DN 5
"Ras, kok rasanya seperti kunyit yah ?" tanya Jody sambil kembali mencobanya.
"Iya yah, aku kira lidahku yang error, " kata Laras dia menatap lekat sejenak isi gelasnya.
"Maaf Di, maaf Ras, sirup habis, jadi aku meracik kunyit campur gula pasir. Gimana enak ngga ?" tanyaku.
"Astaga, gimana kalau kita keracunan, Cal ?" tanya Jody.
"Santai aja, ibuku pernah bilang kunyit itu cocok untuk mengobati luka dalam !" kataku.
"Huuerrkk, !"
Byuuuurrrr!
Seketika Laras memuntahkan minuman tadi tepat di wajah Jody.
Jody langsung berdiri, dan hendak menendang Laras, untungnya aku langsung mendorong Jody, hingga dia terjatuh ke samping.
"Cal, dia yang salah, kenapa kamu belain dia ?" tanya Jody.
"Dia ngga sengaja, Di !" jawabku.
"Taikkkk kalian !" ucap Jody, lalu dia pergi.
Sejenak aku berlari membuntuti Jody, namun dia tidak peduli lagi.
Jadi aku kembali masuk, di dalam aku melihat Laras tengah memeluk lututnya sambil membenamkan wajahnya.
"Ras, ngga usah di pikirin, nanti kita ke rumahnya aja !" kataku, dan kini aku duduk bersimpuh di depannya.
Dia sejenak mengangkat wajahnya, sambil melihat keadaan rumah.
"Dia beneran pulang ?" tanyanya.
"Iya, kamu kenapa nangis ?"
"Aku takut aja, untung ada kamu Cal. Makasih udah bantuin, !" katanya.
Aku tidak mungkin membiarkan Jody menyakiti Laras, karena Laras sepupuku, dia anak dari adik ayahku. Bahkan omku Radit atau bokap Laras, pernah berpesan untuk melindungi Laras.
"Cal, kemarin katanya kamu mau menunjukkan apa yang janggal dengan punyamu ?"
Degggg!
Aku sempat kepikiran untuk meminta bantuannya, tapi sepertinya cukup Kak Lisa saja yang mengetahuinya. Jadi aku mulai mencari alasan yang tepat.
"Ngga jadi Ras, malu !" kataku segera.
"Kenapa harus malu Cal, kita cuman berdua di sini !" katanya.
Menyadari kami hanya berdua di rumahku, entah mengapa torpedoku langsung manggut, dan aku kembali mengingat kejadian semalam.
Aku juga kepikiran bagaimana jika kami berdua melakukan apa yang sebenarnya tidak boleh kami lakukan.
"Ayolah, cuman liat aja kok. Kita ini sahabat jadi apapun masalahmu, kita harus saling terbuka, dan aku juga akan terbuka denganmu, Cal !"katanya, dia sepertinya sangat penasaran.
"Tapi, aku mohon jangan sampai orang lain tau !"
"Iya, janji !"
Aku langsung menyingkap sarungku, dengan percaya dirinya.
"Cal, apaan tuhh, kok bentuknya, astagaaaaa?" tanya, dan wajahnya tampak terpukau.
"Iya, Ras, ada apa?" tanyaku.
"Aku juga ngga tau sih Cal, tapi punyamu sama besarnya sama bokap !"
"Hah, kamu pernah liat ?"
"Iya, aku tidak sengaja !" jawabnya.
Tanpa meminta persetujuanku, dia kemudian menyentuh torpedoku dengan satu jarinya. Torpedoku langsung bereaksi menggangguk.
"Kok bisa gerak - gerak gitu Cal ?"
"Mana aku tau Ras, mungkin karena di sentuh !" jawabku.
"Cal, boleh aku memegangnya ?" tanyanya.
Aku sempat kepikiran sejenak, apalagi mengingat pesan dari kakakku Lisa. Namun sepertinya kami berdua sama - sama penasaran.
"Pegang aja, Ras !" jawabku.
"Stopppp!" aku langsung terpengarah dengan suara barusan, dan ternyata suara barusan dari film yang tengah tayang di tv.
Laras melanjutkan keinginannya, dia awalnya sekedar mencoleknya, lanjut dia pegang dan lama kelamaan mulai di memainkannya.
"Kamu tau dari mana, kok enak gini, Ras ?"
"Aku pernah nonton di hp milik Abi, dia punya banyak film gituan, Cal !" jawabnya.
"Apa?, jadi kalian pernah nonton bareng gitu ?"
"Heheh, iya Cal, !"
"Apa yang kamu rasakan, Ras ?"
"Jujur nih, saat itu aku merasa bagian pahaku agak basah, dan sesampainya di rumah aku melihat ada cairan kental gitu !" jawabnya.
"Udah yah, katanya tadi cuma mau pegang, tapi kok kamu malah di mainin juga, !"
timpalku segera.
"Semenit, please!" katanya sambil memasang wajah memelas. Akupun setuju dengan permintaanya.
Tanpa bisa kupungkiri rasanya begitu nikmat.
Dia semakin asyik memainkannya, hingga kedua tanganku langsung mendarat di d*danya.
Dia menghentikan aksinya, dan dia mengangkat wajahnya.
"Kamu mau ngapain ?" tanyanya menyelidik.
"Mau megang ini!" jawabku tanpa ragu.
Tanpa menunggu jawabannya, aku mulai meremas d*danya yang sebesar kepalan tanganku saja.
"Sssshhht, Ssshhhttt, !" desisan kami berdua.
"Kamu kenapa ?" tanyanya.
"Enak, kamu kenapa mendesis juga ?"
"Entah, tapi seperti tersengat listrik saat kamu memencet ujung d*daku !"
Aku kemudian meminta izin untuk memegangnya secara langsung, dia sempat menolak.
"Kalau ngga mau, ya udah ngga usah pegang punyaku lagi !" kataku.
Dia beranjak sambil melepas pakaian atasnya,
Astaga, imut sekali bentuk d*danya, put*ngnya masih masih sebesar biji kedelai, warnanya agak pink kemerahan.
Tanganku segera mendarat di d*danya, aku tidak meremasnya melainkan aku memainkan memelintirnya.
Kami kembali saling memejamkan mata, namun di dalam pandanganku terbayang kak Lisa.
Aku membuka katupan mataku, dan menatap ekspresi wajahnya yang menahan kenikmatan.
Aku sangat penasaran bagaimana rasa cairan miliknya. Jadi aku memberikan tawaran untuknya. Tentunya aku ingin mencontoh hal yang aku lakukan semalam dengan kak Lisa.
"Ngga usah, siapa tau berpenyakit. Lebih baik kamu mainin aja !" timpalnya.
Akupun menyetujuinya, Laras melepas genggamannya. Lalu dia berdiri sambil menurunkan dal*mannya tanpa melepas roknya.
Setelah melepasnya dia kembali duduk di sampingku, sambil kembali memegang milikku, dia mainkan dan selingi elusan naik turun.
Sementara tanganku langsug mengelus miliknya. Aku merabanya pelan, dan penuh sentuhan.
"Ssshhht, !" aku mendesis sejenak menikmati permainan tangan Laras.
"Aaahhh, kok rasanya geli, tapi enak yah ?"
"Aku juga, enak banget" kataku.
Namun aku merasakan sesuatu mendesak untuk keluar, aku yakin ini pasti ujung kenikmatan yang akan segera keluar.
"Akkkkhh, ouuhhh, aku , ahhh!" rintihku di iringi dengan nafas tersengal.
Kulihat cairanku menyemprot beberapa kali di lantai, dan ada juga yang meleleh di tangan Laras.
Dia sejenak menghirup sisa cairan yang meleleh di tangannya.
"Baunya enak sih, tapi ngga tau rasanya !" lanjutnya.
"Kalau ngga di coba ngga bakalan tau rasanya, !" timpalku.
Meskipun dia sedikit ragu, namun lidahnya menjulur sambil menjilati lelehan cairan yang ada di tangannya.
Sluuuurrrppp, sluuuurrrppp!
"Astaga, agak aneh sih, tapi bikin nagih !" katanya.
"Hahah, kok jadi lucu gitu ?"
"Kalau udah keluar, biasanya mengecil gitu !"
"Kamu pernah mencobanya ?"
Astaga, jawabanku seolah menjadi perangkap untuk diriku sendiri.
"Kamu mau keenakan juga ?" tanyaku sekedar mengalihkan pembicaraan.
"Biar adil aja, masa aku udah keluar, kamu ngga. Aku juga belum puas melihat punya kamu secara jelas !" sambungku seolah protes.
Mendengarku, dia diam sebentar, kemudian Laras berdiri sambil tersenyum ke arahku. Lalu dia melilitkan roknya di perutnya.
"Ini, Cal. !" katanya.
Glekk!