman. Tanganku yang tadinya sekedar mendekap, kini meremas dadanya dari arah samping, namun aku belum menyentuhnya secara langsung, karena dia masih memakai penutup dadanya.

Tinggi badan kak Lisa memaksaku untuk sedikit berjinjit untuk semakin merapatkan gesekanku, dan kini tidak ada tanda - tanda penolakan darinya lagi. Bahkan aku merasa dia sedikit melebarkan kakinya.

"Ssshhht, dekk, kenapa kamu jadi nafsuan gini sih ?" katanya.

"Kakak yang ajarin !" kataku sejenak.

Kak Lisa semakin melebarkan langkahnya, jadi kini aku tidak perlu berjinjit.

"Dek, lepasin pengait kakak, !" pintanya.

Aku segera melakukannya, setelah terlepas kak Lisa lanjut melepasnya lewat depan. tanganku langsung meremas dari arah belakang.

"Ssshhht, dek lepasin kakak dulu !" pintanya lagi.

Aku sejenak mundur, dan aku seolah tidak percaya kak Lisa melepaskan dalamannya.

"Dek, ayo lanjutin, tapi di gesek seperti tadi yah, jangan sampai masuk ! " ujarnya.

Dengan sangat bersemangat, aku mendorong tubuhnya hingga dia bertumpu di meja riasnya, dan aku mulai memposisikan batangku di himpitan pahanya.

"Ouuhhhh, sshhhtt, aahhh!" desah kak Lisa.

Saat ini aku tidak peduli dengan posisi batangku intinya aku kenikmatan meskipun hanya sekedar gesekan dan himpitannya.

Kurasakan batangku terasa basah, semakin licin dan sepertinya itu cairan yang keluar dari milik kak Lisa.

Aku merasa batangku bukan berada lagi di himpitan pahanya, melainkan di himpitan bibir liangnya.

"Aahhh, kakkk, enakkk!" desahku.

Plok plok!

Bukan aku yang memompa keras, namun kak Lisa mulai memaju mundurkan pinggulnya, jadi tabrakan pangkal pahaku dan bongkahannya menciptakan suara benturan hebat.

"Aaach, aaachhh, ssshht, dek, punya kamu enak bangett dekkk, beda banget punya pacar kakak!" rintihnya.

"Aaahh, iya kak, adekmu inikan ngga normal !" timpalku.

"Hehehe, iya yah, kakak lupa !" jawabnya.

Plok plok!

"Kakak pernah melakukannya dengan kak Rizen ?"

"Hanya gesek dari luar aja dek, kakak ngga mau melakukannya sampai kami menikah !" katanya.

Kami saling mengimbangi gerakan maju mundur, sampai aku kembali merasakan akan mencapai puncaknya.

"Kakkk, aduhhh, aku mau keluar, kakkkkk!"

"Sabar dekk, tunggu kakakkk!" pintanya.

Plok plok!

Rasa nikmat yang menghampiriku, aku lampiaskan untuk meremas gemas kedua dadanya.

"Ooohhh, isssshh, ssshhtt, aahhh, aaahhh, ohhh, yahhh, ssshhhttt, aaaaaarrrhhhh!" erangan kami bersamaan. Aku merasa sisi batangku di aliri cairan yang begitu menghangatkan. Aku juga melihat cairanku tercecer di lantai, dan ada juga yang menempel di sela bongkahan kakakku.

Aku langsung lunglai, dan tubuhku terduduk di lantai. Namun pemandangan tepat di depan wajahku membuat mataku langsung terpengarah ke bagian liangnya yang berkedut hebat, dan setiap kedutannya mengeluarkan cairan miliknya sendiri.

Aku segera mencoleknya, lalu aku hisap jariku.

Sluuuurrrppp!

Dia segera menoleh, dia kembali menggeleng melihatku.

"Kamu ketagihan cairan punya kakak ?"

"Iya kak, enak banget rasanya, andaikan bisa aku hanya ingin mendapatkan minum dari cairan kakak saja, meskipun sedikit, namun memuaskan dahagaku !" ujarku.

Kakakku langsung meraih tanganku untuk berdiri, setelah itu kami merebahkan tubuh di atas kasur tanpa memakai pakaian.

Namun rasa lelah dan letih membuatku kembali mengantuk.

Tok tok tok!

Mendengar ketukan, aku terbangun, sejenak melegakan tubuhku.

Sejenak aku menatap lekat kecantikan kakakku, yang masih tertidur lelap di samping.

"Huuaaammmn!" aku menguap.

Tok tok tok!

"Lisaaaaa, kamu lagi di dalam ?"

Mendengar suara barusan, aku begitu yakin itu suara ibuku.

"Kak, bangun, kakak !" kataku sambil berusaha membangunkan kak Lisa.

"Huaaammm, apa dek?, kakak masih ngantuk nih !" timpalnya.

"Ibu, ibu, ibu udah pulang, kakkk, gimana nih ?" ucapku, aku mulai panik sehingga aku meminta pendapatnya.

"Itu derita kamu dek, soalnya ini kamar kakak !" timpalnya santai, lalu dia merubah posisinya memunggungiku.

Tidak ada pilihan lain, aku beranjak untuk membuka pintu. Di balik pintu aku melihat ibuku tampak kebingungan.

"Rizal, kamu kenapa bisa di kamar kakakmu?"

"Anu, Rizal takut tinggal di kamar sendirian, Bu !"

"Rizal, kamu itu harus belajar tidur sendiri !" kata ibuku sembari mencolek hidungku.

Akupun langsung tersenyum, karena ibuku tidak jadi memarahiku.

"Nak, kamu sudah mandi ?" lanjutnya.

"Mandi, ini sudah jam berapa Bu ?"

"Udah jam lima sore, nak !" jawab ibuku.

Akupun berpura - pura menuju kamarku, namun ketika melihat ibuku masuk kamarnya, aku menghampiri ayahku yang sedang duduk di ruang makan.

"Ayah, udah pulang ?"

"Udah nak, kamu udah berani belum, tidur sendirian ?" tanya ayahku balik.

"Hehe, belum, tapi Rizal jadi akan berusaha untuk berani !" kataku, lalu ikut duduk di kursi samping ayahku.

"Nak, nenek kamu titip salam, katanya dia rindu cucunya !" kata ayahku.

"Keadaannya gimana, yah ?"

"Masih sakit, doakan saja supaya nenekmu cepat sembuh !" kata ayah.

"Syukurlah!" timpalku sambil mengelus dadaku.

"Harusnya kamu bilang amin, nenek kamu masih sakit loh !"

"Syukurlah, nenek masih hidup, yah !" jawabku.

"Heheh, iya juga, tapi kurang tepat, nak !"

"Kakakmu di mana ?" lanjutnya.

"Masih tidur, yah !"

"Astaga nak, cepat bangunkan kakakmu, ngga baik tidur di saat menjelang magrib, bisa menimbulkan penyakit yang susah sembuh!" ujar ayahku.

Akupun langsung berlari kecil masuk tanpa pamit ke ayahku. Di sisi lain aku takut jika kak Lisa sampai memiliki penyakit yang ayahku maksud.

"kak, bangun, di suruh ayah !" kataku.

Kakakku hanya membalikkan tubuhnya, namun matanya masih terkatup.

Seketika timbul niat isengku untuk membangunkanya.

Aku mengendap perlahan, lalu duduk di pinggiran kasur, dan aku mendekatkan wajahku di put!ng dadanya.

Sluuurrpp, sluuuurrrppp, sluuuurrrppp!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel